Wednesday 11 December 2013

Allah sudah menyiapkan rezeki kita

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al Mulk:15)

Ternyata, Allah telah memudahkan kita untuk mendapatka rezekinya. Allah telah
memberikan tuntunan dan motivasi kepada kita bahwa mencari rezeki itu tidak
sulit. Salah satu tuntunannya ialah kita harus ingat bahwa hanya kepada Allah
kita kembali setelah dibangkitkan. Artinya apa? Janganlah mencari harta menjadi
tujuan hidup yang utama bagi kita.

Jika kita menjadikan akhirat sebagai tujuan utama kita, insya Allah kita akan
mudah mendapatkan rezeki, seperti yang difirman dalam ayat berikut:

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu. (QS Ath Thalaq:2-3)

Dengan ayat-ayat tersebut, diri kita akan terbebas dari kegelisahan akan rezeki.
Kita akan tetap berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperolehnya. Jika
Allah yang menjamin rezeki kita, kita tidak lagi perlu memohon dan meminta
kepada manusia atau makhluq lainnya. Kita hanya memohon kepada Allah yang
telah menjamin rezeki kita dan berusaha untuk menjemput rezeki tersebut.

Dunia ini sudah berlimpah dengan rezeki, kita tinggal menyebar dimuka bumi
untuk mengambil kelimpahan tersebut dan Allah telah memudahkannya. Lalu
mengapa terasa sulit? Bukan ayat ini yang salah, karena Al Quran tidak mungkin
salah, yang salah ada pada diri kita, mungkin kita kurang giat mencarinya atau
mungkin cara kita mencarinya masih salah. Atau jika kita sudah giat dan cara
sudah benar, Allah sengaja menangguhkannya untuk menguji kita. Tetapi kita
tidak pernah tahu, yang kita tahu adalah berdoa dan berusaha. Jika usaha kita
kurang giat, maka tambahkan. Jika usaha kita masih salah, belajarlah baik dari
pengalaman pribadi maupun pengalaman seseorang.

Monday 9 December 2013

Kamu adalah umat yang terbaik

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik. (QS. Ali 'Imraan:110)

Allah SWT melalui Al Quran, menyatakan bahwa kita adalah umat yang terbaik.
Oleh karena itu kita tidak perlu merasa minder dari umat-umat lain, meskipun
saat ini umat lain cendrung lebih maju dari pada kita. Kita sebenarnya umat
terbaik, memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, jika saat
ini umat yang lain relatif lebih maju, artinya kita belum mengoptimalkan segenap
potensi yang kita miliki.

Karena kita adalah umat yang terbaik, konsekuensinya kita harus menjadi
pemimpin yang mengarahkan kepada kebaikan, kita harus meminpin dalam
teknologi agar teknologi diarahkan untuk kebaikan. Kita harus memimpin
dibidang informasi, agar informasi digunakan untuk kebaikan. Kita harus
memimpin di bidang politik agar politik dimanfaatkan untuk kebaikan, dan kita
harus memimpin di berbagai bidang lainnya agar bisa digunakan untuk kebaikan.
Kebaikan bukan hanya hasil bicara, kebaikan akan lebih nyata jika merupakan
hasil kerja. Apa lagi hanya bicara kritik sana kritik sini seperti seorang calo,
banyak ngomong tetapi dia sendiri hanya diam saja. Kita harus bergerak,
bertindak, dan berbuat.

Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda, ‘Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah
ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka hendaklah dengan
lisannya. Dan jika tidak mampu, maka hendaklah dengan hatinya. Ini merupakan
amalan iman paling lemah.’” (HR Imam dan Muslim)

Wednesday 4 December 2013

Bagimu apa yang kamu usahakan

Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu
apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan
jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al Baqarah:134)

Mungkin orang tua kita hebat, mungkin pendahulu kita hebat, tetapi yeng lebih
penting ialah sehebat apa diri kita. Mungkin kita bisa menikmati apa yang sudah
diperoleh oleh para pendahulu kita, tetapi jika kita hanya menikmati dan
membangga-banggakan hasil pendahulu kita, itu tidak ada artinya, karena yang
hebat bukan diri kita, tetapi pendahulu kita.

Kita tidak akan mendapatkan apa-apa atas yang dilakukan oleh pendahulu kita.
Pahala mereka bagi mereka, kita tidak akan kebagian kecuali kita memanfaatkan
apa yang telah diperoleh oleh pendahulu kita untuk tujuan yang baik. Kita boleh
memanfaatkan yang sudah ada sebagai pijakan perjuangan selanjutnya. Islam
menginginkan perbaikan secara terus menerus. Kita tidak bisa mengandalkan
pada apa yang sudah dicapai oleh pendahulu kita.

Atau, jika pun pendahulu kita tidak baik. Itu bukan alasan kita untuk mengikuti
jejak mereka. Apa yang mereka lakukan untuk mereka. Sekarang tinggal apa
yang akan kita lakukan dan untuk diri kita sendiri. Kita tidak akan diminta
pertanggung jawaban atas apa yang diperlakukan oleh mereka. Jadi apapun
yang dilakukan oleh pendahulu kita, baik atau buruk, kita harus tetap bertindak
untuk diri kita.

Janganlah kamu berhati lemah

Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu
menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan
(pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada
Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa':104)

Meski ayat ini dalam konteks berperang, saya yakin, juga ditujukan untuk jihad-jihad
yang lainnya, termasuk saat kita harus bersaing dalam mencari nafkah buat
anak dan istri karena hal ini juga sebagian dari jihad. Kita tidak boleh berhati
lemah dalam bersaing, jika kita memiliki kelemahan pesaing juga sama, malah
kita memiliki kelebihan, yaitu “harap” atau raja’. Kita masih bisa berharap kepada
Allah, sementara orang-orang yang tidak beriman tidak. Mengapa harus takut?
Suatu hal yang ironis bukan, jutru dunia ini dikuasai oleh orang-orang yang tidak
beriman. Seharus kita umat Islam bisa menjadi umat yang memimpin, karena
kita punya Pelindung dan Penolong yang tempat kita berharap. Bukankah sudah
hafal Surat Al Ikhlas ayat ke 2?

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (QS. Al
Ikhlas:2)