Sunday 29 March 2015

KEPADA MAHASISWA (4)


HAK-HAK INTERNASIONAL

Sebelum saya akhiri rangkaian penjelasan ini, saya ingin menegaskan kepada kalian sebuah penegasan final, bahwa politik Islam, baik internal maupun eksternal sangat menghargai hak-hak non muslim, baik hak-hak internasional, maupun hak-hak kenegaraan bagi minoritas non muslim. ini semua karena wibawa Islam di mata internasional adalah kharisma yang paling prestisius sepanjang sejarah. Allah swt. befirman,

"Dan jika kamu khawatir akan terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat." (Al-Anfal: 58)

"Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak pula mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." (At-Taubah: 4)

"Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui," (Al-Anfal: 61)

Jika Italia maju seperti itu memerangi Ethiopia sampai bisa menguasainya dan tidak pernah sama sekali mengumumkan perang kepadanya atau memberi aba-aba sebelumnya, kemudiaan jejaknya diikuti oleh Jepang, ia perangi Cina dan tidak pernah memberi tahu dan mengumumkan sebelumnya, maka sejarah tidak pernah mencatat suatu kejadian pun dari Rasulullah saw. atau dari para sahabat bahwa mereka pernah memerangi suatu kaum atau menyerang suatu kabilah, tanpa memberi tahu terlebih dahulu, mengumumkan dan mengembalikan perjanjian dengan jujur.

Islam menjamin hak-hak minoritas dengan nash Al-Qur'an. Sebagaimana firman Allah,

"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orangorang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
(Al-Mumtahanah: 8)

Politik Islam juga sama sekali tidak bertentangan dengan sistem undang-undang yang berdasarkan Syura. Bahkan sesungguhnya politik Islamlah yang meletakkan dasardasarnya dan menyuruh manusia untuk melaksanakannya. Sebagaimana hal itu tertera dalam firman Allah,

“….dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (Ali lmran: 159)

Rasulullah saw. tidak segan-segan bermusyawarah dengan para sahabatnya dan mempertimbangkan pendapat salah seorang di antara mereka, sehingga jelaslah mana dari pendapat itu yang benar. Sebagaimana hal itu dilakukan Rasul bersama Habbab bin Al-Mundzir pada Perang Badar. Rasulullah juga bersabda kepada Abu Bakar dan Umar,

"Seandainya kalian berdua sepakat, niscaya aku tidak akan menentang kalian. "

Demikian pula Umar pernah meninggalkan suatu perkara untuk kemudian disyurakan oleh kaum muslimin. Dan kaum muslimin akan senantiasa dalarn kebaikan selama perkara mereka diputuskan dengan syura di kalangan mereka.


KELUASAN TASYRI' ISLAMI

Ta'alim dan politik Islam sama sekali tidak mengandung substansi makna yang usang dan ketinggalan zaman Bahkan ia merupakan tata perundang-undangan (tasyri') yang paling jeli dan utuh. Sistem perundang-undangan telah mengakui dan zaman akan mengungkap kepada manusia tentang kejelasan masalah yang belum mereka ketahui, bahwa tasyri' islami telah mendahului tata perundang-undangan manapun dalarn hal kejelian di bidang hukum, presentasi permasalahan, dan keluasan sudut pandang.

Hal ini banyak dibuktikan oleh pakar-pakar hukum non muslim, sebagaimana hal itu banyak disebut dalam buku-buku dan tulisan-tulisan mereka. juga diperkuat oleh muktamar-muktamar perundang-undangan internasional, yang membuktikan bahwa Islam telah meletakkan kaidah-kaidah global yang menjadikaan seorang muslim tidak akan meninggalkan medan yang luas untuk memanfaatkan setiap tasyri' yang berguna dan tidak bertentangan dengan asas-asas dan maqashid Islam. Islam memberi pahala dalam berijtihad dengan menepati syarat-syaratnya, menetapkan kaidah mashlahah mursalah,
Mengategorikan 'urf (adat istiadat) sebagai salah satu penentu keputusan hukum dan sangat menghargai pendapat imam.

Kaidah-kaidah ini semuanya menjadikan tasyri' islami pada posisi puncak di antara perundang-undangan dan hukum-hukum yang ada. Kandungan makna-makna seperti ini wahai ikhwan ingin disebarluaskan di antara kita. dan kemudian kita mendeklarasikannya kepada manusia-manusia yang lain. Karena masih banyak orang yang memahami Nizham Islam (sistem Islam) dengan makna yang sama sekali tidak sesuai dengan hakekat yang sebenarnya. Karena itulah banyak dari mereka yang lari dari Islam dan memerangi dakwahnya. Seandainya mereka memahami sesuai aslinya, niscaya akan kembali kepada Islam, bahkan akan menjadi orang-orang pertama dalam membelanya ' sangat bersemangat, dan paling lantang bersuara dalam mendakwahkannya.

Thursday 26 March 2015

KEPADA MAHASISWA (3)


POLITIK EKSTERNAL

Jika yang dikehendaki dari politik adalah makna eksternalnya, yakni menjaga kebebasan dan kemerdekaan umat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju sasaran-sasaran yang mulia, di mana dengan cara itu umat akan memiliki harga diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsa-bangsa lain, membebaskannya dari imperialisme dan campur tangan bangsa lain dalam urusannya, dengan menetapkan pola interaksi bilateral maupun multilateral yang menjamin hak-haknya, serta mengarahkan semua negara menuju perdamaian internasional yang
peraturan ini biasa mereka sebut Hukum Internasional. Jika itu semua yang dikehendaki, maka Islam telah menaruh perhatian serius akan masalah itu dan memberikan fatwa dengan jelas dan gamblang tentangnya. Di mana kaum muslimin diwajibkan untuk menerapkan hukum-hukum tersebut secara sama antara ketika perang dan dalam keadaan damai. Barangsiapa mengabaikan dan menelantarkannya, berarti ia bodoh tentang ajaran Islam, atau bahkan telah murtad.

Islam telah menerapkan kepemimpinan umat Islam dan supremasinya bagi umat lain pada banyak ayat dalam Al-Qur'an, di antaranya:

Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (Ali lmran:110)

"Dan demikian Kami telah menjadikan kamu umat pertengahan (adil dan pilihan) dan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia." (Al-Baqarah: 143)

"Dan izzah itu adalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami." (Al-munafiqun: 8)

Al-Qur'an juga menegaskan integritas kepemimpinan umat ini dan membimbingnya menuju penjagaan eksistensi serta mengingatkan akan bahaya campur tangan dari yang lain terhadap berbagai urusan internalnya, sebagaimana firman Allah:

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu, Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi Sungguh telah Kami terangkan padamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya. Beginilah kamu menyukai mereka
padahal mereka tidak menyukai kamu (Ali lmran : 118-119)

Di samping itu Al-Our'an mengingatkan akan bahaya kolonialisme dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya bagi (keutuhan) bangsa. Berkenaan dengan hal itu, Allah berfirman:

"Sesungguhnya raja-raja (penjajah), jika memasuki suatu negeri niscaya mereka membinasakannya dan menjadikan penduduknya- yang mulia jadi hina, dan demikianlah yang akan mereka perbuat." (An-Naml 34)

Kemudian Islam mewajibkan umatnya untuk menjaga eksistensi superioritas kepemimpinan ini dan memerintah untuk menyiapkan berbagai bekal dan kesempurnaan kekuatan, Sehingga al-haq akan tetap terpelihara dengan kemuliaan superioritas kepemimpinan tadi, sebagaimana itu pernah terjadi pada masa merekahnya cahaya hidayah.

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi..'' (Al-Anfal: 60)

Islam juga tidak lupa menyuruh umatnya agar bersikap hati-hati tatkala dalam kondisi menang, berhati-hati dari sifat tidak adil dan perampasan hak. Islam sangat menekankan kepada kaum muslimin agar menjauhi sifat permusuhan bagaimana pun bentuknya, sebagaimana dalam firman Allah:

"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, Berlaku adillah karena berlaku adil itu lebih dekat kepada taqwa (Al-Maidah: 8)

"(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf mencegah dari yang mungkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Al-Hahh : 41)

Dari sinilah wahai ikhwan, kita lihat para penghuni masjid, para pencinta ibadah, para penghafat Al-Our'an AI-Karim, bahkan putra-putra desa dari kampung dari kalangan salaf tidak puas dengan kemerdekaan negara mereka, kemuliaan kaum mereka, dan terbebasnya bangsa mereka saja. Akan tetapi mereka berkelana ke pelosok bumi, melanglang buana sampai ke seluruh penjuru negeri untuk membebaskan dan mendidik (negeri-negeri itu). Mereka memerdekakan umat sebagaimana mereka telah merdeka Mereka beri petunjuk dengan haya Allah sebagaimana mereka telah mendapatkannya

Mereka bimbing umat kepada kebahagiaan dunia dan akhirat Mereka tidak menipu, tidak durhaka, dan tidak melampaui batas. Mereka tidak memperbudak manusia, karena manusia-manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merdeka. Dari sini pulalah kita. melihat Uqbah bin Nafi' melintasi lautan Atlantik, seraya berkata,

"Ya Allah, seandainya aku tahu bahwa di balik samudera ini terdapat bumi yang lain, tentu akan aku lanjutkan pengembaraan ke penjuru negeri untuk berjihad di jalan-Mu."

Pada saat yang sama, putra Abbas, salah satu di antara mereka wafat dan dikubur di Thaif dekat Mekkah, yang kedua di Bumi Turki di wilayah paling Timur, dan yang ketiga di Afrika, wilayah paling Barat. Hal itu dalam rangka jihad fi sabilillah untuk meraih ridha-Nya. Demikianlah para sahabat dan tabi'in memahami dengan benar bahwa politik eksternal adalah bagian dari lubuk kedalaman ajaran Islam.

Wednesday 25 March 2015

KEPADA MAHASISWA (2)


POLITIK INTERNAL

Wahai Ikhwan!

Biarkan saya untuk berpanjang lebar bersama kalian dalam menegaskan makna ini, Saya katakan, kalau yang dikehendaki dari politik adalah makna internalnya seperti mengatur roda Pemerintahan, menjelaskan tugas-tugasnya, merinci hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, mengontrol dan membantu para petinggi agar mereka ditaati jika berbuat baik dan diluruskan, Jika menyimpang sungguh Islam telah memperhatikan sisi ini, telah meletakkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsipnya, merinci hak-hak pemerintahan dan hak-hak yang diperintah (rakyat) menjelaskan sikap-sikap yang
zhalim dan yang dizhalimi, serta Menggariskan batas-batas (hukuman) yang tidak boleh dilanggar dan dilampaui.

Model-model perundang-undangan perdata dan pidana dengan berbagai cabangnva, telah diungkap oleh Islam. Islam -pada semua posisi- telah meletakkan diri pada suatu posisi yang menjadikannya sebagai sumber yang pertama dan rujukan yang paling suci. Tatkala melakukan hal itu, Islam telah menggariskan ushul yang integral, kaidah-kaidah yang umum dan maqashid, yang melingkupi semuanya. Islam mewajibkan manusia untuk merealisasikannya dan membiarkan mereka untuk
melaksanakan rincian sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, serta berijtihad dengan apa yang lebih memungkinkan untuk mendatangkan maslahat bagi mereka.

Islam telah menggariskan dan menegaskan adanya kepemimpinan umat serta mewasiatkan agar setiap muslim mampu menjadi manajer dengan kesempurnaan manajerialnya dalam memantau jalannya roda pemerintahan, memberikan nasehat, kontribusi, dan selalu kritis terhadap setiap hasil perhitungan. Islam telah mewajibkan kepada petinggi pemerintahan agar berbuat bagi kemaslahatan rakyat dalam rangka memapankan yang haq dan membasmi yang batil, maka ia juga mewajibkan kepada rakyat agar mendengar dan taat kepada pemimpin. Jika pemimpin itu dijumpai melakukan penyimpangan, maka wajib bagi mereka untuk meluruskannya sesuai dengan kebenaran yang ada, memberlakukan hukum yang berlaku, dan mengembalikannya kepada kerangka keadian. Ajaran ini sernua bersandar pada kitab Allah dan hadits-hadis Rasulullah saw., kami sama sekali tidak mengada-ada. Berikut adalah firman Allah yang menjelaskan hal itu:

"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab Yang lain itu. Maka putuskan perkara mereka menurut apa Yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengar meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan Yang terang Seandainya Allah
menghendaki niscaya kamu dijadikan satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap Pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya pada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya padamu apa Yang telah kamu perselisihkan itu.
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari Sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya, Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah Yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah Yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang Yang yakin?" (Al-Maidah: 48-50)

Ada puluhan ayat lain yang membahas apa yang kita sebutkan di atas secara gamblang dan rinci.
Perihal penegasan adanya pemimpin umat dan penegasan dengan adanya opini umum yang ada di dalamnya, Rasulullah saw. bersabda,

"Agama itu nasehat." Mereka berkata, "Bagi siapakah wahai Rasulullah!", Rasulullah menjawab, "Bagi Allah dan Rasul-Nya, Kitab-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin, dan kalangan umum
mereka."

Rasulullah saw. juga bersabda,

 "Sesungguhnya jihad Yang paling utama adalah kata-kata yang benar di depan penguasa durjana "
Penghulu para Syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang Yangberdiri di hadapan pemimpin Yang zhalim kemudian menyuruh (melakukan) kebaikan dan mencegahnya (dari perbuaatan Yang keji) lalu sang pemimpin tadi membunuhnya."

Ada ratusan hadits lain Yang menjelaskan dengan rinci tentang pernyataan di atas, menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, mengontrol kerja para petinggi pemerintahan, dan memantau sejauh mana kadar penghargaan mereka terhadap kebenaran dan upaya mereka dalam merealisasikan hukum-hukum Allah.

Nah, apakah Rasulullah saw. ketika memerintah untuk melakukan campur tangan (terhadap urusan pemerintahan), atau pemantauan, atau kontribusi, atau apalah namanya, beliau menjelaskan bahwa amal tersebut bagian dari agama. Ia adalah jihad akbar yang balasannya adalah syahadah udzmah (syahadah vang paling agung). Apakah ketika melakukan itu Keduanya akan bertentangan dengan ajaran Islam, mencampuradukkan politik dengan agama, atau hal itu merupakan karakteristik Islam
yang karenanya Allah swt mengutus Nabi-Nya Muhammad saw.?

Pada saat kita memisahkan hal tersebut dari Islam, itu berarti kita telah memberikan persepsi pada diri kita tentang sebuah Islam yang khusus, tidak sebagaimana yang dibawa Rasulullah saw.
Sungguh substansi integral dari makna Islam yang shahih ini telah bertengger dalam jiwa Para salalfus shalih dari umat ini, telah bersemayam dengan spiritualitas dan intelektualitas mereka, serta terlihat dengan jelas dalam beberapa abad kehidupan, sebelum akhirnya muncul sebuah islam yang terjajah, yang rendah dan hina.

Dari sinilah wahai ikhwan, para sahabat Rasulullah saw. membahas permasalahan sistem pemerintahan, berjihad dalam membela kebenaran, bersedia memanggul beratnya beban dalam kepemimpinan umat, dan memperlihatkan sebuah karakter yang lekat dengan kepribadian mereka, yakni ahli ibadah di malam hari dan tentara berkuda di siang hari. Sampai-sampai Ummul Mukmimm Aisyah berkhutbah di depan khalayak tentang Pernik-Pernik Politik dan mempresentasikannya kepada mereka liku-liku Pemerintahan dengan penjelasan yang memukau disertai argumen yang kuat.

Dari sini pula, maka pasukan tentara yang berani menjebol benteng ketaatan kepada Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, berani memerangi dan melakukan oposisi kepadanya yang di pimpin oleh ibnul Ash'ats dinamakan "Katibatul Fuqaha", karena di dalamnya terdapat Sa'id bin Jubair, Amir Asy-Sya'bi, serta para fuqaha dan ulama dari kalangan tabi'in.

Dari sinilah kita bisa melihat bagaimana sikap para ulama -semoga Allah ridha kepada mereka- dalam memberi nasehat dan kontribusi kepada raja, menghadapi para pemimpin pemerintahan dengan al-haq, yang kisah sebagian mereka tidakkan cukup diungkap di sini, apalagi semuanya.
Masih dari dalam kerangka ini, buku-buku fiqih dulu maupun, sekarang penuh dengan bahasan tentang hukum imarah (kepemimpinan), Syahadah (kesaksian), da'awaa (hukum tuduhan), jual-beli, muamalah, hudud, dan ta'zir (pengasingan). Ini semuanya karena Islam merupakan serangkaian hukum yang bersifat amaliyah (operasional) dan ruhiyah (spiritual). Jika kekuasaan perundang-undangan (baca: Lembaga Legislatif) menggariskan hukum-hukum itu, maka ia siap untuk dijaga (eksistensi hukum tadi) dan dilaksanakan oleh lembaga eksekutif dan yudikatif. Tidak ada gunanya perkataan seorang khatib di atas mimbar setiap Jum'at, "Sesungguhnya khamer, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syetan." (Al-Maidah: 90)
Padahal pada saat yang sama undang-undang negara membolehkan mabuk-mabukan dan para aparat pun tidak segan-segan melindungi para pemabuk, bahkan mengantarkan mereka (ketika mabuk) sampai ke rumah dengan aman.

Oleh karena itulah ajaran Al-Qur'an tidak pernah lepas dari kendali kekuasaan, politik pemerintahan merupakan bagian dari agama, dan di antara kewajiban seorang muslim adalah harus mempunyai kepekaan dalam memberi jalan keluar kepada pemerintah dalam permasalahan politik sebagaimana memberi jalan keluar dalam permasalahan ruhiyah. Inilah sikap Islam terhadap politik internal.

Tuesday 24 March 2015

KEPADA MAHASISWA (1)

Bismillahirahmanirahim


Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, dan para sahabat beliau.

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang
(Al-Qur'an)." (An-Nisa': 174)


MENUJU AMAL

Wahai Ikhwan!

Setiap kali saya berada di tengah banyak orang yang senantiasa mendengarkanku, maka saya memohon kepada Allah dengan sangat agar Dia berkenan mendekatkanku kepada suatu masa, di mana ketika itu kita telah meninggalkan medan kata-kata menuju medan amal, dari medan penentuan strategi dan manhaj menuju medan penerapan dan realisasi Telah sekian lama kita menghabiskan waktu dengan hanya sebagai tukang pidato dan ahli bicara, sementara zaman telah menuntut kita untuk segera mempersembahkan bahkan amal-amal nyata yang profesional dan produktif. Dunia kini
tengah berlomba untuk membangun unsur-unsur kekuatan dan mematangkan persiapan, sementara kita masih berada di dunia kata-kata dari mimpi-mimpi,

"Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."
(As, Shaff" 2-3)

Wahai Ikhwan!

Ikhwan telah menegaskan kepada kalian tentang universalitas, daya jangkau, dan daya sentuh ajaran Islam atas seluruh aspek kehidupan umat, baik yang sedang bangkit, telah mapan, yang baru tumbuh, maupun yang sudah maju. Sebagian mereka memperbincangkan tentang "sikap Islam terhadap nasionalisme". Islam mengingatkan pada kalian bahwa nasionalisme Islam adalah nasionalisme yang paling luas batasnya, yang paling integral eksistensinya, dan paling abadi. Sesungguhnya orang yang paling ekstrim fanatismenya pada tanah air tidak mendapatkan semuanya pada agen-agen nasionalisme fanatik sebagaimana yang didapatkan pada semangat nasionalisme kaum muslimin. Saya tidak perlu memperpanjang penjelasan mengenai hal itu setelah mereka mengungkapnya, akan tetapi saya. hanya akan mengungkap satu hal, yang banyak orang salah paham tentangnya dan besar pula eksesnya. Satu hal itu adalah "Politik dan Islam."


AGAMA DAN POLITIK

Sedikit sekali anda akan menjumpai orang yang berbicara kepada anda tentang politik dan Islam, kecuali anda akan melihat orang tadi memisahkan dengan pemisahan yang sejauh-jauhnya antara politik dan Islam. Ia letakkan setiap makna dari keduanya disisi yang berbeda. Keduanya menurut sebagian besar orang tidak mungkin dapat bertemu dan berintegrasi. Dari pemahaman inilah kemudian sebuah jam'iyah yang berorientasi ke sana dinamakan jam'iyah Islamiyah, bukan Siyasiyah. Di situ yang ada hanya integrasi spiritual keagamaan yang fidak ada unsur politik di dalamnya.

Anda bisa melihat pada pengguliran undang-undang dan sistem yang ada di organisasi-organisasi islam bahwa jam'iyah (organisasi) tidak membahas masalah-masalah politik.

Sebelum saya mengupas teori ini, baik dengan membenarkan atau menyalahkan, saya ingin menekankan dua hal penting:

Pertama: sesungguhnya ada perbedaan yang mendasar antara kepartaian dan politik. Keduanya mungkin bisa bersatu dan mungkin juga berseteru. Mungkin, seseorang disebut politisi dengan segala makna politik yang terkandung di dalamnya, namun ia tidak berinteraksi dengan partai atau bahkan tidak ada kecenderungan ke sana. Mungkin pula ada orang yang berpolitik praktis (terjun dalam kepartaian) namun ia sama sekali tidak mengerti masalah politik. Atau mungkin ada pula orang yang
menggabungkan antara keduanya sehingga ia adalah politisi yang berpolitik praktis atau berpolitik praktis yang politisi pada proporsi yang sama. Ketika saya berbicara tentang politik praktis pada kesempatan ini, maka yang saya kehendaki adalah politik secara umum. Yakni melihat persoalan-persoalan umat baik internal maupun eksternal yang sama sekali tidak terikat dengan hizbiyah
(kepartaian). Ini yang pertama.

Kedua: sesungguhnya orang-orang non muslim, tatkala mereka bodoh tentang Islam ini, atau tatkala mereka dibuat pusing oleh urusan dan kokohnya Islam yang menancap di dalam jiwa para pengikutnya, atau kesiapan berkorban dengan harta dan jiwa demi tegaknya, maka mereka tidak berusaha untuk Melukai jiwa-jiwa kaum muslimin dengan menodai nama Islam, syariat, dan undang-undangnya. Namun mereka berusaha membatasi substansi makna islam pada lingkup sempit Yang menghilangkan semua sisi kekuatan operasional yang ada di dalamnya, Kendati setelah itu yang tersisa bagi kaum muslimin adalah kulit luar dari bentuk dan performa yang sama sekali tidak berguna.

Maka mereka berusaha memberikan pemahaman kepada kaum muslimin bahwa Islam adalah sesuatu sementara masalah sosial adalah sesuatu yang lain. Islam adalah sesuatu dan perundang-undangan adalah sesuatu yang lain. Islam adalah sesuatu suatu dan masalah-masalah ekonomi adalah sesuatu yang lain yang tidak ada hubungannya sama sekali. Islam adalah sesuatu, dan peradaban bukan bagian darinya. Islam adalah sesuatu yang harus berada pada jarak yang jauh dari politik.

Berbicaralah kepadaku atas nama Tuhanmu wahai ikhwan! jika Islam adalah sesuatu yang bukan politik bukan sosial, bukan ekonomi, dan bukan peradaban, lantas apa Islam itu? Apakah ia hanya rakaat-rakaat kosong tanpa kehadiran hati? Apakah ia hanya lafadz-lafadz sebagaimana yang dikatakan Rabi'ah Al-Adawiyah, "Istighfar yang butuh kepada istighfar? " Hanya untuk hal semacam inikah Al-Qur'an itu diturunkan sebagai aturan yang sempurna, jelas, dan rinci? "

Sebagai penjelas bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman," (An-Nahl: 16)

Substansi makna yang merendahkan fikrah Islamiyah dan ruang sempit yang dibatasi oleh makna islam semacam inilah yang diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk mempersempit ruang gerak kaum muslimin di dalamnya dan melecehkan mereka seraya (musuh-musuh itu) mengatakan, "Kami berikan kepada kalian kebebasan beragama. " Padahal Undang-Undang Dasar negara telah menggariskan bahwa agama resmi negara adalah Islam.


ISLAM YANG UTUH

Wahai Ikhwan!

Saya umumkan dari atas mimbar ini dengan penuh keterusterangan, ketegasan, dan kekuatan kata, bahwa Islam itu bukan sebagaimana makna yang dikehendaki para musuh agar umat Islam terkurung dan terikat di dalamnya, islam adalah aqidah dan ibadah, negara dan kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan moral dan material, peradaban dan perundang-undangan. sesungguhnya seorang muslim dengan hukum Islamnya dituntut untuk Memperhatikan semua persoalan umat Barangsiapa yang tidak memperhatikan persoalan kaum muslimin, dia bukan termasuk golongan mereka.

Saya yakin para salafus shalih semoga Allah melimpahkan ridha kepada mereka, tidak memahami Islam selain dengan makna ini. Dengannya mereka berhukum, demi kejayaannya mereka berjihad, di atas kaidah-kaidahnya mereka bergaul dan berinteraksi, serta pada batas-batasnya mereka mengatur setiap urusan dari urusan-urusan kehidupan dunia yang operasional, sebelum nantinya urusan-urusan akhirat yang spiritual. Semoga Allah berkenan memberi rahmat kepada Sang Khalifah Perdana tatkala beliau berkata, "Seandainya tali untaku hilang, tentu aku akan mendapatkannya dalam Kitabullah."

Setelah batasan global dari makna Islam yang syamil dan subtansi makna politik yang tidak terkait dengan kepartaian ini, saya bisa mengatakan secara terus terang bahwa seorang muslim tidak akan sempurna Islamnya. kecuali jika ia seorang politisi, mempunyai jangkauan pandangan yang jauh, dan mempunyai kepedulian yang besar terhadap umatnya. Saya juga bisa katakan bahwa pembatasan dan pembuangan makna ini (pembuangan makna politik dari substansi islam, pent.) sama sekali tidak pernah digariskan oleh Islam. Sesungguhnya setiap jam'iyah islamiyah harus menegaskan pada
garis-garis besar programnya tentang Perhatian dan kepedulian jam'iyah tadi terhadap persoalan-persoalan politik umatnya, Kalau tidak seperti itu, jam'iyah tadi butuh untuk kembali memahami makna islam yang benar.

Wahai Ikhwan!

Biarkan saya. untuk bersama kalian berpanjang lebar dalam menegaskan makna ini, di mana hal itu mungkin sesuatu yang Mengejutkan dan asing di mata mereka-mereka yang terbiasa mendengarkan senandung perpisahan antara Islam dan politik. Mungkin pula setelah penegasan ini, setelah selesainya acara ini, akan ada sebagian orang yang mengatakan, "Sesungguhnya jamaah Ikhwanul Muslimin telah menanggalkan mabda'-mabda'nya telah keluar dari sifat-sifatnya dan menjadi sebuah
jamaah politik, setelah sebelumnya merupakan jamaah keagamaan Kemudian setiap orang yang gemar menduga-duga akan terus melakukan berbagai ta'wil dengan berdasar kepada sebab-sebab perubahan menurut pandangannya itu.

Wahai tuan-tuan, Allah mengetahui bahwa aktifis Ikhwan tidak Pernah melewatkan suatu hari pun untuk tidak menjadi politisi sebagaimana tidak mungkin melalui suatu waktu untuk menjadi ghairul muslimin Dakwah mereka tidak pernah memisahkan antara politik dan agama, dan manusia tidak akan pernah melihat mereka pada suatu saat menjadi pembela hizbiyah.

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya seraya berkata, 'Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amalmu kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." (Al-Qashash:55)

Mustahil Ikhwan meniti jalan yang bukan jalan mereka, atau beramal untuk sebuah fikrah yang bukan fikrah mereka atau mensibghah diri dengan warna yang bukan warna Islam yang hanif.

"Shibghah Allah, dan adakah shibghah yang lebih baik dari pada (shibghah Allah? Dan kami hanya menghambakan diri kepada-Nya." (Al-Baqarah: 138)

Monday 23 March 2015

APAKAH KITA PARA AKTIFIS? (10)


MANHAJ IKHWAN DAN TIMBANGANNYA

Jika anda mengkaji kembali sejarah kebangkitan berbagai bangsa, baik di Barat maupun di Timur, dahulu maupun sekarang, anda akan menjumpai kesamaan bahwa para pelaku kebangkitan dapat menuai sukses karena memiliki manhaj tertentu; yang menjadi pijakan operasional dan tujuan perjuangannya Manhaj ini diletakkan oleh para agen kebangkitan tersebut, lalu diperjuangkan perwujudannya. Mereka bekerja sepanjang kekuatannya masih ada dan selama hayat masih dikandung badan. Jika citacita itu belum dapat diraih sementara masa hidupnya di dunia yang pendek ini telah berakhir, tampillah generasi penerusnya untuk meneruskan bekerja sesuai dengan manhaj yang telah diletakkan. Mereka memulai dari titik di mana generasi pendahulu berhenti; mereka tidak memutus pencapaian yang telah dirauh, tidak menghancurkan komponen-komponen yang telah dibangun, tidak mendongkel pondasi yang telah diletakkan, dan tidak pula memporak-perandakan apa-apa yang telah dirakit. Kalau mereka tidak menambahkan pada tinggalan para pendahulu dengan yang lebih baik, paling tidak mereka bertahan dengan produk yang telah ada dengan menjaganya sekuat tenaga. Kalau mereka tidak mengikuti jejak pendahulu dengan menambah tingkat bangunan lalu melangkah bersama masyarakat menuju ke tujuan yang diinginkan, paling tidak mereka sadar dan mengundurkan diri untuk kemudian menyerahkan tongkat estafet perjuangan kepada yang lain. Begitulah seterusnya, sampai cita- cita dan impian dapat terwujud. Dengan begitu, sempurnalah ke bangkitan, berbuahlah perjuangan panjang, dan sampailah masyarakat ke tujuan yang telah dicanangkan.

Kaji ulanglah berbagai institusi di tengah masyarakat, anda akan melihat apa yang saya katakan ini dengan sejelas-jelasnya bahwa kunci keberhasilan dalam setiap kebangkitan adalah tersedianya manhaj dan orang-orang yang siap bekerja mengikuti petunjuknya (manhaj itu), tanpa bosan dan tanpa surut. Ini sangat jelas terlihat pada khithah yang dilalui oleh dakwah Islam periode awal. Allah telah meletakkan untuknya manhaj yang di atasnya berlalulah dakwah bersama kaum muslimin masa lalu dengan sirriyahnya, kemudian jahriyah, kemudian pengorbanan dijalannya, kemudian hijrah menuju tempat di mana hati-hati yang menerima berada dan jiwa-jiwa yang siap bercokol, kemudian ukhuwah antara jiwa-jiwa ini, kemudian pengokohan ikatan iman di dada, kemudian perjuangan total dan pengasingan diri dari kebatilan menuju kebenaran.

Inilah Abu Bakar ra. Ia menginginkan segera hijrah dari Makkah menuju Madinah, namun Rasulullah saw. menyuruhnya untuk menunggu sampai datang izin dari Allah swt. untuk itu. Tatkala khithah yang pertama dari manhaj dakwah ini telah sempurna, yakni tatkala Rasulullah saw. telah berhasil menerapkan syariatnya, Allah swt. menurunkan firman-Nya.

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu." (Al-Maidah: 3)

Kemudian datanglah setelah Rasulullah saw. para sahabat dan tabi'in yang memindahkan percontohan ideal dan sempurna ini dari jazirah Arab ke berbagai wilayah di dunia, agar kalimah Allah itulah yang tertinggi dan "agar tidak ada lagi fitrah dan (sehingga) agama itu hanya milik Allah." (Al-Baqarah: 193)

Jika anda layangkan ingatanmu pada sejarah firqah-firqah Islam dan peristiwa-peristiwa sebelumnya, lalu tegaknya daulah Abbasiyah di Timur dan kebangkitan negeri-negen modern benua Eropa, seperti: Perancis, Italia, juga Rusia, dan Turki, baik pada periode awalnya (yakni periode penyatuan dan penanaman pondasi negara) maupun pada periode ini (yakni periode pembentukan prinsip-prinsip dasar dan penyebaran pandangannya), niscaya anda akan melihat bahwa semua itu tunduk di
bawah sebuah manhaj yang jelas khithahnya, yang dapat mengantarkan kepada suatu tujuan yang bisa diperhitungkan dan dijadikan orientasi bagi perjalanan umat.

Wahai saudaraku, saya yakin bahwa semua revolusi sepanjang sejarah dan semua sejarah kebangkitan pada suatu masyarakat selalu berjalan sesuai dengan undang-undang ini, meski kebangkitan agama yang dipelopori para nabi dan rasul. Hanya saja, kebangkitan yang terakhir ini manhajnya digariskan oleh Allah swt., Rasul, dan orang-orang setelahnya memberi bimbingan kepada kaumnya untuk menapaki khithah manhaj ini, langkah demi langkah, pada waktunya yang tepat, lalu didukunglah mereka untuk meraih kemenangan dari sisi-Nya. Dengan itu, kebangkitan pasti terjadi.

"Allah telah menetapkan, Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa." (Al-Mujadilah: 21)

Bagaimana mungkin kekeliruan akan datang jika peletak manhaj adalah Dzat Yang Mahatahu, sedangkan pelaksananya adalah orang yang terpelihara dari kekeliruan dan terjaga dari kesalahan, serta dibekali dengan taufik, dan kemenangannya dijamin oleh Allah? Dari itulah maka kenabian ini merupakan rahmat bagi semesta alam.

Tentang kata-kata ini, Para pembaca akan terbagi menjadi dua kelompok.

Pertama, kelompok orang yang mengkaji sejarah umat dan tahapan-tahapan kebangkitannya ia pasti meyakini sepenuhnya.

Kedua, kelompok orang yang tidak memiliki kesempatan untuk ini. Jika mau, pelajarilah agar mereka tahu bahwa saya tidak berkata kecuali benar adanya. Tidaklah saya menginginkan kecuali perbaikan, sebisa yang saya lakukam

Semua pembahasan di atas menceritakan kebangkitan yang wajar (sesuai dengan sunnatullah). Sedangkan kebangkitan kita, apakah ia juga akan terjadi sesuai dengan sunnatullah dalam alam dan kehidupan sosial ini? Itulah yang saya ragu. Saya mencatat bahwa kita memiliki watak tergesa-gesa dan mudah terpengaruh serta emosional. juga watak-watak negatif lain, baik sosial maupun non sosial, yang menjadikan kebangkitan kita akan terjadi secara tiba-tiba dan langsung menguat seiring dengan kuatnya pengaruh waktu, lalu menurun dan akhirnya lenyap seperti tak terjadi apa-apa. Jika saja tujuan perjuangan kita dipahami orang banyak, saya masih yakin akan adanya dua faktor yang menyertai pemahaman tersebut.

Pertama, sarana-sarananya tidak dikenal dan tidak tertentu, bahkan mungkin dipahami secara kontradiktif oleh masing-masing mereka dan kita tidak merasakannya.

Kedua, terputusnya hubungan secara total antara generasi pendahulu dan generasi penerus, Mungkin generasi pendahulu baru sampai di pertengahan jalan, namun generasi berikutnya tidak meneruskannya karena terputus tadi. Mereka bahkan memulai kembali dari awal yang terkadang bisa juga mencapai hasil sebagaimana yang dicapai oleh para pendahulunya, namun terkadang juga kurang darinya atau bisa juga lebih banyak. Yang penting, umat tidak pernah sampai kepada tujuan akhir, karena pekerjaan individual itu sangat terbatas bila dibanding dengan usia kebangkitan dan umur umat. Kalau ada pikiran bahwa satu orang dapat mewujudkan seluruh keinginan umat, itu adalah khayalan dan tipuan emosi belaka. Setiap pekerja harus menurunkan kadar emosinya agar ia bisa mengambil manfaat dari apa yang dikerjakan pendahulunya.

Ini sekedar pemaparan realitas yang memang terjadi, Setelah itu, saya ingin mengatakan bahwa Ikhwanul Muslimin memiliki manhaj yang jelas, yang mereka berjalan di atasnya, yang menimbang diri mereka dengannya, dan mengetahui pula sekali-kali di mana posisi mereka di hadapan manhaj ini. Lalu tiba-tiba anda bertanya kepada mereka tentang dasar manhaj ini secara teoritis "apakah itu?"

Saya akan menjawabnya dengan jawaban terus-terang dan tuntas bahwa ia adalah kaidah-kaidah dan dasar yang didatangkan oleh Al-Qur'an Al-Karim. Jika anda bertanya tentang sarana dan khithah kerjanya, saya menjawab dengan terus-terang juga bahwa ia adalah sarana dan khithah warisan Rasulullah saw. Dan tidaklah baik akhir urusan umat ini, kecuali dengan kebaikan yang ada pada generasi awalnya.

Dengan uraian-uraian ini, usailah serial global mengenai Ikhwanul Muslimin yang dinamis. Saya berharap bahwa ia berpengaruh bagi para pembaca yang budiman, kemudian memberi dukungan kepada mereka yang siap mempersembahkan segalanya. di jalan Allah dan dakwah, serta bergabung dengan mereka untuk memberikan sahamnya lebih banyak dalam menghadapi kebangkitan yang wajar ini, yang pekerjanya setiap hari menuai kemenangan baru. Jika tidak mengantarkannya kepada kemerdekaan, paling tidak mengantarkannya kepada generasi berikutnya, berkat kegigihan perjuangannya, insya Allah.

"Dan katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan menilai pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
(At-Taubah: 105).

Sunday 22 March 2015

APAKAH KITA PARA AKTIFIS? (9)

HAK  AL-QUR'AN

Saya tidak melihat Sesuatu yang seharusnya selalu dijaga namun hilang, atau sesuatu yang seharusnya menjadi pokok persoalan tetapi diabaikan, sebagaimana Al-Qur'an Al-Karim. pada hal Allah swt. menurunkannya sebagai kitab dengan kandungan aturan yang tegas, sebagai undang-undang yang integral, dan sebagai pilar bagi urusan agama dan dunia ini.

"Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji."(Fushilat: 42)

Saya berkeyakinan bahwa tujuan paling penting dari diturunkannya Al-Qur'an yang wajib ditunaikan oleh umat Islam ada tiga:


  • Pertama, memperbanyak membacanya (tilawah) dengan niat taqarrub kepada Allah swt.
  • Kedua, menjadikannya sebagai sumber hukum agama yang senantiasa dikaji dan digali, serta dijadikan rujukan.
  • Ketiga, menjadikannya sumber undang-undang dunia, yang harus dipetik nilai-nilainya dan diterapkan dalam realitas kehidupan.


Itulah beberapa tujuan yang terpenting dari diturunkannya Al-Qur'an dan diutusnya Nabi, Ia tinggalkan Al-Qur'an untuk kita sebagai pemberi nasehat, pemberi peringatan, sebagai hukum, keadilan, dan sebagai timbangan yang adil. Para salafush shalih memahami benar tujuan ini. Mereka pun menerapkannya dengan sebaik-baik penerapan; ada di antara mereka yang selesai membacanya dalam tiga hati; ada pula yang menyelesaikannya dalam tujuh hati; ada lagi yang mengkhatamkannya kurang dari itu atau lebih darinya. Sebagian dari mereka lalai dari membaca Al-Qur'an, ia memandang mushaf lalu membacanya beberapa ayat sembari bergumam, "Agar saya tidak termasuk orang yang meninggalkan Al-Our'an."

Dengan begitu, Al-Qur'an menjadi cahaya hati mereka, tradisi ibadah yang senantiasa dibacanya siang dan malam. Semoga Allah swt. meridhai khalifah ketiga (Utsman bin Affan ra.) yang tidak melupakan mushaf, sementara para pembunuh berada di pintunya dan pedang telah menempel di lehernya. Ia rengkuh Kitabullah di awal malam dan berjumpa dengan maut di penghujungnya
Semoga Allah merahmati orang yang dalam ratapannya tidak menemukan kata-kata yang paling baik kecuali: Mereka berkorban dengan sujudnya yang panjang dengan itu dilalui malam bersama tasbih dan Qur'an. Jika anda. menelaah kembali perjalanan hidup mereka, niscaya anda tidak mendapati seorang pun dari mereka meninggalkan Kitabullah atau tidak membaca Al-Qur'an selama sepekan, apalagi sebulan, atau lebih lama dari itu. Saya tidak ingin berpanjang kata dalam menceritakan apa yang saya pelajari dan mengambil hikmah dari buku sejarah dan Sirah mereka. Mereka jika ingin mengambil kesimpulan hukum agama Allah, maka Al-Qur'anlah yang pertama kali menjadi rujukan.

Lagi pula, apalagi yang pertama jika bukan Kitab Allah? Anda juga menyaksikan Rasulullah saw. tatkala membenarkan Mu'adz bin Jabal saat bertanya kepadanya, "Dengan apa anda menghukum?" Ia menjawab, "Dengan Kitabullah." Ia memulai dengannya lalu dengan Sunah yang suci Dan anda telah
mengetahui bahwa Umar ra. melarang banyak sahabat untuk berbicara kepada orang yang baru masuk Islam dengan hadits-hadits dan berbagai kejadian yang ada sebelum dipahamkan dahulu dengan Kitabullah pertama kali; mereka dikenalkan dengan hukum halal dan haram. Engkau juga menyaksikan para tokoh tabi'in dan pengikut tabi'in yang baik-baik, semisal Sa'id bin Musayyib, mereka tidak memberi izin kepada orang untuk menghimpun fatwa-fatwanya dikarenakan khawatir orang akan berpaling dari Kitabullah kepada kata-kata mereka. Sa'id bin Musayyib pernah merobek-robek lembaran kertas dari orang yang mencatat fatwa-fatwanya sembari berkata, "Engkau mengambil kata-kataku sementara meninggalkan Kitabullah. Engkau pergi lalu berkata Kata Sa'id, kata Sa'id?' Berpegang teguhlah kepada Kitabullah kemudian Sunah Rasul-Nya."

Tidakkah anda melihat dari kenyataan ini bahwa salafush shalih. ra. menjadikan Kitabullah sumber dari segala sumber yang dari sana mereka mengambil kesimpulan hukum bagi agama Allah.
Tidaklah ada sistem hidup di dunia bagi mereka- kecuali harus selaras dengan apa-apa yang diperintahkan Allah dan tunduk patuh kepada apa yang diturunkan oleh-Nya; hak-hak yang harus ditunaikan, hukum-hukum yang harus diterapkan, dan perintah-perintah yang harus dikerjakan, tanpa pengabaian, penghilangan, maupun komentar. Demikianlah masa lalu, masa di mana Islam adalah bangunan sistem yang segar bugar dan buah agama yang telah ranum. Masa di mana umat Islam memahami dengan baik hukum-hukum agamanya dan fasih membaca Al-Our'an sebagaimana
diajarkan oleh Allah dan Nabi-Nya.

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran," (Shad: 29)

Lalu berubahlah negeri-negeri itu, berterbanganlah kekuatan jiwa Qur'an dari akal pikiran dan benak manusia, dan merasuklah sebagai gantinya polusi kebatilan; dan tiba-tiba saja mereka sudah berada di suatu lembah sedangkan Al-Our'an ada di lembah lain sementara jarak antara dua lembah itu sejauh timur dan barat. Ia berlalu menuju timur sedangkan anda menuju barat betapa jauhnya jarak antara timur dan barat.

Adapun ibadah dengan tilawah Qur'an di waktu malam dan siang, sedikit sekali diantara kita yang memperhatikan dan mengamalkannya. Sedangkan para pelaku ibadah yang lain, yang beribadah dengan cara yang mereka buat sendiri atau ditetapkan oleh para mursyidnya; semisal amalan wirid, hizib, dan salawat, kesibukan amal yang dengannya mereka meninggalkan Kitabullah kecuali sekedar tilawah, menghafal, dan mengulang-ulangnya, kami tidak menganggap haram bacaan wirid yang benar dan tidak pula melarang orang mengamalkan doa-doa dan hizib, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan syariah. Namun demikian, kami ingin menegaskan bahwa Kitabullah itu lebih utama.

Pertama, seleksilah dari hizib-hizib itu yang kiranya dapat  menghubungkan hatimu dengan Nya atau mengikatkan ruhanimu dengan cahaya-Nya, lalu berdzikir Setelah itu dengan cara-cara yang sesuai dengan aturan agama. Adapun jika anda pinggirkan Al-Qur'an dengan menjadikan ibadahmu hanya melaksanakan cara-cara yang anda tetapkan sendiri atau ditetapkan oleh orang lain, maka itu berarti
anda telah meninggalkan Al-Qur'an dan mengabaikan hak-haknya.

Adapun tentang menyimpulkan hukum dari Al-Qur'an, banyak orang yang jatuh dalam kebodohan. mereka meletakkan hijab antara dirinya dengan Qur'an dengan hijab yang tebal, yang menjadikan mereka lebih puas dan lebih asyik dengan kesimpulankesimpulan atau komentar-komentar saja. Hasrat mereka untuk menyelam lebih dalam bersama sesuatu yang lebih berharga amatlah kecil. Apalagi mengenai penerapan hukum-hukum yang bersifat duniawi, orang telah menggantikannya dengan selain Qur'an. Mereka meletakkan -sebagai gantinya- prinsi-pprinsip asing yang dibangun oleh Prancis dan Romawi untuk dijadikan sumber undangundang dan dasar hukumnya. Dengan demikian, terabaikanlah hukum-hukurn Kitabullah di kalangan kaum muslimin, padahal di sanalah Allah swt. memberi pelajaran kepada mereka tentang segenap kebaikan, jilka saja mereka mendengarkan.

Setelah itu cukuplah bagi kaum muslimin, Al-Qur'an hanya menjadi mantera-mantera untuk penyembuhan, hiasan di perkumpulan-perkumpulan, serta pengiring bagi resepsi pesta maupun upacara kematian. Taruhlah mereka menjadikan Al-Qur'an seperti itu, namun kalau saja dibarengi dengan penunaian hak-haknya, tidaklah mengapa. Akan tetapi, anda menyaksikan-bersama dengan itu bahwa mereka acuh tak acuh dan mengalihkan perhatiannya kepada canda ria dan asyik berbincang sesamanya. Padahal Allah swt. berfirman,

"Jika dibacakan Al-Qur'an maka dengarkan dan perhatikanlah, mudah-mudahan kalian mendapatkan rahmat." (Al-A'raf: 204)

Dahulu Al-Qur'an adalah hiasan shalat, kini hanya menjadi hiasan resepsi; dahulu ia adalah timbangan keadilan dalam mahkamah, kini hanya menjadi pengiring senda gurau dan hari-hari besar; dahulu ia adalah media pelengkap pidato dan nasehat, kini hanya menjadi jimat dan mantera-mantera. jadi, berlebihankah jika saya katakan bahwa

"tidak kulihat sesuatu yang harusnya dijaga namun justru hilang sebagaimana Kitabullah?"

Sungguh, suatu kontradiksi yang aneh terjadi pada kita dalam menyikapi Al-Qur'an. Kita mengagungkannya tanpa ragu, kita membelanya tanpa ragu, dan kita taqarrub kepada Allah dengannya juga tanpa ragu. Namun wahai manusia, kalian salah langkah dalam mengagungkannya, kalian justru menjauh dari jalan pembelaan terhadapnya, dan kalian sesat dalam melakukan taqarrub kepada Allah dengannya.

Bukankah berarti menyia-nyiakan Kitabullah manakala anda melihat tempattempat yang dari sana Al-Qur'an menelorkan sejumlah besar pejuang pilihan, kini menjadi tempat menyepi bagi orang-orang yang menghafalkannya dan dengan alasan itu mereka udzur dari medan perjuangan?
Bukankah berarti menyia-nyiakan Al-Qur'an manakala anda menyaksikan mahasiswa masuk di Universitas Al-Azhar, kemudian menghafal Al-Qur'an hanya karena ia merupakan syarat untuk diterimanya di sana? Ketika ia keluar dari sana, serta merta ia melupakannya, karena Al-Qur'an tidak lagi menjadi syarat penerimaan ijazah kelulusannya. Anda menyaksikan, jika ia menjadi imam bagi orang banyak, ia banyak membuat kesalahan jika berceramah, ia bersandar kepada para fuqaha di kampung; Jika menjadi pembela atau hakim, ia kembali kepada mushaf untuk mengoreksi beberapa
ayat yang akan dijadikan rujukan.

Sungguh, kita telah benar-benar menyia-nyiakan Al-Qur'an. Seolah-olah di tangan kita ada kitab warisan yang tidak bisa memberi pengaruh apa pun dan tidak pula ditegakkan kandungannya. Inilah hakekatnya, pangkal dari segala musibah yang menimpa kita. Jika anda mengetahui ini wahai pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa lkhwanul Muslimin berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengembalikan mereka kepada Kitabullah; mereka beribadah dengan tilawahnya, mengambil cahayanya dalam memahami kata-kata para pemimpin umat dengan ayat-ayatnya, meminta kepada
semua orang untuk menerapkan hukum-hukumnya, dan menyeru mereka bersama-sama untuk mewujudkan tujuan ini, yang itu adalah semulia-mulia tujuan seorang muslim dalam hidupnya.
Bagi Allahlah segala urusan, baik dahulu maupun sekarang.

Wednesday 18 March 2015

APAKAH KITA PARA AKTIFIS ? (8)


JIHAD ADALAH KEHORMATAN KAMI

Allah swt. telah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin telah dan terus bekerja dengan hanya mengharap ridha Allah, tidak menunggu ucapan terima kasih dan balasan dari seorang pun. Mereka yakin bahwa ketika mereka bekerja, mereka tengah melakukan sebagian dari kewajiban yang dituntut Islam dari putra-putranya, meskipun masih banyak kekurangannya.

Kami ingin menyampaikan kepada orang tentang dakwah kami, menjelaskan kepada mereka batasan orientasi kami, dan menyingkap di hadapan mereka hakekat kami. Semua itu dengan harapan kiranya kami mendapatkan para pendukung kebajikan dan pembimbing umat yang siap bekerjasama dengan kami lalu berlipat gandalah kemanfaatan, semakin dekatlah jarak menuju tujuan, dan terwujudlah apa-apa yang kita impikan bersama; menyangkut perbaikan secara menyeluruh dan penyelamatan segera.

Sesungguhnya, jika hati demi hati berlalu tanpa diisi oleh umat dengan aktivitas yang berorientasi kebangkitan dari selimutnya, niscaya jarak tempuh pun akan kian jauh saja. Sungguh, pada dakwah Ikhwan jika saja orang mengetahui ada penyelamatan; pada manhaj mereka jika saja umat mencermatinya ada keberhasilan; pada perjuangan mereka jika saja orang memberi dukungan ada penggapaian cita-cita. Tiada kemenangan kecuali dari sisi Allah swt., Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Kemudian, disebutkan dalam suatu riwayat yang shahih, yang kurang lebih isinya bahwa Mu'adz ra. suatu saat berjalan bersama Rasulullah saw., lalu beliau berkata,

"Kalau anda mau wahai Mu'adz, saya akan menceritakan tentang kepala dan mahkota urusan ini. Kepala urusan ini adalah engkau bersyahadat bahwa tiada Tuhan kecuali Allah seorang diri, tiada sekutu bagiNya, dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Sedangkan pilar urusan ini adalah menegakkan shalat dan menunaikan zakat, sedangkan mahkotanya adalah jihad di jalan Allah. Saya diutus semata-mata untuk memerangi manusia sehingga mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan bersyahadat bahwa tiada Tuhan kecuali Allah seorang diri, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Jika mereka melakukan ini, niscaya mereka terlindung
serta dilindungi darah harta mereka, kecuali dengan haknya, dan setelah itu hitungannya dikembalikan kepada Allah. Demi Dzat yang Muhammad ada di tangan-Nya, tidak ada pekerjaan yang menjadikan pucatnya wajah dan berdebunya kaki dengan hanya mengharapkan surga setelah shalat walib, kecuali jihad di jalan Allah. Dan tiada yang lebih berat timbangan seorang hamba kecuali penunggang kuda yang gugur dijalan Allah."

Itulah definisi Nabi saw. tentang Islam, dan beliau adalah yang paling tahu tentangnya. Adapun Ikhwanul Muslimin, ia tidaklah menggiring umat manusia kepada selain Islam dan manhajnya, tidak pula menapaki sistem, kecuali sistem Islam. Saya telah banyak berbicara tentang mereka menyangkut shalat dan zakat, serta apa-apa yang mereka inginkan dari diri mereka dan dari orang lain dengannya.
Kini saya berbicara kepadamu tentang Ikhwanul Muslimin yang berjihad dan apa-apa yang mereka inginkan dari diri mereka dan orang lain dari jihad di jalan Allah, yang ia adalah mahkota Islam.

Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta adalah munculnya emosi yang dinamis dan kuat, yang mengaliri gelora cinta untuk meraih kembali kehormatan dan kejayaan Islam; yang membisikkan gejolak rindu untuk menggapai kekuasaan dan kekuatannya; yang menangisi duka lara dan meratapi nasib kaum muslimin yang lemah dan hina; yang menyalakan api duka cita atas realitas yang tidak diridhai oleh Allah, Muhammad, dan tidak juga oleh jiwa dan nurani yang muslim dan
"Barangsiapa tidak peduli terhadap urusan umat Islam, maka ia bukan golongan mereka." Begitulah sebuah hadits menuturkan.

Dengan demikian kemuraman hati berangsur meleleh bila padanya bersemayam Islam dan iman
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah menjadikan duka cita atas kondisi yang mengitari itu sebagai pemicu dalam berpikir secara sungguh-sungguh bagaimana mendapatkan jalan keluar; dalam merenung panjang dan mendalam bagaimana memilih jalan-jalan amal dan mencari cara-cara penyelesaian. Barangkali dengan begitu anda akan mendapati di tengah umat orang yang siap menunaikannya dan secara tiba-tiba mendapatkan penyelamatan. Niat seseorang lebih baik daripada amalnya, dan Allah swt. Maha tahu terhadap kerdipan mata serta apa yang disembunyikan oleh hati.

Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah anda menyisihkan dari sebagian waktu, sebagian harta, dan sebagian tuntutan pribadimu untuk kebaikan Islam dan putra-putra kaum muslimin. Jika anda seorang pemimpin, maka berinfaqlah untuk memenuhi tuntutan kepemimpinanmu; Jika anda seorang prajurit, maka bantulah para da'i dengan aktivitasmu. Masing-masing dari mereka mendapatkan kebaikannya dan Allah memberi pahala untuk semuanya.
Allah swt. berfirman,

Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (Pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimbulkan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih.
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik, dan mereka
tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak pula yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal shalih pula), karena Allah akan memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(At-Taubah: 120-121)

Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah anda memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, menaati Allah, mengikuti Rasul-Nya, mengamalkan Kitab-Nya, serta. memberi nasehat kepada para pemimpin Islam dan masyarakatnya, dengan hikmah dan mau'idzah hasanah, Suatu kaum jika telah meninggalkan sikap saling menasehati, mereka akan menjadi hina, dan jika meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar, mereka menjadi terlantar.

"Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani lsrail dengan lisan Daud, dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka selalu perbuat itu." (Al-Ma'jdah: 78-79)

Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta anda menjadi prajurit Allah, anda melindungi-Nya dengan jiwa dan harta anda. Untuk-Nya, jangan sisakan milik anda sedikit pun. Jika kejayaan dan kehormatan Islam terancam dan gema seruan kebangkitan diserukan, anda harus menjadi orang yang pertama kali menyambut seruan itu dan menjadi orang pertama yang maju ke medan jihad.

"Sesungguhnya Allah membeli dari kaum mukminin, jiwa dan harta mereka, dengan surga untuk mereka." (At-Taubah: 111)

Sebuah hadits menyatakan,

"Barangsiapa mati dalam keadaan belum pernah perang dan belum pernah terbetik dalam dirinya untuk itu, maka ia mati di atas bagian dari kemunafikan." (HR. Muslim, Abu Daud, dan Nasa'i)

Dengan demikian itulah penyebaran Islam, hingga ia merambah seluruh permukaan bumi.
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, anda bekerja demi menegakkan timbangan keadilan, melakukan perbaikan urusan seluruh makhluk, meluruskan tindak kezhaliman, dan mencegah tangan pelakunya seberapa pun kekuatan dan kekuasannya. Dalam hadits riwayat Abu Sa'id Al-Khudri ra., Nabi saw. bersabda,

"Seutama-utama jihad adalah kata-kata benar di hadapan penguasa yang zhalim."
(HR. Abu Daud dan Bukhari)

Dari jabir ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda,

"Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berkata lantang di hadapan penguasa yang zhalim memerintah dari mencegahnya, akhirnya dibunuhlah ia."
(HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih)

Sebagian dari jihad fi sabilillah wahai saudaraku tercinta, jika anda tidak dapat melakukan semua itu, hendaklah anda memberikan cinta anda kepada para mujahid dari relung hati yang paling dalam dan memberi masukan nasehat kepada mereka dengan buah pikiran anda yang jernih. Dengan begitu, Allah swt. telah mencatat untuk anda pahala dan telah melepaskan anda dari tanggung jawab. Janganlah sekali-kali anda menjadi orang selainnya, sehingga hati anda akan dikunci dan dituntut dengan sepedih-pedih siksa.

"Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit, dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk mengalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. Dan tiada (pula dosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, Aku tidak memperoleh kencaraan untuk membawamu, lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak
memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (At-Taubah: 91-93)

Demikian inilah sebagian dari tingkatan-tingkatan jihad dalam Islam. Lalu dimanakah posisi Ikhwanul Muslimin di antara tingkatan-tingkatan ini? Adapun jika mereka tengah larut dalam duka lara menyaksikan derita yang menimpa kaum muslimin sekarang ini, maka Allah mengetahui bahwa salah satu dari mereka karena larutnya dalam perasaan duka cita ada yang sampai tidak bisa lagi
memberikan kelembutan perasaan dan kasih sayangnya kepada keluarga maupun saudara-saudaranya, tidak dapat lagi menikmati keindahan dan kenikmatan yang ada di alam nyata ini.

Adapun jika mereka tengah berada di jalan pembebasan, maka Allah mengetahui bahwa tiada sebuah fikrah pun yang dapat diterima oleh mereka, tiada suatu langkah pun yang dapat memuaskan jiwa mereka, tiada suatu urusan pun yang menyibukkan pikiran mereka sebagaimana urusan yang tengah memenuhi kepala dan dadanya ini, dengan sepenuh perasaan dan perenungannya.

Adapun jika mereka adalah orang-orang yang tengah berjuang di jalan ini dengan waktu dan harta bendanya, maka cukuplah anda mengunjungi tempat perkumpulan mereka, niscaya anda akan mendapati mata-mata sayu karena banyak begadang, wajahwajah pucat karena kelelahan, badan-badan layu karena dilelahkan oleh semangat iman dan aqidahnya, serta pemuda pemuda yang menghabiskan waktunya hingga lebih dari tengah malam dengan serius duduk di balik meja-meja kantor mereka, sementara anak-anak muda sebayanya tengah asyik dengan canda ria, obrolan dan kenikmatan duniawinya. Memang, betapa banyak mata yang begadang demi mata yang lelap tertidur. Namun demikian, kita serahkan pahalanya kepada Allah dan kita tidak merasa memberi kenikmatan dengannya.

"Sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar." (Al-Hujurat: 17)

Jika anda bertanya tentang harta yang diinfaqkan untuk dakwah mereka, tidaklah ia kecuali harta yang sedikit saja jumlahnya yang mereka berikan dengan sepenuh keridhaan dan lapang dada. Sungguh, mereka memuji Allah karena mereka dapat meningkatkan pengorbanan, berlapang dada melepaskan harta dari jenis kebutuhan sekunder menuju sikap ekonomis dalam menggunakan harta dari jenis kebutuhan primer, untuk selanjutnya menginfaqkan yang sekundernya di jalan Allah.

"Dan siapa yang dipelihara dari Kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (AI-Hasyr: 9)

Alangkah bahagianya kita jika Allah swt. menerima itu semua dari kita, karena ia memang dari-Nya dan untuk-Nya.

Ada pun jika mereka adalah orang-orang yang beramar ma'ruf dan nahi munkar, maka mereka memang telah memulai dari diri mereka sendiri lalu keluarganya, rumah tangganya, saudara-saudaranya, dan kemudian handai taulannya. Bersama dengan itu mereka bekali diri dengan kesabaran dan kearifan. Tidakkah anda menyaksikan penerbitan mereka bahwa ia adalah salah satu dari langkah amar ma'ruf nahi munkar. Tidakkah anda menyaksikan pidato-pidato dan kata-kata mereka bahwa ia adalah salah satu jalan pembebasan ini?

Adapun tingkatan jihad selain ini, maka jamaahlah yang harus menunaikannya. Ikhwanul Muslimin generasi pertama pun tidak rnenyia-nyiakan potensinya untuk terlibat, karena mereka demikian memahami posisinya di hadapan agama ini dan mengetahui pula bahwa Nabi saw. bersabda,

"Barangsiapa menemui Allah tanpa tanda bahwa dirinya telah berjihad, ia menemui Allah dalam keadaan cacat (sumbing)." (HR, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Mereka memohon kepada Allah agar memperkenankan mereka bertemu dengan-Nya dalam keadaan tidak cacat. Allah swt. telah berfirman,

"Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. kobarkanlah semangat para mukminin (untuk berperang)." (An-Nisa: 84)

Dengan demikian, kami berharap bahwa kami telah menyampaikan berita tentang jamaah dan semoga suara ini telah benar-benar sampai ke telinga mereka, kemudian terdapatlah disana 'lahan subur' untuk melahirkan tambahan tenaga pekerja dan siap bergabung dengan barisan para mujahid

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)

APAKAH KITA PARA AKTIFIS? (7)


ZAKAT

Shalat dan zakat dijadikan oleh Allah swt. sebagai 'pagar betis' bagi agama dan syariat. Allah swt. membandingkan antara keduanya di banyak tempat dalam Al-Qur'an Al-Karim sebagai isyarat betapa agung kedudukan keduanya. Shalat adalah media penghubung antara anda dengan Allah, di samping juga antara anda dengan makhluk yang lain. Bukankan di alam wujud ini ada sesuatu selain Khalik dan makhluk? Jika anda telah berhasil menjalin hubungan baik dengan keduanya, pada hakekatnya anda telah mendapatkan kebaikan yang paripurna dan puncak kebahagiaan. Bila shalat merupakan penyuci jiwa dan pembersih ruhani, maka zakat adalah penyuci harta dan pembersih penghasilan.

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (At-Taubah: 103)

Allah swt. juga menjadikan shalat dan zakat sebagai fenomena keimanan serta bukti sehatnya aqidah. Al-Qur'an mengisyaratkain hal ini dalam ayat-Nya,

"Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama." (AtTaubah:11)

Ayat ini memberikan pemahaman bahwa barangsiapa cacat dalam menjalankan kewajiban shalat dan zakat, ia bukan saudara seagama, Boleh jadi inilah yang dipahami oleh Abu Bakar ra ketika memerangi orang yang tidak menunaikan zakat dan disetujui juga oleh seluruh sahabat Rasulullah saw. Orang-orang yang tidak mau menyerahkan zakat dianggapnya murtad.

Dalam riwayat Sittah, dari Abu Hurairah ra. berkata, "Tatkala Nabi saw. wafat, kafirlah orang yang kafir dari masyarakat Arab. Berkatalah Umar kepada Abu Bakar ra ' 'Bagaimana anda memerangi orang, padahal Rasulullah saw. pernah bersabda,

"Aku diutus untuk memerangi manusia sehingga mereka mengatakan 'tidak ada Tuhan kecuali Allah.' Barangsiapa mengatakannya. maka ia terlindung dariku harta dan Jiwanya kecuali dengan haknya. Dan perhitungannya -setelah itu- ada di sisi Allah swt."

Berkata Abu Bakar ra. "Demi Allah sungguh aku akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dan zakat. Shalat adalah hak Allah sedangkan zakat adalah hak harta. Demi Allah, jika mereka menolak untuk memberikan kepadaku sebuah tali kuda yang dahulu pernah diberikannya kepada Rasulullah saw, niscaya mereka akan aku perangi karena penolakannya, " Umar ra. berkata, “Demi Allah, ketika saya melihat bahwa Allah swt. telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memutuskan perang, saya memahami bahwa ia adalah benar belaka.’”

Cermatilah -semoga Allah memeliharamu- bagaimana Abu Hurairah ra. menyebut orang yang menolak untuk memberikan zakat dengan kata-kata "kafirlah orang yang kafir", dan bagaimana pula Abu Bakar melihat bahwa penolakan zakat hakekatnya sama dengan penghancuran agama, sehingga pelakunya harus diperangi meskipun ia telah bersyahadat , dan bagaimana pula Umar ra. mengakui pendapat Abu Bakar sebagai pendapat yang benar. Allah dan Rasul-Nya telah memberi ancaman kepada orang yang menolak untuk memberikan zakatnya dengan ancaman yang keras. Allah swt.
berfirman,

"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak membelanjakannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka,'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At-Taubah:34-35)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda,

 "Barangsiapa dianugerahi Allah harta lalu ia tidak menunaikan kewajiban zakatnya, pada hari kiamat harta itu akan dijadikan ular berbisa. ia lalu melingkari pemilik harta tadi dan mengangkat mulutnya sembari berkata, Akulah harta dan simpananmu."'

Pada hadits lain disebutkan,

Celakalah orang-orang kaya, karena sebagian dari orang-orang fakir pada hari Kiamat berkata, 'Wahai Tuhan kami, mereka mendzalimi hak-hak kami yang telah Engkau jadikan untuk kami.' Allah swt. menjawab, 'Demi keagungan dan kohormatan-Ku, sungguh Kudekatkan kalian dan Kujauhkan mereka."'

Yang demikian bisa terjadi pada hari Kiamat, karena zakat memang merupakan sistem yang disyariatkan, pilar dari aktivitas yang bermanfaat, dan alat koreksi bagi pribadi yang bakhil. Ia melatih sikap dermawan, mengokohkan rasa kasih sayang, menyeru hati untuk berhimpun, memusnahkan rasa dengki, menyerukan saling bahu dan saling bergantung dalam kebaikan, menjauhkan akar-akar keburukan dan kerusakan, serta memadamkan api kecemburuan. Setiap orang akan melindungi orang yang berjasa padanya. Karenanya, jika anda dapat berbuat baik -seberapa pun- maka berbuatlah.

Pengelolaan zakat adalah salah satu tugas penguasa, Ia harus bekerja untuk mengumpulkan, mendata, dan membagikannya kepada para mustahiq (orang yang berhak) yang telah Allah swt. tetapkan. Kalau saja pemerintah-pemerintah Islam memiliki kepedulian terhadap urusan zakat ini, niscaya mereka dapat memiliki kekayaan yang baik dan dapat menggantikan berbagai pungutan pajak yang zhalim.

Dengan demikian, zakat juga berarti pemenuhan kewajiban yang telah hilang dan salah satu rukun Islam yang selama ini disia-siakan. Adapun jika pemerintah-pemerintah Islam melalaikan pengurusan zakat ini; baik pengumpulan maupun distribusinya, maka setiap pribadi harus menghidupkan syiar ini dan menegakkan kembali kewajiban ini serta mengeluarkan kembali hak Allah untuk para hambanya. Barangsiapa menyianyiakannya, maka ia berdosa dan balasan yang pedih menantinya dari sisi Tuhannya. Kalian menyaksikan banyak kaum muslimin melalaikan hak Allah ini pada harta mereka; mereka tidak mengeluarkan bagian kaum fakir miskin dari penghasilannya, yang dengan itu sebenarnya- mereka memutus hubungan, memperbanyak tindakan maksiat, mengotori jiwa, dan menumbuh suburkan sikap kecemburuan sosial dan kedengkian.

Ikhwanul Muslimin menyaksikan itu semua, karenanya mereka ingin menjadi pelopor utama yang menyuguhkan teladan operasional dalam menghidupkan rukun (zakat) ini. Mereka memulai dari diri mereka sendiri; mereka keluarkan zakat malnya untuk mensucikan jiwanya. Jika mereka berhasil dalam hal ini, tentu mereka akan menjadi penghujat bagi orang-orang yang menyia-nyiakannya, menjadi hujjah bagi orang-orang yang menginginkan tegaknya, dan menjadi himbauan bagi orang-orang yang duduk-duduk saja. Ikhwan di Barambal, dengan koordinasi dari Propinsi Daqhiliyah, telah lebih dahulu melakukannya dengan baik. Ikhwan di sana mengumpulkan dan membagikan zakat sebagai-mana termaktub dalam ayat,

"Sedekah (zakat) itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang fakir dan miskin."

Dahulu, saya sempat merasa cemas melihat cerai-berainya persatuan dan simpangsiurnya kata-kata, karena pada tubuh kaum muslimin sekarang ini terdapat suatu perilaku yang dapat mengakibatkan renggangnya persatuan mereka, khususnya jika sudah berurusan dengan harta dan materi. Nah, dapat dibayangkan jika yang diurus adalah proyek yang garapan utamanya adalah materi itu sendiri. Dahulu saya begitu cemas dengan Ikhwan di Barambal akan kebakhilan orang-orang kaya dan fitnah yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang pekerjaannya senantiasa mencari-cari aib, meski pada sesuatu yang sempura sekalipun. Mereka mencela dan mengatakan para sukarelawan sebagai orang riya', mereka mencela dan mengatakan panitia pengumpul zakat sebagai orang yang memiliki kepentingan pribadi. Sedangkan para pengambil jatah zakat tampak begitu tamak, yang berpikir seandainya harta yang terkumpul itu semua adalah miliknya, yang orang lain tidak punya hak sama sekali. Tradisi yang telah turun-temurun membuat semua penghuni rumah yang masih berpikir ingin
mengeluarkan zakat lebih memilih untuk membaginya bagi diri sendiri tanpa mengindahkan orang lain, meskipun mereka tahu bahwa orang lain pun membutuhkannya.

Dahulu saya begitu khawatir terhadap Ikhwan di Barambal akan munculnya kendala ini yang di masyarakat kita tampak demikian jelas. Sungguh sangat menyedihkan dan patut disesalkan. Namun Ikhwan dan masyarakat umumnya di Barambal ternyata dapat menunjukkan perilaku yang jauh dari kesan tersebut. Dengan kehadiran dan aktivitas mereka, hati semua orang menjadi tenang dan perasaan menjadi bahagia. Mereka dapat meyakinkan manusia bahwa kesucian niat dan kepercayaan, jika telah menghiasai jiwa mereka, niscaya akan dapat mengatasi berbagai kendata.

Orang-orang kaya Barambal tidak sekali-kali menolak menunaikan hak Allah ini saat mereka diseru untuk berzakat, sementara orang-orang miskinnya jauh dari tamak kepada hak-hak saudaranya yang lain. Apa yang telah mereka dapatkan dari harta zakat yang terkumpul itu telah membuat hati mereka bahagia sembari lisannya memanjatkan doa kebaikan untuk para muzakki dan pengelola zakatnya.
Ikhwan di Barambal -dengan izin Allah- telah melakukan aktivitas pengelolaan zakat yang menutup kemungkinan munculnya berbagai tuduhan negatif dan fitnah.

Mereka membuat suatu kepanitiaan khusus yang bekerja mendata para mustahiq zakat dengan sumpah untuk tidak main-main dan tidak membocorkan rahasia serta aib mereka. Selain itu dibentuk pula kepanitiaan lain yang bekerja secara khusus melakukan check and recheck terhadap data yang masuk. Kemudian dibentuk kepanitiaan ketiga yang bekerja menemukan kadar zakat yang harus diterima oleh masing-masing mustahiq, dan paniti keempat adalah kepanitiaan yang tugasnya membagikan zakat. Sistem pengelolaan yang detail ini tak pelak lagi memunculkan rasa takjub sekaligus bahagia dari siapa pun yang menyaksikannya, bekerja sama dengannya, atau mengamati dampak positif yang ditimbulkannya, khususnya di masyarakat Barambal dan tetangganya. Setelah itu, masyarakat Barambal mampu mengikis kebiasaan yang tidak baik dalam Pengelolaan zakat; mereka mengikuti petunjuk yang benar dan merangsang kerja sama, serta menghadirkan suatu teladan yang baik, sebagai realisasi dari yang selama ini kami impikan.

Wahai pembaca, setelah adanya penjelasan ini, tidakkah anda melihat bahwa Ikhwanul Muslimin adalah para aktivis? Dan tidakkah Ikhwanul Muslimin melihat pada yang demikian itu suatu
perwujudan dari apa yang selama ini menjadi angan-angan, dan -sebentar lagi kami akan mendengar berita- bahwa mereka akan bekerja lagi mengikuti langkah ini di tengah masyarakat lain yang aktif?

"Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong." (Al-Hajj: 78)

Tuesday 17 March 2015

APAKAH KITA PARA AKTIFIS? (6)


KEDUDUKAN SHALAT

Engkau telah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin mengenal Islam sebagai sarana paling mulia untuk membersihkan jiwa, memperbarui ruhani, dan menyucikan akhlak. Dari cahayanyalah mereka mengambil prinsip untuk membangun aqidah. Anda pun sangat memahami bahwa kedudukan shalat dalam Islam bagaikan kedudukan kepala pada jasad. Shalat adalah pilar Islam yang kekal abadi. Ia juga penyejuk jiwa bagi yang menegakkannya, penenang hati, dan penghubung antara hamba dengan
Tuhannya. Ia adalah tangga yang mengantarkan ruh orang-orang yang hatinya sarat dengan mahabbah menuju ketinggian yang tiada batasnya.

Dialah taman suci yang menghimpun berbagai unsur kebahagiaan, baik di alam ghaib maupun di alam nyata. Dialah kilatan cahaya bagi orang yang ingin menerangi jiwanya, dan dialah kelezatan
bagi orang yang ingin menikmatinya. Apakah anda menyaksikan orang yang begitu asyik dalam kekhusyukannya berhubungan dengan Tuhan, sebagaimana asyiknya orang yang tengah ruku' dan sujud di tengah malam gulita dengan gelisah karena khawatir akan nasibnya di akhirat, dengan berharap-harap cemas akan rahmat-Nya? Di saat mata semua orang telah terpejam dan pikiran pun telah hanyut bersama tidur pulasnya, sebagian orang justru asyik berduaan dengan "kekasih"nya, sehingga sang arif bijak bestari pun bergumam :

Begadangnya mata ini Rabbi
jika bukan untuk wajah-Mu
adalah sia-sia

Dan isak tangisnya
jika bukan lantaran kehilangan diri-Mu ilahi
adalah kebatilan belaka

Wahai saudaraku, saat anda berada dalam situasi demikian, itu lebih berarti bagi hati dan jiwamu daripada seribu kata nasehat, seribu paragraf kisah, dan sejuta forum ceramah. Cobalah, anda pasti merasakannya. Al-Qur'an mengisyaratkan hal ini dalam ayatnya,

"Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah),"
(Adz-Dzariyat: 16-18)

Sedangkan pahala mereka pun tersembunyi.

"Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (AS-Sajdah: 17)

Tidakkah amal mereka juga tersembunyi? Bukankah 'bersembunyi' di depan khalayak juga merupakan sesuatu yang mungkin terjadi? Dan mungkinkah suatu kenikmatan dirasakan oleh mereka yang tengah dimabuk cinta selain di saat bersembunyi juga? Adakah balasan kebajikan kecuali kebajikan juga? Banyak yang menceritakan bahwa Abul Qasim Al-junaid mimpi meninggal dunia. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Apa yang Allah lakukan kepadamu?" Ia menjawab, "Sia-sialah segala
bentuk amal, kata-kata, dan ilmu pengetahuan. Tiada yang memberi manfaat kepadaku kecuali beberapa rakaat yang saya tunaikan di tengah malam."

Jangan heran, wahai pembaca yang budiman. Memang tiada yang memberi manfaat lebih baik bagi hati, selain kesunyian yang merasuki wilayah pemikiran. Tiada yang menyucikan jiwa lebih utama, selain beberapa rakaat yang ditunaikan secara khusyuk yang menghapus dosa, membasuh noda dan aib, menanamkan cahaya iman dalam kalbu, dan menenteramkan dada dengan sejuknya embun keyakinan.

Kaum muslimin di masa kini bermacam-macam dalam menyikapi shalat. Ada di antara mereka yang menyia-nyiakan dan meninggalkannya. Jika anda mengingatkan sesuatu tentangnya atau mengajak mereka untuk melakukannya, mereka berpaling dengan congkak dan menganggapnya enteng, padahal di sisi Allah ia adalah sesuatu yang besar. Saya tidak ingin mengatakan bahwa sebagian mereka melarang dan merendahkan orang yang menunaikan shalat sembari mengatakan bahwa pekerjaan itu sudah ketinggalan zaman dan kuno. Engkau pasti mendengar dari mereka dan orang-orang semacamnya kata-kata yang menyakitkan hati dan aneh, seolah-olah mereka tidak mendengar ayat Allah,

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya." (Al-Ma'un: 4-5)

Anda pasti lebih heran ketika mengetahui bahwa sebagian orang yang bekerja dilahan dakwah dan duduk di lembaga pengadilan Islam ada yang mengabaikan urusan shalat dan menganggapnya remeh. Seakan-akan Nabi saw. belum pernah berkata bahwa shalat itu adalah tiang agama dari ia merupakan kewajiban yang harus ditegakkan oleh kaum muslimin. Mereka seolah-olah belum pernah mendengar sabda Nabi saw.,

"Tiada jarak antara seorang hamba dengan kekufuran kecuali meninggalkan shalat."

Apabila meninggalkannya maka ia syiri' Ibnu Majah dan Suyuthi menyebutnya sebagai shahih dalam mi'ush Shaghir)

Kami tidak merasa perlu berusaha meyakinkan mereka dengan penjelasan yang jelas, dan rinci. Cukuplah kami memohon kepada Allah agar mcmberikan hidayah dan taufik-Nya kepadanya. Setelah itu kita berhadapan dengan dua kelompok yang lain dari kalangan kaum muslimin.

Adapun kalangan mayoritas, mereka menunaikan shalat secara reflek dan mekanis, sekedar menerima warisan dari para pendahuhu mereka. Mereka melakukan kebiasaan itu sepanjang waktu tanpa mengetahui rahasia di baliknya dan tanpa merasakan dampaknya. Cukuplah bagi mereka dapat mengucapkan bacaan-bacaan shalat sembari melakukan gerakan-gerakannya, sesudah itu pergilah ia dengan perasaan puas bahwa mereka telah menunaikan kewajiban menegakkan shalat. Terhindarlah
mereka dari adzab dan berhaklah atas pahala. Ini adalah khayalan yang tidak akan terwujud sama sekali, karena ucapan dan tindakan shalat itu hanyalah kerangka fisik yang jiwanya adalah kepahaman, pilarnya adalah kekhusyukan, dan buahnya adalah pengaruh riil. Dalam suatu riwayat hadits disebutkan,

"Shalat itu ketenangan, ketawadhu'an, dan rintihan..." (HR. Tirmidzi dan Nasa'i)

Oleh karenanya, anda menyaksikan kebanyakan orang tidak dapat mengambil manfaat dari shalat mereka dan tidak dapat mencegah dirinya dari kemunkaran. Padahal, seandainya saja shalat itu disempurnakan, ia akan membuahkan kesucian jiwa dan kebersihan hati, serta menjauhkan pelakunya dari dosa dan kemunkaran.

Sedangkan kelompok kedua, jumlahnya sedikit, tetapi mereka memahami rahasia shalat dengan baik. Ia sungguh-Sungguh dalam menunaikan dan gigih dalam usaha menyempurnakannya. Ia shalat dengan penuh rasa khusyuk Penuh renungan, ketenangan, dan keluar dari dunia shalatnya dengan merasakan nikmat ibadah dan ketaatan, serta limpahan cahaya Allah yang tiada tara. Hal itu tampak pada mereka yang jiwanya telah sampai kepada ma'rifat kepada-Nya, Dalam sebuah hadits dikatakan,

"Barangsiapa mengerjakan shalat pada waktunya dengan menyempurnakan wudhunya, menyempurnakan ruku' sujud dan khusyuknya, ia (shalatnya) melesat ke angkasa dengan warna putih Cemerlang sambil berkata, 'Semoga Allah menjagamu sebagaimana engkau menjagaku.' Dan barangsiapa mengerjakan shalat tidak pada waktunya serta tidak menyempurnakan Wudhunya, tidak menyempurnakan ruku', sujud, dan khusyuknya, ia melesat ke angkasa dalam warna hitam pekat dan berkata, 'Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana engkau menyia-nyiakanku.' Sehingga tatkala sampai di tempat yang Allah tentukan, ia dilipat sebagaimana kain lalu dipukulkan ke wajahnya (orang yang shalat)." (HR. Thabrani dalam AI-Ausath dari Anas HR. Tayalisi dan Baihaqi dalam Asy-Syuab dari Ubadah bin Shamit)

Oleh karenanya, derajat manusia itu beragam dan tingkat pahalanya pun berbeda-beda meskipun sama-sama menuaikan shalat yang bentuk, gerakan dan ucapannya satu. oleh karenanya, para salafush 'shalih juga sangat bersungguh-sungguh menghadirkan hati dalam shalat mereka dan menyempurnakan khusyuk dalam ibadahnya. Demikian itu pula sifat yang dinisbatkan kepada orang-orang beriman,

"Adalah orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya." (Al-Mukminun- 2)

Ikhwanul Muslimin mengetahui hal ini dan senantiasa berusaha berjalan bersamanya. salah satu fenomena operasional paling menonjol di kalangan mereka adalah bagaimana mereka memperbaiki shalatnya. Mereka beranggapan bahwa dengan itulah mereka melewati jalan yang paling pintas menuju pembaharuan jiwa dan penyucian ruhani.

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar " (Al-Baqarah: 153)

Wahai saudaraku muslim, anda paham sekarang, dan jadilah teladan ihsan dalam shalatmu, serta yakinlah bahwa langkah pertama sebelum segala aktivitas kita adalah memperbaiki shalat.

Sunday 15 March 2015

APAKAH KITA PARA AKTIFIS (5)


MENENTUKAN SARANA DAN MENYANDARKAN PADA PRINSIP

Engkau telah mengetahui wahai pembaca yang budiman, bahwa Ikhwanul Muslimin mengemban misi utama pembinaan jiwa, pembaharuan mental, pengokohan akhlak, dan penumbuhan sikap ksatria yang lurus. Inilah pondasi yang di atasnya bakal ditegakkan kebangkitan umat. Mereka mencari tahu apa saja sarana untuk itu dan bagaimana cara yang harus digunakan untuk sampai ke sana.

Mereka tidak mendapatkan kata jawaban yang lebih tepat daripada kata “agama”. Agama itulah yang akan menghidupkan nurani, membangkitkan perasaan, mengetuk hati, menjadi pengawas dan penjaga jiwa yang tak pernah lalai, menjadi saksi yang tak pernah pura-pura, tak pernah menyesatkan, dan tak pernah melupakam pemiliknya di waktu pagi maupun perang, di tengah keramaian maupun ketika
sendirian. Dia pula yang memberi ilham yang mendorong seseorang berbuat kebajikan, yang menghardiknya dari perbuatan dosa, yang menjauhkannya dari jalan yang menyesatkan, dan yang memberi rambu-rambu untuk memahami jalan kebajikan dan jalan kejahatan.

"Apakah mereka mengira bahwa kami tidak mendengar rahasia dan bisikanbisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka." (Az-Zukhruf: 80)

Ia pula yang menghimpun berbagai nilai keutamaan dan kemuhaan yang menyediakan untuk setiap keutamaan pahalanya dan setiap kemuliaan balasannya, dan dia pulalah yang menyerukan aktivitas pembersihan hati serta penyucian ruhani.

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (AsySyams: 9-10)

Agama pula yang menyeru manusia kepada pengorbanan di jalan kebenaran dan pembinaan akhlak. Yang menjamin siapa saja yang melakukannya dengan pahala yang sebesar-besarnya, yang memperhitungkan kebajikan betapa pun kecilnya, dan memperhitungkan kejahatan betapa pun remehnya. Ia yang mengganti kehancuran dalam membela kebenaran dengan keabadian dan menghidupkan kembali kematian di medan jihad.

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka," (Ali Imran: 169-170)

"Kami akan memasang timbangan yang tepat Pada hari Kiamat maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika amalan itu hanya sebesar biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya, Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan," (Al-Anbiya’: 47)

Ia pula yang sanggup menebus segala kemegahan duniawi ini dari setiap orang dengan harga berupa kebahagiaan yang menuhi jiwanya dan menenteramkan hatinya. Ialah anugerah rahmat, kasih sayang, dan ridha Allah swt. "Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal."(An-Nahl: 96)

Ia menghimpun semua keutamaan tersebut, lalu mengiringi fitrah hati, dan jiwa. setelah itu meleburlah masing-masing keutamaan kepada yang lainnya, menyusup ke sela-sela molekul ruhani, memandu akal pikiran, dan akhirnya bersatu-padu tanpa berpisah lagi. Perpaduan inilah yang membangkitkan rasa suka cita para petani di ladangnya dan para buruh di tempat kerjanya. Ia menjadikan si kecil mengerti dan menikmati ilmu pengetahuan di meja perpustakaannya; ia menjadikan si cendekia merasa lezat dengan studi dan telaahnya dan ia pula yang menerbangkan benak si filosof dengan perenungannya. Apakah anda melihat sesuatu yang dapat menguasai jiwa
manusia lebih kuat daripada agama? Apakah anda membaca dalam sejarah umat manusia suatu faktor yang paling dahsyat pengaruhnya pada kehidupan masyarakat daripada agama? Dan apakah anda menyaksikan suatu dampak dari kehidupan para filosof dan cendekiawan sehebat apa yang dimiliki para nabi dan rasul? Sekali-kali tidak! Karena agama adalah seberkas cahaya Allah yang menembus jiwa, yang menerangi kegelapannya, dan mencerahkan cakrawalanya. Jika ia telah tertanam kuat di dalam jiwa, semuanya bakal disiapkan untuk menjadi tebusannya.

"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk Kepada orang-orang fasik." (At-Taubah: 24)

Dia pulalah yang melambung tinggi bersama kesakralan dan keagungannya melampaui segala sesuatu; ia berada di atas segenap makhluk dan jauh dari arus taklid buta. Dengan begitulah ia menyatukan hati, menghimpun kata dan memutus setiap bentuk perselisihan dan pertikaian dari akar-akarnya, sehingga terciptalah kekuatan dan ketegaran untuk membimbing kalbu menuju haribaan Allah swt, semata seiring dengan itu, ia memalingkan jiwa dari pengaruh daya tarik duniawi dan kenikmatan syahwati dengan hasrat dan amalnya- untuk menuju martabat para mukhlisin yang setia, yang segenap aktivitasnya hanya diperuntukkan bagi Allah swt.

"Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya." (Asy-Syura: 13)

Dia pula yang mengantarkan kesetiaan hati menuju syahadah (mati syahid) dan menjadikannya sebagai kewajiban yang akan dimintai tanggung jawabnya di hadapan Allah. Dia menjadikan syahadah itu sebagai kendaraan yang membawanya ke naungan ilahi, serta menjadikannya bukti kepahlawanan yang total dan kejujuran yang sejati.

"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya." (Al-Ahzab: 23-24)

Dia tempat terhimpunnya pemikiran yang sehat dan tempat berseminya cita-cita yang luhur. Ia adalah simbol harapan bagi pribadi, masyarakat, bangsa, dan dunia seluruhnya.

"Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang yang beriman, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahuinya." (Al-Munafiqun: 8)

Sebagian orang berpikir untuk memperbarui masyarakat dengan perangkat ilmu pengetahuan, sebagian lainnya berpendapat dengan perangkat seni dan tradisi, dan sebagian lainnya menganggap cukup dengan pembinaan olah raga. Semua itu bisa jadi benar dan bisa jadi salah, dalam konteks makna yang terbatas. Saat ini bukanlah saatnya untuk memberi tanggapan, kritik, dan penilaian atasnya. Akan tetapi satu hal yang ingin saya katakan, lkhwanul Muslimin melihat bahwa sarana yang paling tepat untuk memperbaiki kepribadian umat adalah agama Di samping itu ia melihat pula bahwa agama Islam telah menghimpun kebaikan seluruh perangkat di atas.

Sedangkan menyangkut perangkat operasional pertama untuk menyucikan jiwa dan memperbarui ruhani, ia adalah "Pembatasan sarana dan pemilihan pondasi". Di atas landasan inilah aqidah Ikhwanul Muslimin dibangun, dengan merujuk kepada Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya, tanpa keluar darinya sedikit pun. Dan Ikhwan mewajibkan dirinya untuk menjaga, mewujudkan, dan loyal kepadanya. Saya berkeyakinan bahwa inilah sarana operasional untuk pembinaan jiwa dan pelurusan akhlak. Dalam kaitan ini, saya mengingatkan kepada setiap akh muslim bahwa adalah kewajibannya untuk menjaga aqidah dan bekerja untuk mewujudkan kandungannya.

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (At-Taubah: 119)