Tuesday 25 February 2014

Menjernihkan Hati

Hati dan pikiran yang jernih akan melahirkan perbuatan yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Sebab, kejernihan hati dan pikiran, selalu dilandasi dengan semangat keikhlasan untuk mengabdikan dirinya semata-mata karena Allah.
Itulah salah satu ciri orang yang beriman. Perbuatan yang demikian itu akan mampu menjadikan dirinya sebagai pembersih jiwa untuk meraih kebahagiaanhidup di dunia dan akhirat.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS Asy-Syams [91]: 9-10).
Banyak cara dan langkah yang diajarkan Islam untuk menjernihkan hati dan pikiran tersebut. Pertama, memperbanyak istighfar (memohon ampun) kepada Allah SWT disertai keyakinan untuk tidak mengulangi perbuatan-perbuatan yang salah.
Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali Imran [3]: 135).
Kedua, membiasakan zikir dengan lisan, hati, dan amal perbuatan. Dirinya meyakini bahwa segala sesuatunya telah ditentukan oleh Allah. “(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” (QS Ar-Ra’du [13]: 28-29).
Ketiga, memperbanyak zakat, infak, dan sedekah. Kesadaran untuk berzakat akan mampu mengembangkan dan memberikan keberkahan pada harta yang dimiliki (QS Ar-Ruum [30]: 39), serta mampu menjernihkan hati dan pikiran.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah [9]: 103).
Dalam kaitan dengan kesediaan berzakat, berinfak, dan bersedekah ini juga akan meneguhkan etos dan etika kerja. Artinya, orang yang bekerja dengan hati dan pikiran yang jernih, niscaya mereka akan senantiasa senang bekerja dan tidak malas. Mereka akan menjadi manusia produktif, serta tidak melakukan perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat. (QS Al-Mu’minun [23]: 1-4). Selain itu, mereka akan senantiasa menjaga perbuatannya dari hal-hal yang negatif dan tercela. Sebab, hal itu dapat merupakan amal perbuatannya.
Karena itu, marilah kita tunaikan zakat, agar harta, jiwa, hati, dan pikiran kita semakin jernih dan bersih, sehingga akan mampu meraih kesuksesan hidup di dunia maupun di akhirat.
Sumber: Kolom Hikmah Republika

Monday 24 February 2014

Kisah "Asep Penjual Gorengan"

Kisah "Asep Penjual Gorengan"

Senin, 24 Februari 20140 komentar

Ahmad Heryawan - Gubernur Jawa Barat
Graha Sanusi Hardjawinata berdiri dengan megah nan kokoh. Gedung itu memiliki tempat spesial dalam hati dan catatan sejarah hidup saya. Di sinilah pertama kali saya diterima secara resmi sebagai mahasiswa Universitas Padjadjaran. Setelah mengalami berlaksa suka duka sebagai mahasiswa, di tempat ini pulalah saya diwisuda sebagai seorang sarjana. 


Hari ini saya kembali memasuki gedung tersebut dalam konteks yang berbeda. Momentum ini menjadi sangat istimewa karena saya mendapat kehormatan diminta memberikan pengantar pembekalan kepada 1500 Tenaga Penggerak Desa (TPD) BKKBN, Jawa Barat. Selain itu, saya berkesempatan memandu acara inti
berupa talkshow, dengan pembicara di antaranya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Netty Prasetiyani.

Hari itu bertambah istimewa karena menjelang pertemuan tersebut, Pak Ahmad Heryawan baru saja mendapatkan penghargaan Satyalencana Wira Karya bidang Kependudukan dan Keluarga Berancana dari Pemerintah Pusat. Penghargaan itu merupakan penghargaan ke sekian puluh yang diterimanya atas prestasi dan karya nyatanya dalam membangun Jawa Barat.

Hari itu benar-benar istimewa, bukan hanya karena acara yang dihadiri hampir 1500 peserta tersebut berjalan lancar, melainkan karena dalam forum itu pula terungkap sebuah rahasia yang memberikan inspirasi kepada saya dan juga para peserta yang hadir.

Mari kita kembali pada momentum inspiratif pada hari itu...

Setelah menyampaikan pengantar pembekalan berupa ice breaking dan materi singkat terkait harapan agar 1500 peserta yang datang dari berbagai pelosok Jawa Barat itu menjadi agent of change di daerahnya masing-masing, saya diminta langsung memandu acara talkshow. Saya mempersilakan pembicara pertama untuk tampil, yakni Gubernur Jawa Barat. Pak Ahmad Heryawan masuk dengan tenang. Ia tidak langsung menempati tempat duduk yang telah disediakan, melainkan menyalami beberapa peserta dekat pintu masuk. Rupanya, semua orang yang berada di baris depan berebutan bersalaman dengan Pak Gubernur. Ia pun dengan tersenyum menyalami orang-orang tersebut.

Format acaranya santai dan dialogis, miriplah seperti acara “Hitam Putih”-nya Deddy Corbuzier atau “Bukan Empat Mata”- nya Tukul Arwana yang sesekali diselingi dialog canda tawa. Setelah Gubernur menyampaikan arahan dan dialog singkat, saya pun memanggil pembicara kedua, yakni istri gubernur, Ibu Netty Prasetiyani. Beliau pun masuk dengan menyalami peserta yang berdekatan dengan jalur menuju sofa tempat talkshow.

Ini kesempatan langka, Gubernur dan Istri berada dalam satu forum dan format acara yang santai. Muncul ide untuk menggali keseharian dua orang penting di Jawa Barat itu sebagai profil mereka sebagai satu keluarga.

Saya bertanya tentang interaksi mereka dengan anak-anaknya. Bu Netty Prasetiyani menjawab, “Untuk menyampaikan nilai yang mendidik kepada anak-anak, terkadang saya menggunakan teknik bercerita. Anak-anak senang mendengarkan cerita di malam hari menjelang tidur. Salah satu cerita yang paling digemari anak-anak, bahkan sering minta diulang, adalah ‘Kisah Asep Penjual Gorengan’.”

Saya tertarik dengan kalimat terakhir dari Ibu Netty Prasetiyani. Saya pun meminta kesediaan beliau untuk menceritakan isi kisah ‘Asep Penjual Gorengan’ yang telah memikat hati anak-anak Gubernur Jawa Barat. Ibu Netty tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian, beliau melihat semua peserta yang seperti sudah tak sabar.

Bagaikan seorang ibu yang sedang mendongeng kepada anakanaknya, beliau mulai bercerita: 
“Ada seorang anak SD yang tinggal bersama neneknya. Namanya Asep. Setiap berangkat sekolah, ia berjualan gorengan. Ia tidak malu berjualan gorengan untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarganya. Terkadang, ia berangkat ke sekolah sambil nyeker (tanpa alas kaki) karena keterbatasan (ekonomi) keluarganya. Di luar waktu sekolah, Asep mengisi waktu luangnya dengan belajar. Ia terkenal kutu buku. Sering sekali ia membaca buku dengan semangat di atas pohon, padahal di bawah dekat pohon itu ada kuburan. Saat suasana mulai gelap, barulah ia turun dari pohon tersebut. Ia juga sering mengaji Al-Qur’an di masjid.
Ahmad Heryawan saat SMP

Selain ilmu umum di sekolah, ia pun senang belajar ilmu-ilmu agama Islam. Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT, Asep bisa melanjutkan sekolah sampai SMA. Pada saat SMA, minat dan semangatnya terkait agama menyebabkan Asep aktif di rohis (kerohanian Islam). Keilmuan Asep di bidang agama pun mulai diakui oleh masyarakat. Di usianya yang masih sangat muda, ia sudah sering menjadi ustadz muda yang diminta berceramah dari satu kampung ke kampong lainnya.

Suatu ketika, Asep sedang menyampaikan ceramahnya dengan bahasa yang sistematis dan jelas. Para hadirin terpesona dengan penjelasan Asep yang sederhana dan mudah dipahami. Ada seorang wanita yang matanya sembap, air mata pun mengalir. Ia bersyukur kepada Allah karena Asep diberi karunia ilmu agama dan dipercaya oleh masyarakat. Ternyata, wanita tersebut adalah ibunda Asep yang ikut hadir. Setelah SMA, Asep diterima kuliah di IPB. Namun, dengan berat hati ia tidak melanjutkan kuliah karena memprioritaskan adikadiknya yang masih sekolah dan perlu biaya yang banyak. Ia pun sempat diterima di IAIN Sunan Gunung Djati (sekarang UIN Sunang Gunung Djati). Dengan keterbatasan ekonomi keluarganya, Asep berusaha mencari beasiswa.

Alhamdulillah, pada saat itu ada pengumuman penerimaan mahasiswa baru Universitas Muhammad Ibnu Sa‘ud Saudi Arabia cabang Asia Tenggara. Asep mendaftar dan lulus dengan beasiswa penuh untuk belajar bahasa Arab dan ilmu syariah di universitas tersebut. Asep belajar dengan tekun sehingga berhasil lulus kuliah. Setelah lulus, Asep terus aktif dalam dunia dakwah. Ia pun dikenal oleh masyarakat sebagai salah seorang da‘I yang juga aktif dalam bidang pendidikan dan politik.

Nah, Asep yang dulu penjual gorengan itu sekarang ada di rumah kita,” pungkas Bu Netty Prasetiyani sambil tersenyum mengakhiri cerita kepada anak-anaknya. “Oh, jadi Asep penjual gorengan itu Bapak, ya?’ Itulah ungkapan yang muncul dari anak-anak saat pertama kali mendengar cerita ‘Asep Penjual Gorengan’,” tambah Bu Netty.

Akhir cerita itu membuat saya terpana. Sepertinya, para peserta pun demikian. Kami tidak menyangka bahwa ternyata kisah “Asep Penjual Gorengan” itu adalah kisah nyata Gubernur Jawa Barat saat masih kecil, di daerah Sukabumi. Ternyata, Asep itu adalah panggilan Pak Ahmad Heryawan waktu kecil. Saya baru ingat bahwa Universitas Muhammad Ibnu Sa‘ud cabang Asia Tenggara itu bernama LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) yang bertempat di Jakarta dan merupakan kampus tempat Pak Ahmad Heryawan dahulu berkuliah dan menimba ilmu bahasa Arab dan keislaman.

Saya menatap wajah Pak Ahmad Heryawan yang tampak ikut terharu teringat pengalaman masa kecilnya. Ada anggukan kecil disertai senyuman seolah membenarkan apa yang baru saja dijelaskan oleh istri tercinta. Tiba-tiba, saya seolah tersedot ke masa lalu dan seolah menyaksikan seorang anak SD berjualan gorengan dan terkadang berangkat ke sekolah dengan nyeker karena keterbatasannya. Kini, anak itu menjadi Gubernur Jawa Barat yang sedang duduk berdekatan dengan saya pula. Subhanallah....

Kisah “Asep Penjual Gorengan” itu sungguh menginspirasi. Bukan hanya bagi saya, bagi 1500 peserta yang hadir pun demikian. Dalam lembar evaluasi yang dibagikan panitia di akhir acara, ada salah seorang yang menyatakan, “Saya terkesan dengan kisah ‘Asep Penjual Gorengan’. Saya akan menceritakannya kembali kepada anak-anak saya.” 

Monday 10 February 2014

Dampak Negatif Kemaksiatan

Di antara bencana yang banyak menimpa kaum muslimin pada zaman sekarang ini adalah merajalelanya kemaksiatan dan dosa, serta menyebarnya kemungkaran dengan berbagai tingkatannya. Tidak sedikit di antara mereka yang bahkan menganggap remeh dan ringan urusan dosa. Padahal kemaksiatan tersebut sangat berbahaya, baik bagi individu maupun masyarakat.
Bahayanya sangatlah banyak. Jika kita mau merenungkan bahaya dan dampak buruk dari kemaksiatan tersebut niscaya kita akan berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi kemaksiatan itu.
Ibnul Qoyyim berkata, “Kemaksiatan ini memiliki bahaya yang sangat besar bagi hati. Sama seperti bahaya racun terhadap tubuh dalam tingkat bahaya yang berbeda-beda, dan tidakkah di dunia ini muncul suatu kejahatan dan penyakit kecuali disebabkan oleh kemaksiatan dan dosa-dosa. Sebab apakah yang mengeluarkan bapak manusia dari surga. tempat kelezatan, kenikmatan, kemegahan, dan kesenangan menuju alam yang penuh penyakit, kesedihan dan musibah.
Apakah yang mengeluarkan Iblis dari alam langit, diusir dan dilaknat. Rahmat berubah menjadi laknat serta keimanan berubah menjadi kekafiran? Lalu sebab apakah yang menenggelamkan seluruh penghuni bumi sehingga air melampaui puncak gunung-gunung? Dan sebab apakah yang menjadikan angin menguasai kaum ‘Ad sehingga mereka bergelimpangan mati di permukaan bumi. Sehingga mereka seperti pohon-pohon kurma yang tumbang?
Sebab apakah yang menyebabkan terjadinya siksa yang menyebabkan hati-hati mereka terputus dari tenggorokan-tenggorokan mereka, sehingga hati dan tenggorokan mereka berserakan dan mereka tewas? Sebab apakah yang menyebabkan Fir’aun tenggelam bersama kaumnya, lalu ruh-ruh mereka kembali berpindah ke neraka jahanam? Tubuh mereka tenggelam sementara ruh-ruh mereka terbakar. Sebab apakah yang mengubur Qarun dan rumahnya beserta seluruh hartanya? Sungguh semuanya disebabkan oleh kemaksiatan dan dosa-dosa”
Satu kemaksiatan menjadi sebab kekalahan para shahabat dalam perang Uhud, yaitu pada saat Nabi, memerintahkan mereka agar tidak turun dari gunung, namun mereka tidak mentaati perintah beliau. Akhirnya 70 sahabat terbunuh pada perang itu, sebagaimana disebutkan di dalam siroh, (lihat siroh Ibnu Hisatn atau ar-Rohiq al-Makhtum)
Bahkan terkadang seseorang menganggap enteng kata-kata yang keluar dari mulutnya tanpa berpikir tentangnya, sehingga menjadi sebab dirinya terjerumus ke dalam neraka.
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang tidak jelas baginya, namun dia terperosok karenanya ke dalam jurang neraka, bahkan lebih dalam dari jarak antara Timur dan Barat.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Satu kemaksiatan telah mengeluarkan Adam as dari Surga. Seorang penyair berkata:
“Engkau menambah dosa dengan dosa. lalu dirimu mengharap tingkatan-tingkatan surga dan kemenangan seorang ahli ibadah?
Apakah kau lupa Robb-mu saat Dia mengeluarkan Adam dari surga menuju dunia hanya disebabkah karena satu dosa.”
Kita sering mendengar banyak orang yang mengeluh akan kerasnya hati. hilangnya keberkahan, godaan setan dan sibuk dengan dunia (sehingga lalai tuntunan agama). Mereka lupa dengan firman Allah swt:
Dan janganlah sekali-kali kamu mengira. bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zholim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata-mata mereka terbelalak (hari kiamat).” (QS. Ibrahim [14]: 42)
Berkata Maimun bin Harun tentang ayat ini : “Ini adalah pelipur lara bagi orang yang dizholimi dan ancaman bagi orang yang zholim”.
Tentang firman Allah, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendlri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuuraa [42]: 30)
Ibrohim bin Adham berkata. “Kita adalah keturunan penduduk surga, akan tetapi Iblis telah mengeluarkan kita dari surga dengan kemaksiatan. Maka sudah selayaknya bagi orang yang berbuat dosa agar tidak tentram dengan kehidupannya sampai ia kembali ke tanah airnya (surga).”
Kalau demikian halnya, maka ini tidak lain kecuaii pengaruh buruk dari maksiatan. Allah berfirman:
Apakah orang-orang yang terbuai kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang sholeh, yaitu sama anfara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu” (QS. al-Jatsiyah [45]: 21)
Berkata Ibnui Qayyim, “Dosa-dosa ibarat luka-luka, dan bisa jadi sebuah luka menyebabkan kematian.”
Maksiat sangat berpengaruh buruk bagi hati dan badan, di dunia rnaupun akhirat. Di antaranya adalah:
  1. Terhindar dari ilmu, karena ilmu adalah cahaya yang Allah berikan pada hati, sedangkan maksiat mematikannya.
  2. Kerisauan yang dirasakan orang yang bermaksiat dalam hatinya antara dirinya dengan Allah sehingga tidak didapati rasa ketenangan sama sekali.
  3. Kerisauan yang ia rasakan antara dirinya dengan manusia. Terutama orang-orang yang baik dan istiqomah.
  4. Urusannya menjadi rumit, apa yang akan ia lakukan seakan tertutup atau sulit baginya.
  5. Kegelapan yang ia dapatkan dalam hatinya. Sehingga hati dan badannya menjadi lemah serta ia diharamkan (tercegah) dari ketaatan.
  6. Kemaksiatan mengurangi umur dan menghilangkan keberkahannya untuk selamanya, Na’udzubillah.
  7. Kemaksiatan menimbulkan maksiat lainnya, sehingga seorang hamba sulit untuk meninggalkannya.
  8. Dampak negatif paling samar yang akan menimpanya adalah kemaksiatan akan melemahkan keinginannya, sehingga maksiat menjadi kuat dan taubat menjadi lemah.
  9. Hati menganggap kemaksiatan sebagai hal biasa bahkan bisa jadi ia merasa bangga dengan kemaksiatan tersebut. maka ia pun sulit melepaskan diri darinya.
  10. Maksiat dapat mematikan rasa ghiroh dalam hati dan menghilangkan rasa malu, padahal ialah yang menjadikan hati menjadi hidup.
  11. Pelaku maksiat akan termasuk ke dalam mereka yang dilaknat oleh Rasulullah. Na’udzubillah.
  12. Pelaku maksiat terhindar dari doa Rasulullah dan doa para malaikat mulia yang berdoa bagi orang-orang yang beriman.
  13. Menyebabkan Allah melupakan hamba tersebut. dan inilah suatu kebinasaan.
  14. Apabila dosa sudah menumpuk, maka hati akan di stempel menjadi orang yang lalai. “Sekali-kali tidak (demikian). sebenarnya apa yang selalu mereka kerjakan itu (dosa-dosa) telah menutup hati mereka.” (QS al-Muthaffifin [83]: 14)
  15. Termasuk dari hukuman bagi pelaku maksiat, apa yang Allah timpakan berupa rasa takut dalam hatinya. karena ketaatan adalah benteng-Nya yang kokoh.
  16. Seorang hamba yang terbiasa melakukan maksiat bisa tidak mendapatkan taufik (petunjuk) Allah dalam saat-saat yang sulit dan berat, terutama ketika sakarotul maut, sehingga ia mengakhiri hidupnya dengan kuburukan (su’ul khotimah).
Demikianlah beberapa keburukan maksiat. Semoga Allah membantu kita untuk menjauhi seluruh kemaksiatan, menganugerahkan kepada kita kemanisan iman dan menetapkan bagi kita hidayah hingga saat kepergian.

Thursday 6 February 2014

Kunci-Kunci Rejeki

Nabi Nuh ‘alaihis salam pernah berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku, Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu—(yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku—Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu (memanjangkan umurmu) sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu Mengetahui.” (QS. Nuh 2-3)
Nuh ‘alaihis salam juga berkata: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun—Niscaya Dia akan mengirimkan hujan lebat kepadamu, membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun serta mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai untukmu.” (QS. Nuh: 10-11)
Dari beberapa ayat di atas terdapat beberapa pelajaran, di antaranya :
Pertama, dakwah para nabi ushul(asas)nya adalah sama yaitu Tauhid (menyeru beribadah kepada Allah saja dan meniadakan sesembahan selain-Nya), meskipun syari’atnya berbeda-beda.
Kedua, dalam berdakwah, para nabi mengedepankan Al Ahamm fal ahamm (yang lebih terpenting diantara yang penting) yaitu Tauhid sebelum yang lain.
Ketiga, sabar adalah senjata para nabi dalam menghadapi sikap kaumnya yang semakin hari bertambah jauh dan lari.
Perhatikanlah kata-kata Nabi Nuh ‘alaihis salam ketika mengadu kepada Allah Jalla wa ‘Alaa tentang keadaan kaumnya:
Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)—Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. (QS. Nuh: 6-7)
Akan tetapi Nabi Nuh ‘alaihis salam tetap bersabar dalam dakwah yang ditekuninya selama 950 tahun dan pengikut yang hanya berjumlah sedikit.
Keempat, dengan istighfar dan taubat, Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan memberikan banyak rezeki kepada kita.
Ibnu Abbas berkata tentang tafsir ayat “membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun serta mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai untukmu.
“Jika kalian mau bertaubat kepada Allah dan menaati-Nya, maka Alllah akan memperbanyak rezeki, menurunkan hujan dari langit karena ia (langit) diberkahi dan menumbuhkan tanaman-tanaman karena bumi diberkahi”.
Kunci-kunci Rezeki
Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa istighfar dan taubat adalah salah satu di antara kunci rezeki. Tetapi jangan sampai tujuan utama dari beristighfar dan bertaubat adalah agar mendapatkan rezeki, karena akan menodai keikhlasan.
Kalau seseorang niatnya seimbang antara agar diberikan ganjaran ukhrawi dan ganjaran duniawi maka hanya akan mengurangi pahala keikhlasan. Tetapi, jika yang lebih besar
niatnya adalah agar mendapatkan ganjaran duniawi, maka ia bisa tidak memperoleh ganjaran ukhrawi, bahkan dikhawatirkan akan menyeretnya kepada dosa. Sebab ia telah menjadikan ibadah yang semestinya karena Allah, malah dijadikan sarana untuk mendapatkan dunia yang rendah nilainya.
Selain istighfar dan taubat, yang termasuk ke dalam kunci rezeki juga adalah:
  1. Takwa (menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya).
    Allah berfirman: “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (solusi)—Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath Thalaq: 2-3).
    Sehingga, secara umum taqwa adalah salah satu pintu rezeki, sebaliknya maksiat adalah salah satu sebab terhalangnya rezeki.
  2. Tawakkal kepada Allah.
    Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
    Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq: 3)Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau sekiranya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, tentu kamu akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, berangkat pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan, “Hadits hasan shahih.”)Perlu diketahui bahwa Tawakkal itu tidaklah seperti yang dipahami oleh orang-orang yang jahil (tidak mengerti) terhadap Islam, yang mengartikan tawakkal adalah membuang jauh-jauh sebab dan tidak beramal serta ridha dan rela terhadap kerendahan. Bahkan tidak demikian. Tawakkal adalah sebuah ketaatan kepada Allah dengan menjalankan sebab
    Oleh karena itu, seseorang tidaklah berharap untuk memperoleh sesuatu kecuali menjalankan sebab-sebabnya. Adapun tercapai atau tidaknya dia serahkan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala sambil berharap semoga yang dicita-citakannya tercapai, karena hanya Dia-lah yang mampu mendatangkan hasilnya. Betapa banyak orang yang menjalankan sebab, namun ternyata tidak memperoleh hasil apa-apa.
  3. Menyempatkan diri untuk beribadah
    Misalnya mengerjakan amalan sunat setelah amalan yang wajib. Baik yang berupa ibadah lisan seperti dzikr, membaca Al Qur’an dan mengajarkannya, dsb. maupun yang berupa perbuatan seperti shalat-shalat sunah dsb. 
    Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tuhanmu berfirman, “Wahai anak Adam! Sempatkanlah beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan penuhi hatimu dengan rasa cukup dan Aku akan memenuhi tanganmu dengan rezeki. Wahai anak Adam! Janganlah menjauh dari-Ku. Jika demikian, Aku akan memenuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku akan memenuhi tangan-Mu dengan kesibukan.” (HR. Hakim, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib)
  4. Berhajji dan berumrah
    Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sertakanlah hajji dengan umrah, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa. Sebagaimana kir menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Haji yang mabrur tidak ada balasannya selain surga.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, Syaikh Al Albani menghasankannya dalam Shahihut Targhib wat Tarhib)
  5. Menyambung tali silaturrahim
    Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah tali silaturrahim.” (HR. Bukhari)Silaturrahim adalah sebuah istilah untuk sikap ikhsan (berbuat baik) kepada kerabat yang memiliki hubungan baik karena nasab (keturunan) maupun karena ash-har (perkawinan), bersikap lemah lembut kepada mereka, memberikan kebaikan dan menghindarkan keburukan semampunya yang menimpa mereka, serta memperhatikan keadaan mereka baik agama maupun dunianya
  6. Berinfak
    Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)
    Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: Allah berfirman, “Berinfaklah wahai anak Adam! Niscaya Aku akan berinfak kepadamu.” (HR. Bukhari)Juga bersabda: “Tidak ada satu hari pun, di mana seorang hamba melalui pagi harinya kecuali dua malaikat turun, yang satu berkata, ‘Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang berinfak ‘, sedangkan malaikat yang satu lagi berkata, ‘Ya Allah, timpakanlah kerugian kepada orang yang bakhil.’ ” (Muttafaq ‘alaih)Dan bersabda: “Sedekah tidaklah mengurangi harta, dan Allah tidaklah menambahkan hamba-Nya yang sering memaafkan kecuali kemuliaan. Demikian juga tidaklah seseorang bertawadhu’ karena Allah, kecuali Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim)
  7. Berbuat baik kepada kaum dhu’afa’ (kaum lemah seperti kaum fakir-miskin)
    Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bukankah kamu dibela dan diberi rezeki karena (berbuat ihsan) kepada kaum dhu’afa kamu.” (HR. Bukhari)
  8. Hijrah
    Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (QS. An Nisaa: 100)
    Hijrah secara syara’ artinya meninggalkan sesuatu yang dibenci Allah menunju hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya.Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang muslim adalah orang yang bisa menjaga lisan dan tangannya dari mengganggu muslim lainnya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perbuatan yang dilarang Allah.” (HR. Bukhari)Termasuk ke dalam hal ini adalah berhijrah dari negeri kafir (negeri tempat merajalelanya kesyirkkan atau syi’ar-syi’ar kekufuran) dan dirinya tidak mampu menjalankan ajaran-ajaran Islam di sana, menuju negeri Islam (negeri di mana syi’ar Islam nampak seperti azan, shalat berjama’ah, shalat Jum’at dan shalat hari raya). Kecuali jika ia tidak mampu berhijrah atau ia berniat dakwah di sana, maka tidak mengapa tinggal di negeri kafir.
  9. Bersyukur terhadap nikmat Allah
    Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. (QS. Ibrahim: 7)
    Bersyukur kepada Allah adalah dengan mengakui nikmat yang didapatkan berasal dari-Nya, memuji-Nya dan menggunakan nikmat itu untuk ketaatan kepada-Nya.
  10. Membantu penuntul ilmu syar’i.
    Dalam Sunan At Tirmidzi disebutkan: Ada dua orang bersaudara di zaman Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam, yang satu datang kepada Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam (untuk belajar), sedangkan yang satunya lagi bekerja. Maka orang yang bekerja ini mengeluhkan kepada Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam tentang saudaranya. Beliau pun bersabda, “Mungkin saja kamu diberi rezeki karenanya.”

Wednesday 5 February 2014

Sesegar Telaga Kautsar

Kebahagiaan hidup di dunia ini bermula dari merasakan halaawatul iimaan (manisnya iman). Dan, halaawatul iimaan adalah buah dari al-Mujaahadah fii thaa'atillah (usaha sungguh-sungguh untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah swt).

Allah memberi karunia halaawatul iimaan kepada hamba-Nya, karena hamba itu terus-menerus "merayu" ridha-Nya dengan kemurnian akidah, kenikmatan beribadah, dan kemuliaan akhlak. Seseorang akan merasakan nikmatnya beribadah ketika ia konsisten melaksanakan ketaatan kepadaNya.

Ibarat seorang musafir yang menempuh perjalanan ke suatu tempat. Dia akan merasa senang ketika akan memulai perjalanan, juga ketika masih dalam perjalanan. Puncak perasaan senang itu datang saat ia telah sampai ke tempat yang ditujunya.

Diumpamakan juga seperti anak kecil yang diajak berekreasi oleh orang tuanya. Dia akan merasa gembira ketika orang tuanya menjanjikan hal itu. Dia akan lebih gembira lagi ketika ia dan orang tuanya mulai bersiap-siap untuk berangkat ke tempat itu. Puncak kegembiraannya adalah pada saat ia sampai ke tempat tujuan.

Diibaratkan juga seperti seorang yang akan menikah. Dia merasa senang pada saat-saat menjelang pernikahannya. Terlebih lagi setelah pernikahan itu dilaksanakan.

Begitu juga dengan seorang hamba yang beribadah kepada Allah swt. Dia akan melaksanakan ibadahnya dengan senang hati, khusyuk, dan nikmat. Puncak kenikmatan beribadahnya dirasakan pada saat menjelang kematian. Dia akan merasakan kebahagiaan. Karena itulah pintu pertemuannya dengan Allah swt. Zat yang selalu diibadahinya dengan segenap perasaan tunduk dan cinta selama hidupnya di dunia.

Allah swt. berfirman,

"..Orang-orang yang beriman berkata, 'Sesungguhnya, orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari Kiamat'. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang lalim itu berada dalam azab yang kekal..." (asy-Syuuraa: 45)

Subhanallah. Ingatlah bahwa orang-orang beriman akan tetap berkumpul bersama keluarga mereka yang beriman di akhirat nanti. Sementara orang-orang yang tidak beriman, keluarga mereka akan terpisah dan bercerai-berai. Sungguh kehidupan di dunia adalah cerminan dari kehidupan akhirat. Jika di dunia kita hidup sukses dan bahagia dalam ketaatan kepada Allah, maka di akhirat pun kita akan menjadi orang yang sukses dan bahagia di bawah naungan ridha Allah swt.

Mereka yang sukses di akhirat dimulai dari kesuksesan mereka dalam menjalani hidup di dunia, dan kesuksesan menjalani hidup di dunia adalah dengan menjadi hamba yang bertakwa.

Ali bin Abu Thalib berkata, "Kunci takwa itu ada empat. Pertama, al-khaufu minal jaliil(takut kepada Yang Maha Agung). Kedua, al'amalu bit tanziil (mengamalkan wahyu yang telah diturunkan). Ketiga, al-qanaa'atu bil qaliil (merasa puas dengan apa yang ada meski sedikit). Keempat, al-isti'daadu liyaumir rahiil (menyiapkan diri untuk hari kemudian)."

Itu semua benar-benar karunia dari Allah. Ingatlah bahwa mereka yang masuk ke surga bukan karena banyaknya pahala shalat, zakat, puasa atau ibadah mereka yang lain, tetapi semua itu karena rahmat dan ridha Allah swt.

"…tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (al-Hujuraat: 7)

Surga terlalu mahal untuk diperoleh dengan ibadah yang hanya 60 sampai 70 tahun usia hidup kita, meski banyak orang yang usia hidupnya kurang dari itu, dan usia yang digunakan untuk beribadah pun tidak mencapai separuhnya. Sementara nikmat yang Allah berikan kepada kita tidak terhitung dengan jumlah angka-angka yang dibuat untuk urusan duniawi.

Akan tetapi, Allah mencintai kita semua. Karena rahmat dan kasih sayangNya itulah, Dia memberikan rasa cinta dalam hati kita. Perasaan cinta pada keimanan dan menjadikannya terasa nikmat dan indah bagi orang-orang yang beriman.

Oleh karena itu, semua kenikmatan yang Allah beri kepada kita, baik yang ada di dalam diri kita seperti hati, akal, panca indera, maupun diluar diri kita, yang ada di seluruh alam semesta, semuanya adalah fasilitas yang harus dipergunakan untuk beribadah kepada Allah swt., sehingga kita bisa menjadi 'Abdan syakuuran (hamba yang bersyukur).

Karena nikmat kita bersyukur, dan rasa syukur itu sendiri adalah nikmat. Mensyukuri setiap nikmat, menikmati rasa syukur, mensyukuri nikmat lagi kemudian menikmati rasa syukur lagi, mensyukuri nikmat lagi, dan menikmati rasa syukur lagi, dan begitu seterusnya. Sehingga seluruh aktivitas hidup kita tidak lepas dari aktivitas mensyukuri nikmat dan menikmati rasa syukur itu.

Selama kita bersyukur atas semua nikmat yang Allah beri, selama itu pula hidup akan terasa nikmat.

*dikutip dari buku "Sesegar Telaga Kautsar"

Sunday 2 February 2014

Kekuatan Maaf Rasulullah

Seorang lelaki Arab bernama Tsumamah bin Itsal dari Kabilah Al Yamamah pergi ke Madinah dengan tujuan hendak membunuh Nabi Shalallahu alaihi wa sallam. Segala persiapan telah matang, persenjataan sudah disandangnya, dan ia pun sudah masuk ke kota suci tempat Rasulullah tinggal itu. Dengan semangat meluap-luap ia mencari majlis Rasulullah, langsung didatanginya untuk melaksanakan maksud tujuannya. Tatkala Tsumamah datang, Umar bin Khattab ra. yang melihat gelagat buruk pada penampilannya
menghadang.

Umar bertanya, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?”

Dengan terang-terangan Tsumamah menjawab, “Aku datang ke negeri ini hanya untuk membunuh Muhammad!”.

Mendengar ucapannya, dengan sigap Umar langsung memberangusnya. Tsumamah tak sanggup melawan Umar yang perkasa, ia tak mampu mengadakan perlawanan. Umar berhasil merampas senjatanya dan mengikat tangannya kemudian dibawa ke masjid. Setelah mengikat Tsumamah di salah satu tiang masjid Umar segera melaporkan kejadian ini pada Rasulullah.

Rasulullah segera keluar menemui orang yang bermaksud membunuhnya itu. Setibanya di tempat pengikatannya, beliau mengamati wajah Tsumamah baik-baik, kemudian berkata pada para sahabatnya, “Apakah ada di antara kalian yang sudah memberinya makan?”. 

Para shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Rasulullah. Maka Umar memberanikan diri bertanya, “Makanan apa yang anda maksud wahai Rasulullah? Orang ini datang ke sini ingin membunuh bukan ingin masuk Islam!” Namun Rasulullah tidak menghiraukan sanggahan Umar. Beliau berkata, “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku, dan buka tali pengikat orang itu”.

Walaupun merasa heran, Umar mematuhi perintah Rasulullah. Setelah memberi minum Tsumamah, Rasulullah dengan sopan berkata kepadanya, “Ucapkanlah Laa ilaha illa-Llah (Tiada ilah selain Allah).” Si musyrik itu menjawab dengan ketus, “Aku tidak akan mengucapkannya!”. Rasulullah membujuk lagi, “Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu Rasul Allah.” Namun Tsumamah tetap berkata dengan nada keras, “Aku tidak akan mengucapkannya!”

Para sahabat Rasul yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang yang tak tahu untung itu. Tetapi Rasulullah malah membebaskan dan menyuruhnya pergi. Tsumamah yang musyrik itu bangkit seolah-olah hendak pulang ke negerinya. Tetapi belum berapa jauh dari masjid, dia kembali kepada Rasulullah dengan wajah ramah berseri. Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muahammad Rasul Allah.”

Rasulullah tersenyum dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku memerintahkan kepadamu?” Tsumamah menjawab, “Aku tidak mengucapkannya ketika masih belum kau bebaskan karena khawatir ada yang menganggap aku masuk Islam karena takut kepadamu. Namun setelah engkau bebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena mengharap keredhaan Allah Robbul Alamin.”

Pada suatu kesempatan, Tsumamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki kota Madinah, tiada yang lebih kubenci dari Muhammad. Tetapi setelah aku meninggalkan kota itu, tiada seorang pun di muka bumi yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah.”

Sahabat………..
Apakah kita pengikut ajaran beliau?
Tetapi sejauh mana kita bisa memaafkan kesalahan orang? Seberapa besar kita mencintai sesama? kalau tidak, kita perlu menanyakan kembali ikrar kita yang pernah kita ucapkan sebagai tanda kita pengikut beliau…

Sungguh, beliau adalah contoh yang sempurna sebagai seorang manusia biasa. beliau adalah Nabi terbesar, beliau juga adalah Suami yang sempurna, Bapak yang sempurna, pimpinan yang sempurna, teman dan sahabat yang sempurna, tetangga yang sempurna. maka tidak salah kalau Allah mengatakan bahwa Beliau adalah teladan yang sempurna.

Semoga Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada beliau, junjungan dan teladan
kita yang oleh Allah telah diciptakan sebagai contoh manusia yang sempurna.
Salam ’alaika ya Rasulullah………