Thursday 25 September 2014

APAKAH KITA PARA AKTIFIS (4)

MEMPERSIAPKAN GENERASI

(Dimuat oleh harian Ikhwanul Muslimin, Edisi XVII, 20 Jumadil Ula 1353 H.)

Pada tulisan yang lalu anda melihat bahwa Jam'iyah lkhwanul Muslimin adalah pelopor dakwah yang produktif di bidang proyek-proyek sosialnya, seperti: pembangunan masjid, sekolah, yayasan, majelis ta'lim, seminar-seminar, ceramah umum, dan forum diskusi. Pendeknya, proyek Ikhwan memadukan antara ucapan dan tindakan.

Namun demikian, masyarakat mujahid, yang menghadapi tantangan persoalan kontemporer dan berada di titik peralihan peradaban, yang ingin membangun masa depannya di atas pondasi yang kokoh, yang berusaha menjamin generasi mudanya dengan kesejahteraan dan kedamaian hidup, yang tengah menuntut kembalinya kebenaran yang terampas dan harga diri yang tercabik, membutuhkan bangunan yang lain dari sekedar bangunan sosial ini. Ia sangat membutuhkan tegaknya bangunan jiwa, bangunan akhlak, dan bangunan pribadi generasi muda dengan mentalitas kepeloporan yang benar untuk dapat mengatasi berbagai tantangan hidup di masa depan.

Generasi muda adalah rahasia kehidupan umat dan sumber mata air kebangkitannya. Sesungguhnya sejarah umat adalah sejarah para tokoh yang dilahirkannya, yang memiliki mentalitas kuat dan hasrat nan membara. Kuat lemahnya umat sesungguhnya diukur dari sejauhmana kemampuan 'rahim' umat itu untuk melahirkan tokoh-tokoh yang memenuhi syarat sebagai pelopor. Saya berkeyakinan dan sejarah membuktikannya, bahwa satu orang pelopor (saja) dapat membangun umat jika ia memiliki karakter kepeloporan yang benar. Sebaliknya, ia mampu menghancurkan umat jika keadaan menuntut ia harus melakukannya.

Sesungguhnya kehidupan umat itu bergerak melalui berbagai tahapan, persis sebagaimana tahapan-tahapan kehidupan yang dilalui oleh seseorang. Ada seseorang yang tumbuh berkembang dalam asuhan orang tua yang bergelimang kemewahan, sehingga ia tidak pernah disibukkan oleh berbagai persoalan hidup. Sementara yang lain tumbuh dalam situasi yang sulit; kedua orang tuanya miskin dan lemah, sehingga ia tidak memiliki harapan akan munculnya benderang fajar kehidupan di masa depan. Ia banyak berhadapan dengan tuntutan hidup yang pelik yang datang dari segala penjuru.
Mahasuci Allah yang telah membagi-bagi nasib dan menciptakan ragam nuansa hidup, kepada umat manusia.

Boleh jadi ada situasi di mana kita hidup di tengah generasi yang tumbuh di tengah berbagai bangsa yang saling bertikai dan menimpakan bencana pada sesamanya, dimana muncul slogan: “Siapa yang kuat, dialah yang menang”. Ada pula situasi di mana kita berhadapan dengan masa peralihan peradaban yang dahsyat, di mana berbagai gelombang pemikiran dan berbagai arus kepentingan
menjungkirbalikkan umat manusia, baik sebagai pribadi, masyarakat, organisasi-organisasi
pemerintahan, dan lainnya. Akal pikiran menjadi kacau balau. jiwa pun terguncang meradang, dan orang yang beraqidah bersih pun kebingungan berhadapan dengan gelombang dahsyat peradabannya. Ia meraba-raba untuk mencari jalan keluar, sementara rambu-rambu kebenaran timbul tenggelam dan cahayanya pun meredup, bahkan nyaris tak bersinar.

Sementara itu di setiap ujung jalan berdiri para propagandis kesesatan yang menyeru manusia menuju kegelapan malam yang pekat. Keadaan yang demikian itu membuat kami tidak menemukan lagi kata-kata untuk menggambarkannya secara lebih tepat selain dari "kacau".

Demikian pula, ada saatnya di mana kita harus menghadapi semua ini dan berjuang untuk menyelamatkan umat dari mara bahaya yang mengepung dari seluruh penjuru.

Sesungguhnya umat yang dilingkupi oleh situasi sebagaimana yang ada sekarang ini, yang hendak bangkit untuk suatu kepentingan sebagaimana kepentingan kami, yang menghadapi berbagai tantangan sebagaimana yang kami hadapi, tidak patut bersantai ria dan berkhayal belaka. Sebaliknya, ia harus menyiapkan dirinya untuk memikul beban perjuangan berat di perjalanan nan panjang, untuk menghadapi pertempuran antara hak dan batil, antara maslahat dan mafsadat, antara pemilik kebenaran dan perampasnya, antara peniti jalan yang lurus dan pengacaunya, antara para da'i yang tulus di satu sisi dari da'i palsu di sisi lainnya. Ia harus memahami bahwa kata "perjuangan" itu identik dengan kata "lelah" dan "sulit". Sebaliknya, kata "santai" tidak pernah sekalipun berdampingan dengan kata "jihad".

Bagi umat, tidak ada bekal yang dapat digunakan untuk menghadapi situasi yang buas ini kecuali hati yang sarat iman, hasrat yang kuat dan kemauan yang keras, sikap murah hati dan kesediaan berkorban, serta kesiapan terjun ke medan juang pada waktunya. Tanpa ini semua, umat akan hancur, perjuangan senantiasa menuai kegagalan, dan nasib tak menentu bakal menimpa generasinya.

Meskipun situasi yang kami hadapi demikian pelik dan berat, sebagaimana anda ketahui, namun jiwa kami tetaplah jiwa yang lembut, sensitif, dan tenang. Demikian lembut dan sensitifnya, sehingga jika kedua pipi ini diterpa hembusan angin sepoi, cukup membuatnya terluka, dan jika ujung jari ini disentuh ujung kain sutera, cukup menjadikannya berdarah. Sedangkan para pemuda dan pemudi kami, sebagai harapan masa depan dan gantungan cita-cita, tetaplah sebagai generasi; yang nasib baik mereka merupakan kebanggaan dan harga diri yang harus diperjuangkan. Meskipun untuk itu
kami harus mengorbankan kemerdekaan, kemuliaan, atau membayar dengan terampasnya. hak-hak umat.

Kalian menyaksikan ironi pada diri para pemuda yang lisannya fasih mengucapkan kata-kata segar dan di guratan wajahnya terbersit air muka yang jernih dan berkilau, menghiba di depan pintu berbagai kantor untuk melamar pekerjaan.

Kalian menyaksikan mereka itu berjuang mati-matian mencari koneksi kepada berbagai pihak untuk melicinkan jalan. Wahai sahabatku, jika mereka telah memperoleh pekerjaan yang mereka impikan itu, apakah anda berpikir bahwa suatu hari mereka akan siap meninggalkannya. demi harga diri atau kehormatannya, meskipun mereka sesungguhnya juga mengalami penderitaan dan penindasan dalam bekerja?

Mentalitas kita -hari-hari ini- sungguh membutuhkan pengobatan yang serius dan penyembuhan yang total. Kita memerlukan pencairan bagi perasaan yang telah keras membeku; kita membutuhkan perbaikan bagi akhlak yang telah rusak binasa; dan kita juga membutuhkan penyadaran atas penyakit bakhil yang telah demikian akut. Cita-cita besar yang menggelayuti akal pikiran para da'i pembaharu di satu sisi, dan problematika yang demikian berat di sisi yang lain, menuntut kita untuk segera memperbaharui mentalitas dan membangun jiwa kembali dengan bentuk bangunan yang bukan sekedar sebagaimana yang pernah kita miliki; yang telah lapuk dimakan usia dan telah lenyap ditelan berbagai tragedi.  Tanpa proses ulang pembaharuan mentalitas dan pembangunan jiwa ini kita tidak mungkin melangkah ke depan walau hanya selangkah.

Jika kalian mengetahui semua ini dan senantiasa sepakat dalam memahami bahwa standar ini adalah standar yang lebih pas dan lebih detail untuk menimbang kadar kebangkitan umat maka ketahuilah bahwa tujuan pertama yang digariskan oleh Ikhwanul Muslimin adalah tarbiyah shahihah, yakni pembinaan umat untuk mengantarkannya menuju kepribadian yang utama dan mentalitas yang luhur.
Pembinaan -untuk membangun jiwa yang dinamis- itu ditegakkan dalam rangka merebut kembali kemuliaan dan kejayaan umat dan untuk memikul beban tanggung jawab di jalan yang mengantarkan kepada tujuan.

Setelah menyimak penjelasan ini, barangkali kalian bertanya, 'Apa saja sarana yang dipergunakan lkhwanul Muslimin untuk memperbaharui mentalitas dan meluruskan akhlak mereka? Apakah Ikhwan pernah mencoba menggunakan sarana tersebut? Dan sejauhmana keberhasilan percobaan itu?"

Monday 1 September 2014

APAKAH KITA PARA AKTIFIS (3)

YAYASAN-YAYASAN DAN PROYEK-PROYEK

Pemikiran Ikhwanul Muslimin telah tersebar di lebih dari lima puluh wilayah di Mesir. Di setiap wilayah tersebut, Ikhwan, Mendirikan proyek-proyek amal dan lembaga-lembaga sosial. Engkau, dapat menyaksikan, di Ismailiyah telah dibangun masjid dan gelanggang Ikhwanul Muslimin. juga dibangun lembaga pendidikan Islam Hira' untuk anak-anak, dan sekolah untuk kaum ibu muslimah dalam rangka memberi
bekal kepada mereka bagaimana mendidik putra putrinya.

Di Syibrakhit juga didirikan masjid Ikhwan, gelanggang olah raga, dan ma'had (lembaga pendidikan) Hira' dalam satu kompleks. Di sebelah kompleks yang besar itu dibangun gedung latihan yang diperuntukkan bagi siswa-siswa ma'had yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan. Jam'iyah ini membekali mereka dengan berbagai keterampilan. untuk mencetak tenaga trampil yang berwawasan dan pekerja yang bermoral.

Di Mahmudiyah Al-Buhaira didirikan proyek seperti itu pula, Di sana dibangun pabrik tenun untuk memproduk karpet, sajadah, dan yang semacamnya, persis di sebelah ma'had Tahfidzul Qur'an yang bertempat di gelanggang lkhwanul Muslimin. Ma'had Tahfidul Qur'an telah mengeluarkan banyak alumnus, padahal waktu berdirinya belum terlalu lama. Lihatlah, para penghafal Qur'an yang lihai bermunculan dalam
waktu yang relatif singkat, di mana hanya sedikit saja dari lembaga pendidikan yang ada yang dapat menghasilkan serupa itu.

Rasanya tidak perlu saya tuliskan satu persatu, yang jelas bahwa setiap cabang Ikhwanul Muslimin hampir di seluruh wilayah Mesir telah mendirikan berbagai proyek sosial, dari Adfoo hingga Iskandariyah. Di banyak yayasan Ikhwan, kita dapati lembaga yang menangani kerja sosial di bidang advokasi. Dengan izin Allah, ikhwan dapat menyelesaikan berbagai kasus dengan segera,yang jika ditangani oleh lembaga hukum pemerintah akan membutuhkan waktu yang lama.

Ada lagi lembaga yang bergerak di bidang santunan sosial, khususnya kepada para fakir miskin di hari-hari raya. itu semua untuk meringankan beban mereka di satu sisi dan untuk ikut membentengi mereka dari upaya licik kelompok zeding (kristenisasi) di sisi yang lain.

Banyak juga lembaga. ikhwan yang aktif di bidang; penerangan dan konseling yang bergerak di tempat-tempat yang belum atau tidak tersentuh oleh aktivitas tersebut, seperti warung-warung kopi, gelanggang-gelanggang umum, tempat-tempat pesta, dan forum-forum upacara kematian. Di banyak tempat, khususnya daerah perkampungan, Ikhwan juga mendirikan lembaga yang bergerak di sektor pelayanan umum, seperti: pembangunan masjid, pembersihan jalan, penetangan gang-gang, pengadaan puskesmas keliling, dan usaha
usaha lain yang mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat, baik untuk urusan dunia maupun agamanya.

Di tempat lain didirikan pula lembaga yang bekerja untuk memerangi tradisi yang rusak dan kebodohan yang merajalela, terutama di tempat-rempat yang jauh dari lingkungan ilmiah Pada saat yang bersamaan didirikan pula lembaga untuk menghidupkan sunah dan kewajiban agama yang secara praktek telah banyak dilupakan
orang, meskipun secara teori masih banyak diketahui seperti mengumpulkan zakat biji-bijian yang disimpan di tempat khusus lalu membagikannya-dengan sepengetahuan jamaah-kepada orang-orang yang berhak menerimanya (tanpa tujuan mempengaruhi), sebagaimana yang dilakukan Ikhwan di wilayah Barambal beberapa waktu yang lalu.

Di Kairo didirikan pula koran mingguan lkhwanul Muslimin yang disusul kemudian dengan berdirinya percetakan milik Ikhwan. Semua itu dapat terwujud dalam kurun waktu kurang dari setahun. Jam'iyatul Ikhwan juga memberi perlindungan kepada kaum fakir miskin dari pengaruh misionaris akhir-akhir ini. Maka rumah-rumah Ikhwan pun menjadi tempat penampungan mereka, lembaga-lembaga latihan Ikhwan memberi bimbingan kepada mereka, dan sekolah-sekolah Ikhwan pun siap mendidik mereka. Para pengurus lembaga memberi peringatan kepada masyarakat akan bahayanya para misionaris yang sesat itu. yang selalu mengelabui mereka dengan aqidahnya dan sibuk menyesatkan orang-orang yang lemah dan fakir miskin.

Itulah beberapa dampak konkret aktivitas Ikhwanul Muslimin. Saya tidak perlu lagi menyebutkan berbagai majelis ta'lim ceramah, diskusi, serta kunjungan dan wisata, yang semua ini biasanya dikenal dengan istilah dakwah bil lisan. Kami pernah mengatakan bahwa kami telah lelah berbicara dan telah bosan berpidato. Kini tinggallah kami berbuat sesuatu yang nyata, Engkau barangkali terkejut ketika mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin, dalam melakukan kerja raksasa ini, tidak meminta bantuan dana dari pemerintah maupun pihak
lain, kecuali 500 junaih (mata uang Mesir) yang pernah disumbangkan oleh Koperasi Terusan Suez untuk membantu pembangunan masjid dan sekolah di Ismailiyah.

Banyak orang menduga-sebagian dugaan adalah perbuatan dosa-dan berkata tentang Ikhwan dengan sesuatu yang mereka sendiri tidak tahu. Namun, semua itu tidak menjadi masalah bagi kami dan cukuplah bagi kami bahwa Allah swt. mengetahuinya. itu semua karena limpahan taufik dan hidayah-Nya dan bahwa harta itu adalah harta khusus anggota Ikhwan, yang diberikan dengan hati yang tulus ikhlas. Maka diberkatilah harta itu dan datanglah buahnya setiap saat dengan seizin Tuhannya, Cukuplah kami katakan kepada setiap orang dan semua pihak di mana pun ia berada dengan terus-terang bahwa Ikhwanul Muslimin tidak membiayai proyek-proyeknya selain dengan iuran para anggotanya. Dengan begitulah mereka eksis dan semakin percaya diri. Sementara para anggota mendapatkan kenikmatan tersendiri dengan
pengorbanan di jalan Allah itu.

Barangkali anda juga heran ketika mengetahui bahwa kontribusi finansial kepada lkhwanul Muslimin bersifat suka rela, bukan paksaan, sehingga barangsiapa tidak mampu memberikannya kepada jamaah tidak dikurangi sedikit pun hak-hak ukhuwahnya. Meskipun hal ini jelas-jelas tertuang dalam teks Anggaran Dasar jamaah, namun para anggota Ikhwan senantiasa berlomba-lomba untuk berqurban di jalan Allah                   jika diseru untuk itu. Dengarlah sebuah kisah di tengah pembangunan masjid di wilayah islamiyah Ketika salah satu ketua kelompok jamaah memberikan himbauannya kepada anggota untuk berinfaq, berdirilah salah seorang dari mereka yang profesinya adalah buruh pabrik. Ia berjanji akan menyumbang 1.5 junaih (mata uang Mesir) tiga hari kemudian. Akan tetapi, ia banyalah buruh pabrik yang miskin, dari mana ia
mendapatkan uang sebanyak itu? Sebenarya ia ingin meminjam dahulu, namun khawatir pembayarannya tertunda. Ia ingin mengadakan uang dengan segera tetapi tidak dengan cara demikian. Ia pun berpikir keras, namun tidak kunjung mendapatkan jalan untuk itu. Yang bisa dilakukan kini hanyalah menjual sepeda satu-satunya yang biasa dipakai untuk berangkat ke tempat kerja vang berjarak sekitar 6 kilometer, Benarlah, akhirnya diwujudkannya jalan pikiran itu. Tepat pada hari yang dijanjikan ia menyerahkan uangnya. Dengan demikian ia menghimpun dua kebajikan: menepati janji dan bersedekah.

Di kemudian hati sang ketua melihat bahwa al-akh yang profesinya buruh tadi sering terlambat datang di majelis ta'lim Isya' Ia tidak mengetahui alasannya. dan jika bertanya pun tidak dijawabnya. Akhirnya ia diberi tahu oleh salah seorang kawan dekatnya yang mengetahui duduk persoalan. Ia memberitahu ketua bahwa al-akh tadi menjual sepedanya untuk melunasi janji infaq pembangunan masjid. oleh karenanya, setiap pagi ia berjalan kaki dan terlambat mengikuti pengajian. Mendengar ini terkejutlah sang ketua dan para ikhwan yang lain. Mereka kemudian membuat keputusan untuk mengganti sumbangan infaqnya. dan mengganti sepeda lamanya dengan sepeda yang baru agar ia senantiasa mengenang balasan kesetiaannya pada janji.

Dengan jiwa semacam inilah, jiwa yang memiliki ikatan kuat dengan para assabiqunal awwalun (para pendahulu) dari kalangan tokoh-tokoh Islam yang menjadi mercu suar umat, fikrah Ikhwanul Muslimin bangkit dan berkembang. Sukseslah berbagai proyek kerja dakwah yang diembannya. Mereka adalah kaum fakir miskin yang dermawan, mereka sedikit hartanya tetapi murah hati Dengan kelangkaan harta benda yang dimiliki mereka berderma dengan sesuatu yang banyak, diberkatilah harta ini oleh Allah melimpahruahlah kebajikan yang diperoleh akhirnya.

Dengan demikian, mudah-mudahan saya telah menyingkap beberapa hal yang masih samar di mata sebagian orang yang menuduh bahwa di balik keberhasilan dakwah Ikhwan ada persekongkolan dengan berbagai pihak dan ada sikap tunduk hadap kepentingan-kepentingan pribadi. Namun-alhamdulillah- Ikhwan bersih dari itu semua.

Itulah beberapa baris tulisan yang berisi sebagian kisah jihad Ikhwanul Muslimin secara operasional, yang kami paparkan kepada orang-orang yang ingin menimbang bobot Ikhwan dengan standar yang biasa dipakai oleh berbagai yayasan dan proyek sosial pada umumnya. Ikhwan berusaha menjadikan lembaran-lembaran tulisan ini sebuah buku yang berisi data berbagai kegiatan sosial yang ditunaikan dengan hati yang tulus karena Allah swt. Dengan demikian, mudah-mudahan mereka berpikir kembali untuk memberikan dukungan kepada jamaah itu, yang senantiasa menapaki jalannya menuju tujuan yang diimpikan, yang hanya bersandar dan berharap kepada Tuhannya.

Wednesday 20 August 2014

APAKAH KITA PARA AKTIVIS (2)

KEPADA PUTRA-PUTRA ISLAM YANG PENUH SEMANGAT

Kepada kelompok ini, yang berkepribadian mulia, yang berhati jernih, yang bercita-cita tinggi, yang berjiwa terhormat, yang cinta bekerja, dan menjadi tumpuan harapan, dimana seorang penyair telah putus asa mendapatkan orang semacamnya:

Telah sekian lama ‘ku bergaul dengan banyak orang
pengalaman demi pengalaman menempaku
tiada hari datang kepadaku
kecuali menyenangkan di jumpa-jumpa pertama
namun menyakitkan jua di akhirnya

kami katakan, “Kalian kini berada di hadapan seruan dakwah yang baru. Kaum muda menyeru kalian untuk bekerja bersama mereka dan bergaul dengannya untuk menuju suatu tujuan, yang ia adalah cita-cita setiap muslim dan harapan setiap mukmin. Adalah hakmu bertanya tentang sejauh mana persediaan sarana operasional jamaah. Dan kewajibanmu pula untuk mengetahui lebih dalam apa-apa yang diserukannya
kepadamu.

Saya merasa kagum akan kejujuran dan ketulusan mereka untuk bergabung dengan jamaah kita. mereka minta penjelasan terhadap setiap kata dan setiap ungkapan kepada saya. Mereka mengkonsultasikan setiap sarana yang dipergunakan, hingga jika sudah merasa puas, mereka segera menyampaikan pesan-pesannya dengan keyakinan yang bulat, jelas maksudnya, dan riil pula dampaknya. Mereka senantiasa bekerja
dengan kesungguhan yang penuh hingga saat ini, dan saya berharap akan terus begitu dengan izin Allah swt. Namun demikian, saya mempunyai beberapa catatan untuk mereka, antara lain:

Daripada mereka membuang waktu untuk berbagai pertanyaan ini, bukankah lebih baik jika bergabung saja dengan jamaah dan bekerja didalamnya? Jika mereka melihat kebaikan disana, itulah yang semestinya. Namun jika selain itu yang dilihat, maka jalan untuk keluar dan melepaskan diri darinya demikian jelas membentang, apalagi pintunya ada di dua tempat: tempat masuk dan tempat keluar.

Aktivitas jamaah begitu jelas, tidak ada yang tersembunyi dan tidak ada pula misterius. Dahulu ada cerita bahwa para ahli nahwu berselisih pendapat tentang jumlah bait Alfiyah (pelajaran nahwu yang dipuitisasikan ) Ibnu Malik. Perselisihan ini telah memancing perdebatan serius yang justru tidak mendatangkan manfaat apa pun, hingga akhirnya datanglah salah seorang tokoh mereka dengan membawa bukunya dan berkata, “Inilah dia, hitunglah dan sepakatlah.” maka dengan itulah perselisihan bisa diselesaikan. Inilah Jam’iyah Ikhwanul Muslimin, wahai sahabatku. Di setiap tempat, ia menyeru orang dan membuka pintunya lebar-lebar sembari berkata, “Marilah, jika anda lihat sesuatu yang menyenangkan hati, maka bergabunglah bersama dengan berkah Allah. Jika tidak melihat yang demikian, maka berkatalah sebagaimana yang dikatakan Basyar:

Jika suatu negeri mengingkari
Atau aku mengingkarinya
Aku pun segera keluar bersama burung-burung
Dan penduduknya

Tidakkah mereka tahu bahwa jamaah itu tiada lain adalah sekumpulan individu yang terikat? Jika setiap individu bertanya dengan pertanyaan “Maka di manakah jamaah itu sebenarnya?” ini adalah tipuan logika belaka yang-sayangnya-banyak diikuti orang. Jika anda ingin mengenalkan kursi misalnya, anda akan mengatakan bahwa ia adalah benda yang terdiri dari tiga unsur tempat duduk, sandaran dan empat buah kaku. Akan tetapi, tahukah bahwa definisi seperti ini sesungguhnya tidak benar dan menipu belaka? Kenapa demikian, karena apakah benda itu sesuatu yang ada di luar ketiga unsur tersebut? Jika anda pisahkan kursi itu dari kaki-kakinya, tempat duduk, dan sandarannya, apakah masih ada sebuah benda yang bisa diidentifikasi sebagai berwujud?

Demikian juga, orang banyak tertipu dalam memahami hakekat jamaah dan individu. Mereka mengira bahwa jamaah itu sesuatu sedangkan individu adalah sesuatu yang lain. Padahal jamaah itu tidak lain kecuali kumpulan dari individu-individu, dan individu-individu itu adalah komponen bangunan jamaah itu sendiri. Apabila komponen bercerai-berai dan setiap mereka bertanya dengan pertanyaa “Lalu di mana jamaah itu?”
siapa yang bertanya dan siapa yang ditanya? Kita sering memahami secara keliru seperti demikian ini disebabkan oleh kebiasaan kita bersikap kurang bertanggung jawab; kita menimpakan beban tanggung jawab hanya pada pundak seseorang. Berikutnya lahirlah sikap masa bodoh, tidak tahan uji menghadapi keadaan, dan tidak kunjungan melangkah lebih maju.

Kami serukan kepada para putra Islam yang memiliki semangat bahwa seluruh jamaah Islam di masa kini sangat membutuhkan munculnya pribadi aktivis sekaligus pemikir dan anasir produktivitas yang pemberani. Maka haramlah hukumnya bagi orang semacam ini untuk tertinggal dari kafilah, meskipun sesaat. Dan tidakkah mereka memahami-semoga Allah memberinya dukungan-bahwa hendaknya mereka segera
bergabung dengan jamah ini. Jika mereka menjumpai bahwa jamaah ini adalah jamaah yang aktif sebagaimana mestinya, maka berbahagialah. Namun jika merka tidak menjumpai yang demikian itu, tunjukkan kepribadian dan kekuatan pengaruhnya untuk membangun apa-apa yang seharusnya ada. Kalau ternyata apa yang mereka upayakan tidak bisa diterima, mereka telah mendapatkan pemakluman dari tuhan dan dirinya. Apalagi jika orang-orang yang menyeru dakwah ini adalah kaum yang mengetahui bahwa diatas orang yang memiliki pengetahuan dan Dzat yang Mahatahu, dan bahwa setiap orang yang memiliki pendapat berhak menyampaikan pendapatnya. Lihatlah Rasulullah saw. Jika dibanding dengan manusia seluruhnya, pendapatnya adalah sebenar-benar pendapat dan pemikirannya adalah sematang-matang pemikiran, namun
ia mengambil juga pendapat Hubaib ra. Di perang Badar dan pendapat Salam di perang khandaq. Mereka tentu saja sangat bahagia, karena ada yang mengambil pendapatnya untuk suatu pekerjaan yang benar.

Tidakkah mereka mengetahui bahwa jika mereka telah mencoba sekali, dua kali, atau lebih dari itu, namun belum juga berhasil, janganlah putus asa. Mereka harus ‘memainkan bola’ terus-menerus sehingga menciptakan ‘gol’ pada saatnya. Jika mereka tergesa-gesa dan cepat putus asa, hilanglah kesempatannya untuk memperoleh keberuntungan itu.

Hal ini persis sebagaimana kisah seorang pemburu ikan. Suatu saat ia mendapat ikan yang besar. Lalu ia melihat di dasar air itu ada rumah karang yang disangkanya mutiara. Demi melihat itu, ditinggalkanlah ikan yang sudah di tangan untuk mengambil rumah karang. Ketika ia melihat dari dekat, menyesallah hatinya. Kemudian ia melihat ikan kecil membawa mutiara, namun ia tidak mengacuhkannya karena disangka rumah
karang. Akhirnya ia hanya mendapatkan ikan kecil, serta kehilangan ikan besar dan mutiara, sesuatu yang berlipat-lipat lebih berharga, atau seperti seekor itik di suatu danau. Ia melihat bayangan di dasar air yang disangkanya ikan. Ia berusaha menjulurkan paruhnya untuk mendapatkannya. Ia mematuknya berkali-kali hingga kecapaian lalu ditinggalkan dengan perasaan marah. Sejenak kemudian berlalulah ikan dihadapannya. Ia acuh tak acuh karena menganggapnya bayangan. Lalu ia pun meninggalkannya. Dengan begitu ia merugi dan kehilangan kesempatan berharga dan sirnalah pula harapannya.

Inilah beberapa catatan, yang perlu saya sampaikan kepada orang-orang yang ingin beraktivitas dalam Islam dari kalangan putra-putranya. Saya pikir ini patut direnungkan dalam-dalam. Kami serukan dakwah Ikhwanul Muslimin ini kepada mereka. Hendaklah mereka mencoba bergabung dengannya. Jika mereka mendapati kebaikan, dukunglah dan jika mendapati kebengkokan, luruskanlah. Jangan sampai percobaan mereka menjadi penghalang bagi kemajuan bersama. Saya berharap mereka menyaksikan pada diri Ikhwan pemandangan yang menentramkan hati-hati, insya Allah. Saya akan menyampaikan lagi sebagian keterangan pada kesempatan mendatang.

Monday 18 August 2014

APAKAH KITA PARA AKTIVIS (1)

Kami telah menjawab pertanyaan “Kepada Apa Kita Menyeru Manusia?” yang dilontarkan oleh banyak orang berkali-kali, pada risalah yang lalu. Mereka senantiasa bertanya setiap diseru untuk mendukung jam’iyyah Ikhwanul Muslimin dengan pertanyaan: “Kepada apa jam’iyyah Ikhwanul Muslimin menyeru?” saya terpaksa menjawab dan menjelaskan dasar-dasar dakwah ini-pada risalah yang lalu-dengan jawaban yang kiranya dapat memenuhi hajat orang-orang yang bertanya tersebut, tanpa ada yang rancu lagi. Kalau tidak salah, saya telah memberi jawaban secara globaldengan membahas dasar-dasar dakwah ini-pada tulisan yang pertama, kemudian saya merincinya pada uraian selanjutnya. Dengan demikian, rasanya tidak ada lagi alasan bagi orang yang ingin mengenal hakekat dakwah Ikhwanul Muslimin, baik secara global maupun rinci, untuk mengatakan: tidak tahu!

Ada lagi pertanyaan yang tersisa, yang banyak dilontarkan orang ketika diajak memberikan dukungan kepada jamaah ini; yang beraktivitas siang dan malam tanpa mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih dari siapapun, kecuali dari Allah saw. Semata. Mereka tidak pula menyandarkan langkah-langkahnya kecuali kepada dukungan dan pertolongan-Nya, karena ‘tidak ada kemenangan kecuali dari sisi-Nya’. Pertanyaan tersebut, yang sering dilontarkan dengan nada sinis, adalah: Apakah jamaah ini merupakan jamaah aktif, dan anggotanya para aktivis? Orang yang bertanya ini adalah salah satu dari orang-orang dengan tipe berikut:

- Mungkin ia adalah sosok pengumbar hawa nafsu yang perangainya destruktif, yang ketika melontarkan pertanyaan ini tidak memiliki kepentingan kecuali untuk membuat kekacauan ditubuh jamaah dan prinsip pemikirannya, serta para pendukungnya yang tulus. Ia tidak menganut agama jika dengan itu tidak mendapatkan keuntungan pribadi. Ia tidak peduli dengan urusan orang lain, kecuali jika urusan itu memberikan kemanfaatan bagi dirinya.

- Mungkin ia pribadi yang lalai akan dirinya sendiri dan-begitu juga-terhadap orang lain. Ia tidak memiliki tujuan hidup, tidak memiliki prinsip pemikiran, dan tidak pula aqidah.

- Mungkin ia adalah sisik yang hobinya bersilat lidah dan melontarkan pertanyaan- pertanyaan yang indah indah agar dianggap oleh para pendengarnya sebagai orang ‘berisi’, meski kenyataannya ‘tong kosong berbunyi nyaring’ dengan perilakunya, ia ingin membersitkan kesan dibenak kalian bahwa dirinya adalah sosok pencinta amal. Ia senantiasa berusaha membersitkan kesan itu, namun tidak pernah menemukan jalan. Ia menyadari betul kebohongan dirinya dengan lontaran katakatanya itu, dan itu semua ia lakukan sekedar untuk menutupi kelemahan dirinya.

- Mungkin ia seorang yang tengah berupaya untuk melemahkan semangat orangorang yang menyeru dakwah, agar-dengan lemahnya semangat itu-ia punya alasan untuk menapik seruanya, untuk merespon secara dingin, dan akhirnya berpaling dari amal jama’i.

Golongan yang manapun dari mereka itu, jika anda menemuinya dijalan lalu anda jelaskan padanya manhaj amal yang produktif, anda tuntun mata-telinga, akal pikiran, dan tangannya menuju jalan yang benar, niscaya mereka akan berpaling juga dalam keadaan bingung, jiwanya guncang, bibirnya gemetar untuk mengucapkan kata-katanya, geraknya meragukan, dan diamnya pun tampak salah tingkah. Ia lalu menyampaikan
kata-kata ‘maafnya’ dan meminta kesempatan di waktu yang lain saja. Akhirnya, ia pun menghindar darimu dengan seribu satu alasan. Itu semua dilakukan setelah ia-dengan gigihnya-berdiskusi denganmu berlama-lama, dan setelah itu-engkau lihat, ia bahkan merintangi jalan dengan congkaknya.

Perumpamaan mereka itu seperti sepotong cerita bahwa ada seseorang yang dengan semangatnya menghunus pedang, tombak, dan senjata lainnya. Setiap malam ia pandangi senjata-senjata itu dengan gerakan geram karena tidak kunjung menemui musuhnya untuk bias menunjukkan keberanian dan kepahlawanannya. Suatu saat, istrinya ingin menguji kesungguhannya. Dibangunkanlah ia pada tengah malam sembari memanggilnya dengan nada meminta bantuan, “Bangunlah pak, kuda-kuda perang telah mendobrak pintu rumah kita.” Seketika ia terbangun dalam keadaan gemetaran dan wajahnya pucat pasi sambil bergumam ketakutan, “Kuda perang, kuda perang …” Hanya itu yang ia ucapkan, tidak lebih. Ia bahkan tuidak berusaha untuk membela diri. Tatkala waktu pagi tiba, hilanglah akal sehatnya karena ketakutan yang amat sangat dan terbanglah pula nyalinya, padahal ia belum terjun ke medan perang secara nyata dan
belum menjumpai seorang musuh pun. Seorang penyair bertutur:

Kalaupun seorang pengecut tinggal sendiri di bumi
Ia ‘kan menantang tombak dan peperangan

Allah swt. Berfirman :

“Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, ‘Marilah kepada kami.’ Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang mereka mencaci kamu dengn lidah yang tajam., sedangkan mereka bakhil untuk berbuat kebaikan . mereka itu tidak beriman, maka
Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
(Al-Ahzab: 18-19)

Untuk orang-orang seperti ini kita tidak perlu memberi komentar. Kita tidak perlu menjawab mereka, kecuali dengan kata-kata, “Semoga keselamatan atas kalian dan kami tidak membutuhkan orang-orang jahil.” Bukan untuk mereka kita menulis dan bukan kepada mereka dan kita berbicara. Kita telah lama berharap kebaikan untuk mereka dan kita telah tertipu oleh mulut manisnya suatu waktu, lalu terbukalah kedok mereka dan terangkurlah apa yang ada di balik kata-katanya itu. Kita melihat beragam sosok dan kelompok mereka yang membuat hati ini semakin tidak cenderung kepadanya dan tidak sekali-kali akan menyerahkan urusan kepada mereka, meskipun sepele.

Ada lagi kelompok lain: sedikit jumlahnya, tetapi besar kesungguhannya; langka bilangannya, tetapi diberkati dan dilindungi oleh Allah. Mereka bertanya kepadamu dengan pertanyaan serupa ketika diajak untuk mendukung dan bergabung dengan jamaah ini, namun dengan hati yang tulus. Mereka adalah orang-orang yang hatinya telah dipenuhi dengan kerinduan untuk berbuat, sehingga kalau saja mengetahui jalan untuk itu, mereka pasti terjun seketika. Mereka adalah para mujahid, namun tidak kunjung menjumpai medan jihad yang dapat membuktikan kepahlawananya. Mereka telah banyak berinteraksi dengan berbagai kelompok dan telah pula mengkaji berbagai lembaga dan organisasi dakwah, namun itdak menjumpai sesuatu yang memuaskan hatinya. Jika saja mereka menjumpai apa yang mereka inginkan di sana, mereka pasti
menempati posisi di barisan pertama dan menjadi bagian dari para aktivis yang tekun.

Kelompok ini telah hilang dan sedang dinanti kedatangannya. Saya yakin sepenuhnya, jika saja seruan ini terdengar olehnya dan sampai di hatinya, mereka pasti akan menjadi salah satu dari dua golongan: golongan aktivis atau-paling tidak-golongan simpatisan; dan tidak mungkin menjadi yang ketiga. Mereka, kalaupun tidak mendukung fikrah ini, tidak akan pernah sekali-kali menjadi musuhnya. Untuk kelompok inilah kita menulis, kepada merekalah kita berbicara, dan bersama merekalah kita saling memahami. Allah swt. Sendirilah yang memilih tentara-tentara-nya dan menyeleksi para aktivis dakwah-Nya.

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (Al-Qashash:56)

Mudah-mudahan kita sepakat akan apa-apa yang kita inginkan Allah swt. Berfirman dengan kebenaran dan hanya Dialah petunjuk jalan.

Sunday 17 August 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (9)

JALAN PANJANG

Saya berharap bahwa kalimat-kalimat ini telah cukup menjelaskan tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin,
dan sedikit banyak menerangkan jalan yang akan ditempuh oleh mereka dalam mencapai tujuan itu. Sebenarnya saya telah menjelaskan masalah ini kepada mereka yang masih menyimpan cinta dan ghirah terhadap Islam, dan bercita-cita untuk mengembalikan kejayaannya. Saya menerangkannya dalam sebuah tulisan yang berjudul, "Kepada Apa Kami Menyeru Manusia".

Mereka pun telah mendengarkannya dengan seksama, memahami makna dari kata demi kata, hingga akhirnya kami sama-sama sepakat dengan tujuan besar berikut metodenya yang efektif itu. Dan betapa dahsyat keterkejutan saya ketika saya melihat ada semacam kesepakatan umum di kalangan mereka bahwa "jalan ini amatlah panjang." Aliran-aliran pemikiran destruktif yang begitu kuat mencengkram negeri ini telah
melahirkan keputusasaan dalam jiwa umat. Agar para pembaca tidak perlu menemukan perasaan yang sama seperti yang dirasakan sebelumnya oleh mereka yang pernah berbicara tentang masalah ini, saya ingin
mengemukakan kalimat-kalimat sarat dengan harapan, penuh dengan keyakinan akan datangnya keberhasilan, insya Allah. Dan semua urusan itu ada di tangan Allah swt. Untuk itulah saya ingin membatasi tema ini dengan dua sudut pandang positif.

PERSPEKTIF FILSAFAT SOSIAL

Para pakar ilmu sosial menyatakan bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari. Pandangan itu dibenarkan oleh realitas dan dikuatkan dengan banyak alasan, Bahkan sesungguhnya kemajuan kemanusiaan dan perjalanannya menuju puncak kejayaan tersimpan dalam pandangan ini. Siapa yang dapat menyangka sebelumnya kalau para ilmuwan akan sampai pada penemuan-penemuan dahsyat seperti yang kita lihat sekarang? Para ilmuwan itu sendiri pada Mulanya bahkan tidak percaya, sampai akhirnya kenyataan membuat mereka yakin. Sebenarnya banyak contoh bisa dikemukakan untuk membuktikan itu. Namun pandangan ini telah menjadi aksioma dan karenanya tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.

PERSPEKTIF SEJARAH

Kebangunan semua bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan; sesuatu yang sering membuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentuk kemustahilan. Tapi di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan ketenangan dalam melangkah, telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju kejayaan.

Siapakah yang bisa percaya sebelumnya, bahwa di tengah gurun pasir jazirah Arab yang gersang dan kering kerontang itu akan memancar seberkas cahaya kearifan, di mana dengan kekuatan spiritual dan kemampuan berpolitik putera-puteranya dapat menguasai semua kekuatan adidaya dunia? Siapakah yang percaya sebelumnya, bahwa lelaki lembut semacam Abu Bakar yang sering membingungkan rakyatnya karena sifat lembutnya itu, tiba-tiba saja mengirim pasukan untuk memerangi para pembangkang, pemberontak dan
kaum murtad, hingga akhirnya ia berhasil menyelamatkan Daulah Islamiyah dari ancaman perpecahan dan mengembalikan hak Allah dalam kewajiban zakat? Siapakah yang percaya sebelumnya, bahwa Shalahuddin Al-Ayyubi yang berjuang dalam waktu yang lama, akhirnya dapat mengalahkan dan mengusir raja-raja Eropa, sekalipun jumlah mereka jauh lebih banyak. Bahkan sekalipun duapuluhlima raja dari duapuluhlima kerajaan bersatu menyerangnya?

Itu semua terjadi dalam sejarah lama. Dalam sejarah modern pun ada banyak fakta. Siapakah yang bisa percaya sebelumnya, bahwa raja Abdul Aziz Alu Su'ud dapat mengembalikan kerajaannya dan menjadi tumpuan harapan dunia Islam untuk mengembalikan persatuan dan kejayaannya, setelah sebelumnya keluarga dan kerajaan terampas? Siapakah yang dapat percaya sebelumnya, bahwa buruh Jerman yang bernama Hitler itu, suatu ketika dapat memiliki kekuatan dahsyat yang menggentarkan dunia?

ADAKAH JALAN LAIN?

Ada dua pandangan negatif yang juga melahirkan hasil seperti ini, serta menuntun hati mereka yang memiliki ghirah dengan kuat dan benar.

Pertama, bahwa sekalipun jalan ini sangat panjang dan berliku, tapi tak ada pilihan lain selain ini. Tidak ada jalan selain itu yang dapat ditempuh untuk membangun kejayaan umat dengan benar. Pengalaman telah membuktikan kebenaran anggapan ini..

Kedua, bahwa seorang pekerja pertama kali harus bekerja menunaikan kewajibannya, baru kemudian boleh mengharap hasil kerjanya. Jika ia telah bekerja, berarti ia telah menunaikan kewajiban, dan pasti kelak akan mendapat balasan dari Allah swt. Tak ada keraguan dalam hal ini, selagi syarat-syaratnya terpenuhi. Sedang masalah hasil, itu terserah kepada Allah swt. Boleh jadi peluang kemenangan itu datang tanpa terduga, sehingga ia memperoleh hasil yang sangat memuaskan dan penuh berkah. Sementara bila ia tidak bekerja, ia akan mendapat dosa karena tidak berbuat, ia juga akan kehilangan pahala jihad, dan tentu saja dia sama sekali tidak akan mendapatkan hasil di dunia. jadi, manakah di antara kedua golongan itu yang terbaik?
Al-Qur'an Suci telah menandaskan itu dengan jelas,

"Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa?". Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpalkan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik." 
(Al-A'raf: 164-165)

Friday 15 August 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (8)

PERSAUDARAAN ITU MEMAKLUMKAN KEMANUSIAAN

Aqidah Islamiyah telah membuahkan dua hal yang pasti akan kita petik, dan karenanya harus aku jelaskan pada kalian tentang kelezatan dan kebaikan yang dibawanya.

Pertama, aqidah ini membuahkan gerakan pembebasan Islam yang tiada taranya sepanjang sejarah baik dalam hal tujuan, cara, manajemen gerakan, maupun hasil-hasilnya. Seorang pembebas Muslim bergerak membebaskan suatu negeri, tidak ada motivasi lain kecuali demi menegakkan kebenaran dan menerangi segenap sudut negeri itu dengan cahaya Al-Qur'an. Ketika jiwa-jiwa penduduk negeri itu telah diterangi oleh cahaya petunjuk Ilahi, maka lenyaplah segenap perbedaan dan lenyap pula segala kezaliman. yang tinggal
hanyalah keadilan, cinta kasih, dan persaudaraan. Tak ada lagi istilah "pembebas yang menang" dan "musuh yang kalah". Mereka semua telah menjadi saudara, saling mengasihi dan saling mencintai. Dalam pada itu, ide kebangsaan tak lagi relevan, lebur meleleh bagai salju tertimpa teriknya sinar mentari. Sebelum ia menyerang siapa pun yang hendak diserang, mengalahkan siapa pun yang hendak dikalahkan, sesungguhnya sang Pembebas Muslim telah menjual diri dan keluarganya kepada Allah, melepas semua bentuk fanatisme kebangsaan dengan segenap atributnya. Mereka tak lagi berperang dan menang demi kebangsaan dan nasionalisme. Mereka melakukan itu setulusnya untuk Allah semata. Allah, Dzat yang tidak ada sekutu
bagi-Nya. Sebuah riwayat tentang puncak keikhlasan dan kebersihan diri dari hawa nafsu tertera dengan indah dalam sebuah sabda Rasulullah saw. berikut ini,

Seorang lelaki datang dan berkata kepada Rasulullah saw., "wahai Rasul Allah, sesungguhnya aku suka berjihad di jalan Allah dan aku senang bila orang lain melihat sepak terjangku," Rasulullah saw terdiam dan tidak menjawab, hingga turunlah firman Allah swt.,

"Barangsiapaa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (AlKahfi: 110)

Lihatlah, bagaimana Islam menempatkan obsesi seseorang kepada pujian dan sanjungan - yang sebenarnya merupakan tabiat jiwa manusia- sebagai syirik kecil yang harus ia bersihkan, untuk kemudian menggantinya dengan cita-cita luhur nan agung? Adakah keikhlasan yang melebihi saat di mana seseorang melupakan segala kepentingan dirinya demi tercapainya cita-cita perjuangan? Apakah anda mengira bahwa seseorang -
yang oleh agamanya diwajibkan untuk membersihkan dirinya dari segenap hawa nafsu, menekan semua emosi dan kecendrungannya, agar jihadnya sepenuhnya hanya untuk Allah- masih akan berpikir untuk berjihad demi kebangsaan dan nasionalisme? Demi Allah, tidak. Tidak akan pernah.

Orang-orang dikalahkan oleh mereka (para pembebas muslim), yang telah ditakdirkan untuk berbahagia dengan Islam dan selamat dengan tuntunannya, sama sekali tidak membiarkan sang pembebas menguasai negerinya dan merampas semua kekayaannya. Tapi ia membiarkan apa yang ia biarkan karena ia telah membaurkan jiwanya dengan jiwa Sang Pembebas, sembari sama-sama berseru, "Hakku adalah hakmu, kewajibanku adalah kewajibanmu. Hanya Kitab Allah yang berhak menjadi hakim di antara kita." Maka mereka melebur bersama untuk menggapai cita-cita yang sama, dan berkorban demi memperjuangkan agama yang sama. Mereka membiarkan apa yang mereka biarkan agar cahaya Allah menerangi segenap kemanusiaan, agar mentari AlQur'an Suci memenuhi segenap ruang kehidupan ini. Hanya dengan cara ini, Manusia dapat menemukan semua kebahagiaan, kesempurnaan, dan kemajuan, kalau saja mereka mau mengetahui.

TAPAL BATAS NEGERI ISLAM

Adapun buah kedua adalah, bahwa persaudaraan Islam telah menjadikan setiap muslim percaya bahwa setiap jengkal tanah di mana di situ ada manusia yang memeluk agama Al-Qur'an Suci, maka jengkal tanah itu adalah bagian dari tanah air Islam. Karenanya Islam mewajibkan setiap mereka bekerja untuk melindunginya dan berupaya membahagiakan warganya. itulah tapal batas negeri Islam, Tapal batas yang terlepas dari sekat-sekat geografis dari apa yang disebut tanah tumpah darah. Negeri Islam itu adalah sebentuk kedaulatan ideologi agung dan agama suci; ia merupakan sekumpulan hakikat yang dijadikan Allah sebagai petunjuk dan cahaya bagi dunia ini. Dan ketika Islam menanamkan makna dalam diri putera-puteranya, ia segera. pula menurunkan sebuah kewajiban menjaga dan melindungi setiap jengkal tanah Islam dari berbagai bentuk agresi, membebaskannya dari cengkraman penjajah, dan menjaganya dari ambisi keserakahan para imperialis.

Thursday 10 July 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (7)

DAYAGUNAKANLAH PERSAUDARAAN KALIAN

Islam menyeru para pemeluknya dengan suatu seruan :

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah keadaanmu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (Ali Imran: 103)

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara." (A]-Hujurat: 10)

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain." (At-Taubah: 71)

Rasul yang mulia, Muhammad saw. juga bersabda :

"Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara." Begitulah generasi Islam pertama -semoga keridhaan Allah atas mereka- dalam memahami makna persaudaraan dalam Islam yang agung ini. Iman dalam dada telah menumbuhkan rasa cinta, kedekatan, dan persaudaraan yang paling luhur dan abadi di antara mereka. Mereka ibarat satu tubuh, satu hati, dan satu tangan. Dan inilah karunia Allah yang selalu diingat-ingatkan kepada mereka oleh-Nya.

"Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupu kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka. Akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka."
(Al-Anfal: 63)

APLIKASI

Sang Muhajir yang telah pergi meninggalkan keluarga dan tanah tumpah darahnya (Mekkah) untuk menyelamatkan agamanya, akhirnya mendapati para pemuda Yatsrib menanti kedatangan mereka dengan penuh rindu dan kehangatan cinta. Mereka semua bergembira menyambutnya, walaupun mereka tidak mengenalnya sebelum itu, tak ada hubungan kekeluargaan yang mengikat mereka, dan tak ada ambisi atau kepentingan tertentu yang mereka harapkan.

Tapi begitulah, aqidah Islam membuat mereka (kaum Anshar) merindukan dan menyatu dengan kehidupan kaum Muhajirin. Orang-orang Anshar menganggap kaum Muhajirin sebagai belahan jiwanya yang tak terpisahkan, Maka sesaat setelah tiba di masjid, orangorang Aus dan Khazraj segera menghambur mengelilingi mereka. Masing-masing orang dari mereka mengajak kaum muhajirin untuk tinggal di rumahnya, dan untuk itu mereka bersedia mengorbankan harta, jiwa, serta kepentingan keluarganya, Situasinya semakin
mengharukan ketika mereka berkeras dengan permintaan mereka, hingga akhirnya rumah kediaman kaum Muhajirin ditetapkan berdasarkan undian. Imam Bukhari meriwayatkan,

"Tak seorang pun Muhajir yang menetap di rumah seorang Anshar melainkan dengan undian."

Begitulah, sehingga Allah berkenan mengabadikan keluhuran budi kaum Anshar itu dalam Al-Qur'an agar dikenang oleh manusia sepanjang zaman. Hingga kini keluhuran itu masih tampak bersinar terang di permukaan wajah zaman. Tentang kaum Anshar Allah berfirman,

"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan mereka (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al-Hasyr: 9)

Begitulah putera-putera Islam selanjutnya menapaki tangga keluhuran khususnya generasi pertama yang jiwa-jiwa mereka dipenuhi oleh rasa persaudaraan imani. Pada mereka tak ada perbedaan antara Muhajir dan Anshar, tak ada jarak antara orang Mekkah dengan orang Yaman. Bahkan dalam salah satu sabdanya, Rasulullah saw. pernah memuji kabilah Asy'ariyah dari Yaman.

"Sebaik-baik kaum adalah kaum Asy'ariyah, bila mereka kesusahan dalam perjalanan atau dalam keadaan menetap, maka mereka mengumpulkan semua yang mereka miliki, lalu mereka simpan di tempat perbekalan mereka, kemudian membaginya secara merata,"

Bila anda membaca Al-Qur'an, Sunah Rasul yang agung, dan sejarah para leluhur dari putera-putera terbaik agama ini, niscaya akan anda temukan semua yang dapat menyejukkan mata dan menenteramkan telinga dan hati anda.

Monday 16 June 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (6)

ANTARA DUA KEKUATAN

Banyak kalangan yang menganggap, bahwa bangsa-bangsa Timur tidak dapat bangkit dan berpacu dengan bangsa-bangsa Barat -yang telah merampas hak dan menghancurkan hidupnya- karena mereka tidak memiliki kekuatan fisik yang memadai; seperti dana, sarana. tempur dan yang lainnya. Tentu saja itu tidak terlalu salah dan keberadaannya memang penting. Tapi yang sesungguhnya jauh lebih penting dari itu adalah kekuatan spiritual; akhlak yang luhur, jiwa yang mulia, pengetahuan dan keyakinan terhadap hak-hak
diri sendiri, tekad yang kuat membaja, semangat pengorbanan dalam menunaikan kewajiban, kesatuan, dan kesetiaan yang merupakan dasar bagi terbangunnya rasa saling percaya. Dari kesemuanya itulah kekuatan bersumber. Andaikan orang Timur menyadari akan haknya, kemudian berusaha merubah diri sendiri, membangun kekuatan spritual yang dahsyat dan membina keluhuran budi pekerti, niscaya sarana-sarana kekuatan fisik itu dengan sendirinya akan datang kepada mereka dari berbagai arah. Sungguh terlalu banyak lembaran sejarah yang membuktikan akan hal itu.

Ikhwanul Muslimin meyakini ini sepenuhnya. Keyakinan itulah yang mendorong mereka untuk terus mensucikan hati, menguatkan jiwa dan meluhurkan budi pekerti. Keyakinan itu pulalah yang mendorong mereka untuk terus berjuang menyebarkan dakwah, memahamkan umat manusia akan hakekat misi dan ideologi yang mereka dakwahkan, kemudian menyeru umat untuk turut membersihkan jiwa dan meluruskan kehidupan mereka.

Misi itu bukan sesuatu yang baru yang mereka ada-adakan. Dan begitulah tabiat mereka dalam semua ucapan mereka. Keyakinan itu bersumber dari kamus Sang Maha Agung, lautan yang tak bertepi, undang-undang yang bijak dan teramat detail, dan referensi yang tertinggi. itulah dia Kitab Allah swt. Belum pernahkah anda mendengar perihal hukum yang abadi itu?

"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu merubah keadaan yang ada dalam diri mereka sendiri." (Ar-Ra'd: 11)

Dalam banyak ayatnya Al-Qur'an sering menyingkap rahasia ini. Ia bahkan memberikan contoh aplikatif yang jelas dan abadi melalui kisah Bani Israel; kisah indah yang melukiskan jalan kebangunan sebuah umat yang sebelumnya ditanda kekalahan dan keputusasaan.

JALAN ITU SUDAH JELAS

Ikhwanul Muslimin yakin sepenuhnya, bahwa ketika Allah swt. menurunkan Al-Qur'an, menyuruh hamba-hamba-Nya mengikuti Muhammad saw, dan meridhai Islam sebagai agama bagi mereka, sesungguhnya Ia telah meletakkan dalam agama ini seluruh dasar yang mutlak dibutuhkan bagi kehidupan, Kebangkitan dan kesejahteraan umat manusia. Pembenaran terhadap uraian tersebut dapat ditemukan dalam firman Allah swt.,

"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dari Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka." (Al-A'raf: 157)

Demikian juga kita mendapatkan pembenaran dari sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang mulia,

"Demi Allah, aku tiada membiarkan suatu keburukan. melainkan aku pasti melarang kalian dari melakukannya."

Bila anda menyelami ajaran-ajaran Islam secara lebih mendalam, pasti akan menemukan betapa agama yang agung ini telah meletakkan prinsip, sistem, dan tatanan yang paling tepat bagi kehidupan manusia, baik dalam skala individu, keluarga, maupun bangsa-bangsa. Islam juga memformulasikan kerangka konseptualnya secara detail; sesuatu yang tak sanggup dilakukan oleh para reformer dan pemimpin bangsa-bangsa didunia.

Tema-tema besar semacam universalisme, nasionalisme, sosialisme, kapitalisme, komunisme, perang, distribusi kekayaan, hubungan antara produsen dan konsumen, serta berbagai masalah yang terkait dengan tema ini -yang kini memenuhi kepala para pemimpin dan pakar ilmu sosial modern- kami yakin telah diselami begitu dalam oleh Islam. Sebab Islam telah meletakkan suatu sistem bagi dunia yang membuka pintu bagi pendayagunaan dan pemanfaatan semua sumber kebaikan, sekaligus menghindarkan manusia dari semua
kemungkinan buruk yang bisa timbul dalam proses menuju ke sana.Tentu saja risalah ini bukan tempat untuk merinci masalah itu lebih jauh lagi. yang ingin kami lakukan di sini adalah menegaskan kerangka pemikiran yang kami yakini kebenarannya, sekaligus menjelaskan apa yang kepadanya kami menyeru manusia. Setelah
itu, dalam bagian lain, kami akan kembali merinci masalah itu secara lebih detail.

KITA HARUS MENGIKUTI

Karena Ikhwanul Muslimin meyakini kerangka dasar pemikiran ini, maka mereka menyeru umat untuk berupaya menjadikan prinsip-prinsip Islam sebagai dasar kebangkitan bagi bangsa-bangsa Timur modern dalam semua dimensi kehidupannya. Ikhwanul Muslimin percaya, bahwa setiap fenomena kebangkitan yang bertentangan dengan prinsipprinsip Islam dan hukum-hukum Al-Qur'an, pasti akan menjumpai kegagalan. Kebangkitan seperti itu hanya akan membawa pada jatuhnya korban yang lebih banyak untuk sebuah kesia-siaan. Maka akan lebih baik tentunya -bagi umat yang ingin bangkit- untuk menempuh jalan paling lurus sekaligus paling pintas dengan mengikuti Islam.

Ikhwanul Muslimin sama sekali tidak mengkhususkan seruan dakwah ini kepada satu negeri Islam saja. Dakwah ini adalah seruan yang kami gaungkan -terutama- kepada segenap pemimpin negara yang mayoritas rakyatnya memeluk agama Islam. Betapa Ikhwanul Muslimin menanti-nantikan saat di mana negeri-negeri Islam akan bersatu membangun masa depannya di atas pilar-pilar yang pasti dan teguh, yang akan mengantar
mereka menuju kemajuan, kemakmuran, dan kejayaan.

WASPADAILAH PENYIMPANGAN

Yang paling dikhawatirkan oleh Ikhwanul Muslimin adalah saat di mana bangsa-bangsa Islam di Timur terjerumus ke dalam lembah taklid, di mana mereka menambal-sulam kebangkitannya dengan sistem-sistem yang lapuk dan usang, yang telah menjadi puing reruntuhan, sebagaimana pengalaman sejarah telah membuktikan hal itu; yakni kerusakan dan ketidakrelevanannya.

Ada hukum-hukum umum yang berlaku bagi setiap komunitas masyarakat Islam. oleh karena itu hukum-hukum yang kita terapkan haruslah bersumber dari Al-Qur'anul Karim. Setiap negeri Islam yang secara resmi menyatakan Islam sebagai agamanya harus mendasarkan semua materi perundang-undangannya pada kaidah-kaidah pokok yang digariskan oleh Al-Qur'an. Sehingga setiap materi hukum yang tidak dibenarkan oleh Islam harus segera dihapus untuk menghilangkan kontradiksi dalam undang-undang dasar
negara.

PERBAIKILAH HUKUM

Setiap umat tentu memiliki hukum kepada mana mereka bertahkim. Bagi kaum muslimin hukum itu haruslah bersumber dari syariat Islam, berakar dari AI-Qur'an dan sesuai dengan dasar-dasar yang terdapat dalam fiqih Islam. Sebab sesungguhnya dalam syariat Islam dan dalam hukum yang kemudian lahir daripadanya -ijtihad para ahli hukum Islam- terkandung semua dimensi yang dibutuhkan oleh umat. oleh karenanya, hanya
dengan hukum itu mereka akan mencapai hasil yang paling baik dan sempurna. Materi-materi hukum pidana Islam sesungguhnya sangat ampuh untuk membasmi semua bentuk kejahatan dan kriminalitas, betapapun dalamnya naluri kejahatan terpendam dalam diripara pelaku kejahatan tersebut.

Dengan menerapkan hukum Allah, sesungguhnya Negara-negara itu justru melepaskan diri dari semua pengalaman pahit yang mungkin timbul sebagai akibat kegagalan hukum buatan manusia. Pengalaman sejarah telah membuktikan itu, dan pemikiran-pemikiran hukum modern juga telah menyerukan hal yang sama. Benarlah Allah yang telah berfirman,

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44)

PERBAIKILAH WAJAH SOSIAL

Setiap umat memiliki wajah kehidupan sosial yang dengan sadar diayomi oleh pemerintah, diatur oleh sistem hukum, dan dilindungi oleh penguasa. maka bangsa-bangsa Islam di Timur harus menjadikan seluruh rangkaian fenomena kehidupan sosial itu sejalan dengan etika dan ajaran Islam. Jika prostitusi resmi itu merupakan aib besar bagi semua bangsa yang menghargai keluhuran budi, maka bagaimana pula dengan umat Islam yang ajaran agamanya mengharuskan mereka memerangi setiap bentuk prostitusi dan
menghukum keras setiap pelaku zina?

"Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman."(An-Nuur, 2)

Toko-toko penjual minuman keras yang bertebaran di sepanjang jalan-jalan raya, papan-papan iklan minuman keras dan pelacuran yang terpampang jelas di setiap sudut jalan; adalah serangkaian wajah sosial yang ditentang dan diharamkan oleh Islam.

PERANGILAH HEDONISME

Hedonisme (orientasi hidup yang memburu kesenangan) kini menjadi paham yang begitu laris dianut oleh masyarakat. Tiap hari mereka hanya bersenang-senang, hura-hura di jalan-jalan, di kelab-kelab malam, tempat-tempat wisata. musim panas; yang semua itu bertentangan dengan wasiat Islam agar kita selalu memiliki sikap iffah, luhur, suci, senantiasa sungguh-sungguh dalam semua urusan, dan meninggalkan semua bentuk keterlenaan.

"Sesungguhnya Allah mencintai (mereka yang selalu berusaha melakukan dan menyelesaikan) urusan-urusan yang besar, dan membenci (mereka yang selalu berusaha melakukan dan menyelesaikan) urusan-urusan yang remeh (rendah nilainya)."

Umat Islam harus berusaha sekuat tenaga -dengan power dan hukum untuk membasmi semua gejala kerusakan sosial. Mereka tidak boleh lemah dan berhenti dari melakukan itu.

ATURLAH PENDIDIKAN

Setiap umat dan bangsa Islam tentu memiliki strategi pendidikan guna membangun pemuda dan generasi masa depan yang tangguh yang merupakan tumpuan hidup umat baru itu. Oleh karenanya sistem pendidikan harus dibangun di atas kerangka dasar yang kuat yang memungkinkan generasi muda memiliki immunitas keislaman, kesempurnaan akhlak, pengetahuan yang memadai tentang ajaran-ajaran agama mereka, dan
kebanggaan terhadap kejayaan peradabannya yang luas.

Inilah sebagian kecil prinsip yang diperjuangkan Ikhwanul Muslimin. Mereka menyeru umat Islam, baik penguasa maupun rakyat, pemerintah maupun bangsa, agar membangun proses kebangkitannya di atas dasar prinsip-prinsip itu. Dalam rangka mencapai tujuan Islam yang agung itu mereka menempuh satu cara; yakni menjelaskan keistimewaan ajaran-ajaran Islam. Sehingga bila suatu saat umat telah menerima dan meyakininya, maka dengan sendirinya mereka akan merealisasikannya dalam kehidupan nyata.

"Katakanlah,'Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik."' (Yusuf: 108)

Wednesday 28 May 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (5)

KINI SAATNYA KITA HARUS MEMAHAMI

Dulu kaum Muslimin memahami makna ini dengan baik dan mereka bersungguh-sungguh untuk merealisasikannya. Iman senantiasa menuntun mereka untuk terus berkorban di jalan ini. Tapi kini, kaum Muslimin saling berbeda pendapat dalam memahami misi yang seharusnya mereka emban ini. Mereka membuat berbagai interpretasi Untuk membenarkan kemalasan dan ketakberdayaan mereka. Sebagian mereka mengatakan bahwa waktu jihad dan amal telah berlalu. Lalu sebagian yang lain turut memberi andil
dalam mematikan semangat juang dengan mengatakan, sarana-sarana jihad tidak cukup memadai sedang umat Islam masih terbelenggu dalam kebodohan, Sementara sebagian yang lain lagi sudah merasa cukup puas dalam beragama hanya dengan ucapan-ucapan wirid yang mereka lantunkan setiap pagi dan sore hari. Ia puas dengan beberapa ibadah yang telah ia tunaikan, padahal hatinya kosong dari hakekat. Tidak. Tidak, wahai saudaraku. Al-Qur'an yang mulia ini sekarang ada di hadapan kalian, dan senantiasa menyeru kalian dengan seruannya,

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta
dan jiwa mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (Al-Hujurat: 15)

Dengar pula bagaimana Rasulullah saw. bersabda,

"Kalau manusia mulai kikir dengan dinar dan dirham melakukan jual beli dengan cara riba, mengikuti ekor sapi (umat lain, Yahudi dan Nasrani), dan meninggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah akan memasukkan kehinaan ke dalam diri mereka, Dia tidak akan menghilangkannya kecuali jika mereka kembali kepada agama mereka," (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Ath-Thabarani dalam kitab Al-Kabir, Al-Baihaqi dalam kitab Syu'abul Ilam dari Abdullah bin Umar)

Kalian dapat membaca dalam banyak kitab fiqih yang lama maupun yang baru, tentang kapan jihad itu merupakan fardhu kifayah (kewajiban kolektif) dan kapan pula ia merupakan Fardhu Ain (kewajiban individual). Kalian akan tahu makna dan hakekatnya dengan sebenar-benarnya. Lalu, mengapa kelesuan ini menimpa kita? Mengapa keputusasaan memenjara hati kita hingga kita tak pernah sadar?

Wahai kaum muslimin, sekarang kita hidup dalam abad kebangunan. Maka bangunlah diri kalian, agar dengannya kalian dapat membangun umat kalian. Kewajiban ini menuntut adanya jiwa yang dipenuhi oleh iman dan hati yang luhur. Berusahalah untuk senantiasa meneguhkan komitmen kalian dan memurnikan hati kalian. Kewajiban ini menuntut dan akan selalu menuntut- kalian untuk terus berkorban dengan harta dan kesungguhan. Bersiaplah dan singsingkanlah lengan baju kalian. Sesungguhnya apa yang ada pada kalian akan pupus habis, dan apa yang ada pada Allah akan kekal selamanya. sesungguhnya Allah telah membeli dari kaum mukminin jiwa dan harta benda mereka, dengan memberikan balasan berupa surga, yang luasnya seluas langit dan bumi.

DARI MANA KITA HARUS MEMULAI

Sesungguhnya setiap umat yang ingin membina dan membangun dirinya, serta berjuang untuk mewujudkan cita-cita dan membela agamanya, haruslah memiliki kekuatan jiwa yang dahsyat. Kekuatan jiwa itu terekspresikan dalam beberapa hal sebagai berikut; tekad membaja yang tak pernah melemah, kesetiaan yang teguh dan tidak tersusupi oleh pengkhianatan, pengorbanan yang tidak terbatasi oleh keserakahan dan kekikiran, pengetahuan dan keyakinan, serta penghormatan yang tinggi terhadap ideologi yang diperjuangkan. Semua itu akan menghindarkannya dari kesalahan, penyimpangan, menawar-nawarnya dengan yang lain, atau tertipu oleh ideologi lain. Hanya di atas pilar-pilar dasar ini -yang sepenuhnya merupakan kekhususan jiwa- dan hanya di atas kekuatan spiritual yang dahsyat ini, sebuah ideologi akan hidup, bangsa yang muda dan sedang bangkit akan terbina, dan sungai kehidupan akan mengalir kembali dalam jiwa mereka setelah sekian lama mengalami kekeringan.

Setiap bangsa yang tidak memiliki keempat sifat tersebut -atau minimal para pemimpinnya, maka dapat dipastikan dia akan menjadi bangsa yang rapuh dan miskin. Tidak akan ada kebaikan yang dapat ia raih atau harapan yang dapat ia capai dengan kelemahannya itu. Selamanya ia akan hidup dalam mimpi dan persangkaan-persangkaan yang hampa.

"Sesungguhnya prasangka itu tidak berguna untuk mencapai kebenaran." Inilah hukum dan sunah Allah yang berlaku dalam kehidupan makhluk-Nya. Dan tidak akan pernah ada perubahan dalam hukum dan sunah Allah itu.

"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Ar-Ra'd: 11)

Ini pulalah hukum yang telah dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam sebuah hadits mulia yang diriwayatkan oleh Abu Daud,

"Akan datang suatu masa di mana umat-umat lain akan memperebutkan kalian sama seperti anjing-anjing yang memperebutkan nampannya." Salah seorang (sahabat) bertanya, 'Apakah karena jumlah kita sedikit ketika itu?" Rasulullah saw. menjawab, "(Tidak), bahkan jumlah kalian ketika itu sangat banyak, tapi kalian itu bagai buih yang mengapung di atas arus air, Sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa takut terhadap kalian, dan sungguh Allah akan menanamkan wahn dalam hati kalian." Salah seorang bertanya, 'Apakah wahn itu wahai Rasul Allah? " Rasulullah saw. menjawab, "Cinta dunia dan takut mati, "

Tidakkah anda. melihat bahwa Rasulullah saw. telah menjelaskan sebab kelemahan dan kehinaan suatu bangsa. Yaitu karena kelemahan hati dan jiwanya, dan karena hati mereka kosong dari akhlak yang luhur dan sifat-sifat ksatria, sekalipun jumlah mereka banyak dan kekayaan mereka melimpah ruah. Sesungguhnya suatu umat yang selalu terbuai dalam kenikmatan, terlena oleh kemewahan, tenggelam dalam kemilau harta benda dan tertipu oleh pesona bunga-bunga dunia, serta lupa pada kemungkinan menghadapi tragedi dan kekerasan serta berjuang menegakkan kebenaran; kepada umat seperti itu katakanlah "Selamat jalan
kehormatan dan ketinggian."

Friday 23 May 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (4)

MIMPI KEMARIN ADALAH KENYATAN HARI INI

Ungkapan di atas sebenarnya sudah sering didengar oleh kaum Muslimin sejak lama. Begitu seringnya sehingga mungkin ia sudah terasa samar dan absurd. Bahkan ada yang sampai mengatakan, "Mengapa masih ada kelompok baru yang mengungkap kembali idealisme ini. Idealisme yang terbukti tak pernah bisa menjadi kenyataan? Mengapa mereka masih saja berenang di lautan mimpi-mimpi?" Tenanglah wahai saudaraku seiman. Apa yang hari ini tampak samar dan absurd bagi kalian, justru merupakan aksioma yang begitu dekat dengan realita bagi pendahulu-pendahulu kalian. Sungguh, jihad apa pun yang kalian lakukan takkan pernah membuahkan hasil selama ia belum menjadi demikian pada diri kalian. Percayalah padaku, para pendahulu itu telah memahami Al-Qur'an sejak pertama kali ia diturunkan kepada mereka, dan mereka membacanya; sesuatu yang kini kami ceritakan kepada kalian. Saya ingin menegaskan, bahwa Ikhwanul Muslimin hidup dengan aqidah mereka, mengharapkan kebaikan yang banyak dari aqidah itu, rela mati karenanya, dan hanya di sana mereka menemukan segala impian jiwa mereka akan kesenangan, kebahagiaan, kebenaran dan keindahan.

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (AI-Hadid: 16)

Saudaraku, bila kini kalian setuju dengan kami atas prinsip ini, maka ketahuilah bahwa afiliasi (penisbatan nasab) kalian kepada Allah swt. mengharuskan kalian untuk memperhitungkan misi yang dibebankan di atas pundak kalian, bekerja dengan sungguh-sungguh dan berkorban sepenuh hati demi menegakkan misi itu. Nah, maukah kalian melakukan yang demikian itu?

MISI SANG MUSLIM

Allah swt. telah menyimpulkan misi seorang Muslim yang benar dalam satu ayat Al-Qur'an. Kemudian Al-Our'an menyebutnya lagi secara berulang-ulang dalam beberapa ayat. Ayat yang mengisyaratkan tentang misi seorang Muslim dalam hidup adalah :

 "Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu dijalan Allah dengan sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusa, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu kepada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong."
(AI-Hajj: 77-78)

Alangkah jelas pernyataan itu, tak ada kesamaran yang tersisa padanya. Alangkah terang pernyataan itu, seterang fajar, sebenderang cahaya siang. Ia memenuhi ruang pendengaran dan menyusup ke dalam relung hati, tanpa ada yang bisa menghalangi. Demi Allah, sungguh pernyataan itu menyimpan kelezatan yang teramat manis. Belum pernahkah kaum muslimin mendengar panggilan itu, sebelumnya? Atau apakah mereka
telah mendengarnya, tapi ada kunci-kunci yang menutupi ruang hati mereka, hingga mereka tak lagi bisa merenungi, memahami dan menyadarinya? Di sini Allah memerintahkan mereka melakukan ruku' dan sujud serta mendirikan shalat; intisari ibadah, tiang Islam dan simbolnya yang paling menonjol. Allah juga memerintahkan mereka untuk menyembah-Nya dan tidak menjadikan sesuatu pun sebagai sekutu bagi-Nya. Allah juga memerintahkan mereka melakukan kebajikan sepanjang kemampuan mereka. yang dengan itu, secara. otomatis Allah sesungguhnya juga hendak melarang mereka dari melakukan kejahatan. Karena sesungguhnya kebajikan pertama itu adalah meninggalkan kejahatan. Alangkah sederhana, alangkah tepat, alangkah bersahajanya! Di atas semua itu, Allah kelak akan memberikan keselamatan dan kemenangan. Itulah misi individu bagi setiap Muslim; ia harus melaksanakannya baik secara pribadi maupun bersama kelompok.

HAK KEMANUSIAAN

Setelah itu Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, dengan jalan menyebarkan dakwah Islam kepada segenap umat manusia. Bila mereka enggan menerima dakwah Islam dan bersikap tiran serta zalim, maka kita diperintahkan menyebarkan dakwah itu dengan pedang. Dengarlah senandung para penyair :

Kalau manusia menolak hujjah dan bersikap tiran, Perang lebih baik bagi dunia dari perdamaian

MENJAGA KEBENARAN DENGAN KEKUATAN

Alangkah bijak orang yang pernah mengatakan ini, "Kekuatan adalah jalan yang paling aman untuk memunculkan kebenaran. Sungguh suatu keindahan yang sempurna bila suatu saat kekuatan bisa berjalan beriringan dengan kebenaran." Selain menjaga warisan dan tempat-tempat suci Islam, jihad menyebarkan dakwah Islam adalah suatu kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada kaum Muslimin. Kewajiban ini bobotnya sama besar dengan shalat, puasa, zakat, haji, berbuat kebajikan dan meninggalkan kejahatan. Allah mewajibkan hal itu kepada kaum muslimin, dan tidak memaafkan seorang pun -yang memiliki kekuatan dan kemampuan- kalau dia sampai meninggalkannya. Dengarlah, betapa kuat ayat berikut ini menegur dan menasihati,

"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (At-Taubah: 41)

Setelah itu Allah menjelaskan rahasia dan hikmah di balik perintah ini. Allah swt. menjelaskan bahwa Ia telah memilih mereka (orang-orang mukmin) untuk menjadi pemimpin bagi hamba-hamba-Nya, sebagai penjaga syariat-Nya, khalifah di muka bumi-Nya, dan sebagai pewaris dakwah Rasul-Nya. Untuk itulah Allah menurunkan agama, merinci syariat, memudahkan hukum dan menjadikannya senantiasa sesuai dengan setiap
zaman dan tempat, sehingga dunia dapat menerimanya dan manusia dapat menemukan segala impiannya dalam ajaran itu. Allah berfirman :

"Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu jadi saksi atas kamu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia." (Al-Hajj. 78)

Itulah misi sosial yang dibebankan kepada kaum Muslimin; yaitu hendaklah mereka menjadi satu barisan, satu kekuatan, dan menjadi pasukan pembebas yang akan menyelamatkan kemanusiaan dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus.

RAHIB DI MALAM HARI, DAN PENUNGGANG KUDA DI SIANG HARI

Allah juga menjelaskan tentang hubungan antara kewajiban-kewajiban individu semacam shalat dan puasa- dengan kewajiban-kewajiban sosial; bahwa kewajiban pertama adalah sarana menuju terlaksananya kewajiban kedua, dan bahwa aqidah yang benar adalah dasar bagi keduanya. Maka seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial. juga sebaliknya, seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban sosial dengan
alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan berhubungan dengan Allah swt. Sungguh suatu formula kebijakan yang seimbang dan sempurna.

"Dan siapakah yang lebih perkataannya dari perkataan Allah." Wahai kaum muslimin, beribadah kepada Tuhan, berjihad menegakkan agama dan meninggikan-Nya adalah misi kalian dalam kehidupan ini. Jika kalian melaksanakannya dengan baik, niscaya kalian akan memperoleh kemenangan. Tapi jika kalian hanya
melaksanakan sebagiannya atau bahkan melalaikan semuanya, maka biarlah kubacakan ayat berikut ini,

"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya." (Al-Mukminun: 115-116).

Sebagai wujud kepahaman terhadap makna yang diisyaratkan oleh ayat di atas, para sahabat Rasulullah saw. sebagai generasi pilihan Allah- tampil dengan julukan, "Layaknya Rahib-rahib di malam hari, dan penunggang kuda di siang hari." Ketika malam tiba, mereka berdiri di mihrab, hingga larut dalam kekhusukan shalatnya, menggeleng-gelengkan kepala dan menangis tersedu oleh dzikir panjang, seraya bergumam, "Wahai dunia, bukan aku orang yang bisa kau tipu. "Namun, begitu fajar menyingsing dan hari beranjak siang, gaung jihad menggema menyeru para mujahidin, niscaya kau lihat mereka segera melompat ke atas punggung-punggung
kudanya sembari meneriakkan syi'ar-syi'ar kebenaran dengan lantang, sehingga menembus segenap penjuru buana.

Demi Allah, apakah gerangan di balik keserasian yang ajaib, keharmonisan yang sempurna, perpaduan yang spektakuler antara urusan dunia berikut segala pernik perniknya dengan urusan akhirat dan segenap spiritualitasnya ini? Sebagai jawabannya; itulah Islam, yang senantiasa sanggup memadukan semua yang baik dari segala sesuatu. Wahai muslimin, untuk itulah setelah Rasulullah saw. kembali keharibaan Allah, kaum muslimin segera bertebaran di segenap penjuru bumi. Al-Qur'an ada dalam dada mereka, rumah-rumah mereka ibarat pelana-pelana kuda, dan pedang-pedang mereka senantiasa terhunus dalam genggaman. Dari lisan mereka mengalir deras hujjah-hujjah yang terang, menyeru manusia kepada salah satu dari tiga pilihan; Islam, jizyah, atau perang. Siapa yang memilih Islam, maka ia akan menjadi saudara kaum muslimin dengan menyandang hak dan kewajiban yang sama. Siapa yang membayar jizyah -sementara ia tetap dalam kekafirannya, maka ia akan berada di bawah lindungan dan perjanjian dengan kaum muslimin, di mana kaum muslimin akan memenuhi janji dan melaksanakan semua kewajibannya. Tapi bila ia tetap enggan, maka kaum muslimin akan memerangi mereka sampai Allah swt. berkenan memenangkan hamba-hamba-Nya, "Dan Allah tiada menginginkan kecuali menyempurnakan cahaya (agama)-Nya."

Mereka melakukan itu bukan karena ambisi kekuasaan, bukan pula karena semangat ekspansionis. Semua orang tahu kezuhudan mereka terhadap kedudukan dan popularitas. Agama Islam telah mengenyahkan semua kecenderungan menuju ke sana, di mana sekelompok orang menikmati hidup dengan cara mengorbankan sebagian besar manusia yang lain. Dalam Islam, seorang Khalifah tidak berbeda sama sekali dengan rakyat pada umumnya. ia mendapatkan gaji dari Baitul Mal sama seperti gaji yang diberikan kepada
orang lain. Ia sama sekali tidak mendapat lebih banyak dari mereka. Tidak ada yang membedakannya dengan rakyat kecuali wibawa dan kehormatan iman yang dianugerahkan oleh Allah swt. kepadanya.

Mereka tidak melakukan itu karena harta. Mereka bahkan sudah merasa cukup dengan sekerat roti sekedar untuk mengusir lapar, dan seteguk air untuk menghilangkan dahaga. Puasa bagi mereka adalah sebentuk upaya pendekatan kepada Allah. Mereka lebih akrab dengan rasa lapar daripada kekenyangan. Pakaian yang bersih dan sekedar dapat menutup aurat sudah cukup bagi mereka. Kitab Suci di tangan mereka setiap saat senantiasa memberi ingat dari keterjerumusan sebagaimana yang dialami oleh orang-orang kafir,

"Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka." (Muhammad:12)

Sementara itu Nabi mereka juga mengingatkan hal yang sama,

"Celakalah budak dinar. Celakalah budak dirham. Celakalah budak selimut."

Jadi, mereka keluar dari rumah-rumah mereka bukan karena ambisi kekuasaan, bukan juga untuk memburu harta dan popularitas, apalagi karena nafsu imperialisme. Mereka keluar semata-mata untuk menunaikan satu misi suci sebagaimana yang telah diwasiatkan nabi mereka, Muhammad saw. Sebuah amanat yang mengharuskan mereka berjihad dijalan Allah swt.,

"Supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah." (Al-Anfal:39)

Tuesday 20 May 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA? (3)

APAKAH DASAR KEBANGSAAN ?

Saudaraku, marilah kita mendengar bersama gaung keagungan llahi yang menggema pada segenap ufuk, yang memenuhi mayapada dan tujuh susun langit, yang membisikkan dalam diri setiap mukmin makna kebanggaan dan kemuliaan tertinggi, saat ia mendengar panggilan ini; gaung itu didengar oleh langit dan bumi beserta isinya sejak Al-Amin menyampaikannya di alam wujud ini, sampai suatu. saat yang tak berpenghabisan, karena ia ditakdirkan untuk menjadi abadi,

"Sesungguhnya Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman." (Al-Baqarah: 257)

Yah, benar saudaraku. Benar. Itulah panggilan Tuhanmu pada kalian semua. Maka kami menjawab panggilan-Mu, ya Allah. Segala puji, segala syukur yang tiada terbilang hanya untuk-Mu. Engkau dan hanya Engkaulah Pelindung orang-orang beriman, Penolong orangorang yang berbuat kebajikan, Pembela orang-orang tertindas, yang diperangi dalam rumah-rumah mereka sendiri dan diusir dari negeri-negeri mereka. Sungguh terhormatlah orang yang bersandar pada-Mu, dan niscaya menanglah orang yang berlindung di bawah perlindungan-Mu.

"Sesungguhnya Allah niscaya akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya." (Al-Hajj: 40)

Benar saudaraku, Benar. Marilah kita bersama mendengar suara Al-Qur'an yang Mulia, mari kita bersenandung ria dengan membaca ayat-ayatnya yang jelas, sembari mencatat indahnya kegagahan ini, yang tertera dalam lembaran-lembaran Kitab yang disucikan itu;

"Allah adalah Pelindung orang-orang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
menuju cahaya." (Ali Imran: 257)

"Tetapi (ikutilah Allah) Allah-lah Pelindungmu, dan Dia-lah sebaik-baik Pelindung.'' (Ali Imran: 150)

"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)." (Al-Maidah: 55)

"Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh." (Al-A'raf: 196)

Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah, orang-orang yang beriman harus bertawakkal." (At-Taubah: 51)

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Yunus: 62)

"Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung."(Muhammad: 11)

Tidakkah engkau melihat bahwa dalam ayat-ayat yang jelas itu, Allah swt. telah menisbatkanmu kepada diri-Nya, memberimu keutamaan ketika berada dalam perlindungan-Nya dan membanjirimu dengan lautan keperkasaan-Nya?

"Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui." (Al-Munafiqun: 8)

Dan dalam hadits qudsi Rasulullah saw. bersabda,

"Allah swt. berfirman pada hari kiamat, 'Wahai anak cucu Adam, aku membuat nasab dan kalian pun membuat nasab, maka kalian berkata Fulan Bin Fulan, sedang Aku berkata, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu." maka hari ini Ku-tinggikan nasabKu dan Ku-rendahkan nasab kalian."' Itulah sebabnya saudaraku, kaum Salaf yang shalih lebih suka menisbatkan nasab mereka kepada Allah swt., dan menjadikan dasar shalat sebagai pusat segala amal mereka untuk mencapai nasab yang mulia. Dengarlah ketika seorang di antara mereka berseru, Jangan panggil aku kecuali dengan seruan "Hai hamba-Nya," karena itulah semulia-mulia namaku. Sementara ada lagi orang lain, ketika ditanya apakah ia berasal dari kabilah Tamim atau Qais, dia menjawab, Islamlah ayahku, aku tak punya ayah selain itu biarlah mereka bangga dengan Qais atau Tamim

TAK ADA KEHORMATAN SELAIN ITU

Saudaraku tercinta, orang sering membanggakan nasabnya karena -selain merasa lekat dengan kehormatan dan kejayaan yang pernah diraih oleh nenek moyang mereka-mereka ingin menanamkan rasa bangga dan wibawa pada diri anak-anak mereka, Tak ada maksud lain selain kedua hal itu. Maka apakah anda tidak melihat bahwa dengan menisbatkan nasab kepada Allah, berarti anda lelah memperoleh semua makna kehormatan' dan wibawa yang diimpikan oleh setiap orang?

"Sesungguhnya kekuatan itu semua hanya bagi Allah." (AnNisa': 139)

Bukankah itu yang akan mengangkat jiwa anda menuju ketinggian, meniupkan semangat kebangkitan bersama semua orang yang senantiasa berbuat? Adakah kemuliaan yang lebih agung dan kekuatan pendorong kepada keutamaan yang lebih hebat melebihi kenyataan ketika anda melihat diri anda menjadi Rabbani, di mana hubungan anda dengan Allah terus terpaut dan selalu kepada-Nya anda menisbatkan nasab? Maka untuk suatu hal tertentu, Allah swt. berfirman,

"Akan tetapi (dia berkata), 'Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (Ali lmran: 79)

SUMBER KEKUATAN TERBESAR

Dengan menisbatkan nasab kepada Allah swt. akan ditemukan makna tersendiri yang hanya ditangkap oleh mereka yang melakukannya. itulah wacana iman yang senantiasa penuh, keyakinan akan keberhasilan yang selalu memadati hati dan jiwamu, hingga tak lagi ada secuil pun rasa takut dalam dirimu kepada semua orang, bahkan juga kepada segenap alam, walaupun mereka semua berdiri tegak di hadapanmu, hendak merampas aqidah dan menodai ideologimu.

"(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan,'Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,' maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, 'Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." 
(Ali Imran: 173)

Kelompok orang-orang yang beriman kepada Allah, kepada pertolongan dan bantuan-Nya itu, seringkali berdiri dengan gagah berani menghadapi bala tentara raksasa. mereka tidak takut pada keganasan pasukan, karena mereka hanya takut kepada Allah. Maka adakah kekuatan yang lebih dahsyat dari kekuatan yang dirasakan lelaki mukmin ketika dadanya bergelora dengan firman Allah swt,

"Jika Allah menolong kamu, niscaya takkan ada yang sanggup mengalahkanmu." (Ali Imran: 160)

KEBANGSAAN KAMI ADALAH NASAB UNIVERSAL

Ada satu makna lagi -dari sekian banyak makna keluhuran sosial- yang dirasakan seseorang ketika ia menisbatkan nasabnya (berafiliasi) kepada Allah swt. Yakni persaudaraan antar suku bangsa, yang dengannya akan mematikan fanatisme kesukuan yang telah mewariskan begitu banyak malapetaka kepada manusia. Maka siapakah yang dapat menyatukan dunia di bawah bendera Allah?

Monday 19 May 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (2)

TUJUAN ADALAH DASAR, PERBUATAN ADALAH BUAHNYA

Tujuan adalah dasar yang mendorong kita sepanjang perjalanan. Tapi karena tujuan itu masih samar bagi umat kita, maka adalah wajib bagi kami untuk menjelaskan dan membatasinya. Saya kira kami telah menjelaskan banyak hal. Kita telah sepakat bahwa tujuan kita adalah memimpin dunia, dan membimbing manusia kepada ajaran Islam yang syamil, di mana manusia tidak mungkin menemukan kebahagian kecuali bersamanya.

SUMBER-SUMBER TUJUAN KAMI

Itulah misi yang ingin disampaikan oleh Ikhwanul Muslimin kepada segenap, manusia; dan maksud yang mereka ingin agar umat Islam memahaminya dengan benar, untuk kemudian segera merealisasikannya dengan tekad yang bulat penuh gelora. Ikhwanul Muslimin tidak mengada-adakan itu dari diri mereka sendiri. Namun ia adalah misi yang setiap saat mengemuka pada tiap-tiap ayat Al-Qur'an; menampakkan diri dalam hadits-hadits Rasulullah saw.; terasakan dalam tindakan dan perilaku generasi pertama yang
merupakan panutan tertinggi dalam hal pemahaman dan pengamalan Islam. Bila kaum Muslimin bersedia menerima misi ini, maka itulah sesungguhnya manifestasi keimanan dan keIslaman yang benar. Tapi jika mereka merasa keberatan menerimanya, maka di antara kami dengan mereka ada Kitab Allah yang menjadi penentu hukum yang adil; apakah kebenaran itu ada pada kami ataukah pada mereka? Firman-Nya,

"Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan
Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya." (Al-A'raf: 89)

MEREKA BERTANYA

Ada banyak pertanyaan dari saudara-saudara kami yang kami cintai dengan sepenuh hati, kami wakafkan kepadanya segenap potensi kami, bahkan harta dan jiwa kami untuk kebaikan dunia dan akhirat mereka, kami melebur berikut harta dan jiwa kami dalam tujuan besar itu; semua demi membahagiakan umat dan saudara-saudara kami. Di jalan panjang itu kami lupakan segala kesenangan, bahkan terkadang untuk anak-anak kami sendiri sekalipun. Saya berharap bahwa mereka yang bertanya-tanya itu suatu saat akan mengetahui betapa kesungguhan pemuda-pemuda Ikhwanul Muslimin; mereka begadang ketika semua
orang tertidur lelap, mereka gelisah di saat semua orang lengah. Lihatlah, seorang dari mereka duduk bekerja, berijtihad, dan berpikir keras di kantornya sejak sore hingga larut malam. Dalam hari-hari di sepanjang bulan ia terus melakukan itu. Sampai ketika akhir bulan tiba, ia pun mengumpulkan pendapatannya untuk kemudian menginfakkannya bagi jamaah dan dakwahnya. Ia menjadikan hartanya sebagai sarana mencapai tujuan suci dakwah ini. Seakan-akan lisannya yang suci hendak berkata, kepada kaumnya yang tidak pernah mengetahui betapa besar pengorbanannya, "Tak ada ganjaran yang kuharap, dari kalian. Aku hanya mengharap pahala dari Allah." Dengan ini kami sama sekali tidak bermaksud mengekspos kebaikan itu kepada umat kami. Kami berlindung kepada Allah dari yang demikian. Kami adalah berasal dari mereka
dan ada untuk mereka. Pengorbanan ini adalah bagian dari pendekatan yang kami lakukan agar mereka berkenan menerima dakwah dan seruan kami.

DARI MANA SUMBER DANA ?

Saudara-saudara yang kami cintai itu yang memantau perkembangan Ikhwanul Muslimin secara teliti dan berkesinambungan bertanya, "Dari mana sumber dana yang kami pakai untuk dakwah yang telah meraih sukses demikian besar ini, sementara kondisi ekonomi sedang sulit dan jiwa-jiwa manusia sedang pelit?"
Saya senang untuk mengatakan kepada mereka bahwa dakwah-dakwah agama bertumpu pada iman dan aqidah, sebelum harta dan kekayaan dunia yang fana. Di mana ada seorang Mukmin yang benar, di situ akan selalu ditemukan seluruh sarana menuju sukses. Sebenarnya dana kami tidak terlalu banyak. Setiap anggota ikhwanul Muslimin selalu menyisihkan anggaran belanja keluarga untuk dakwah, dengan mengirit sesederhana mungkin dalam pemenuhan kebutuhan pokok bagi keluarga dan anakanaknya. Mereka melakukan itu dengan senang hati dan penuh kemurahan. Bahkan seseorang di antara mereka sering berharap untuk memiliki lebih banyak lagi harta, agar ia dapat menginfakkannya. di jalan Allah dengan lebih banyak pula. Dan jika seseorang diantara mereka tidak menemukan harta untuk diinfakkan, mereka akan berbalik dengan air mata bercucuran disebabkan kesedihan yang amat dalam karena tidak menemukan
sesuatu yang dapat mereka infakkan. Namun alhamdulillah, dengan dana yang sedikit, tapi dengan kebesaran iman dia telah menjadi sarana meraih kesuksesan bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa beribadah dan bekerja dengan penuh kejujuran dan kesungguhan. Dan sesungguhnya Allah, Dzat yang memiliki segala sesuatu akan memberkahi satu Qirsy (mata uang Mesir) dari Qirsy-qirsy yang diinfakkan oleh anggota Ikhwanul Muslimin.

"Allah akan memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Al-Baqarah: 276)

"Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya." (Ar-Ruum: 39)

KAMI DAN POLITIK

Ada juga sementara kalangan yang mengatakan, "Ikhwanul Muslimin adalah dakwah politik, para pendukungnya pun terdiri dari para politikus, dan karenanya mereka tentu memiliki kepentingan lain di balik dakwahnya itu." Saya sendiri tidak tahu, sampai kapan umat kita akan saling menuduh dan berkubang dalam intrik-intrik serta meninggalkan keyakinan yang didukung oleh fakta untuk sebuah praduga yang lahir dari kecurigaan semata?

Wahai kaum kami, sungguh ketika kami menyeru kalian, ada Qur'an di tangan kanan kami dan Sunah di tangan kiri kami, serta jejak kaum salaf yang saleh dari putera-putera terbaik umat ini adalah panutan kami. Kami menyeru kalian kepada Islam, kepada ajaranajarannya dan kepada hukum-hukumnya. Jika seruan itu kalian anggap sebagai politik, maka itulah politik kami. Dan jika orang yang menyeru kalian kepada itu semua kalian katakan sebagai politikus, maka alhamdulillah kami adalah politikus yang paling ulung. Jika
kalian ingin menyebut itu sebagai politik, silakan memberi nama apa saja yang kalian suka. Sebab nama sama sekali tidak penting bagi kami, selama muatan dan tujuannya jelas.

Wahai kaum kami, janganlah hendaknya kata-kata menghalangi kalian dari melihat kebenaran, jangan pula nama menghijab kalian dari tujuan. jangan sampai kemasan (bungkus) menghijab kalian dari muatannya yang hakiki. jangan sampai itu semua terjadi. Sesungguhnya dalam Islam ada politik, namun politik yang padanya terletak kebahagiaan dunia dan akhirat. itulah politik kami. Kami tidak menginginkan pengganti apa pun selain itu, maka pimpinlah diri kalian dengan politik itu dan ajaklah orang lain melakukan yang serupa, niscaya kalian akan memperoleh kehormatan di akhirat. Dan suatu saat kalian pasti akan tahu tentang kebenaran kabar ini.

Sunday 18 May 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA? (1)

PENDAHULUAN

Dalam banyak kesempatan anda mungkin pernah berbicara kepada orang banyak tentang berbagai masalah. Anda yakin bahwa semua cara yang mungkin digunakan untuk menjelaskan apa yang anda inginkan, telah anda lakukan. Dan anda merasa bahwa semua telah menjadi jelas, sejelas fajar subuh, atau bahkan sejelas matahari di hari siang. Tapi seketika anda mungkin terhenyak. Karena ternyata para pendengar jauh dari memahami penjelasan anda.

Saya telah menyaksikan dan merasakan hal ini di banyak kesempatan. Saya percaya bahwa rahasia yang ada di balik itu adalah tidak akan lebih dari- salah satu dari dua hal berikut ini; pertama, mungkin karena tolak ukur yang digunakan oleh masing-masing kita dalam mempersepsi apa yang ia dengar dan apa yang ia katakan saling berbeda, sehingga terjadilah perbedaan pemahaman itu. Atau mungkin juga karena ucapan itu yang samar dan tidak jelas, meskipun sang pembicara sendiri yakin bahwa ia telah menyampaikannya
dengan jelas.

TOLOK UKUR

Melalui kalimat-kalimat berikut saya ingin menjelaskan -dengan sejelas-jelasnya tentang berbagai dimensi dakwah Ikhwanul Muslimin; meliputi tujuan, sasaran, metode dan sarana-sarana yang digunakannya. Tapi sebelumnya saya ingin membatasi tolok ukur yang harus digunakan dalam mengukur tingkat kejelasan tersebut. Kemudian saya akan berusaha untuk menjelaskannya semudah mungkin, sehingga setiap pembaca yang ingin mengambil manfaat daripadanya dapat memperolehnya. Saya kira tidak seorang Muslim
pun akan berbeda dengan saya untuk mengatakan bahwa tolok ukur itu adalah Kitabullah; dialah lautan dari mana kita meraup mutiara kecemerlangan, dan referensi kepada mana kita menentukan hukum.

WAHAI KAUM

Al-Qur'an Mulia adalah Kitab sempurana yang padanya Allah swt. memadukan dasar-dasar kepercayanan, kaidah-kaidah perbaikan sosial, prinsip-prinsip umum hukum keduniaan, serta sederet perintah dan larangan. Adakah kaum Muslimin telah melaksanakan kandungan Al-Qur'an itu? Adakah mereka telah meyakini kepercayaan-kepercayaan yang seharusnya diyakini? Benarkah mereka telah memahami betul tujuan-tujuannya? Kemudian, apakah mereka telah menerapkan sistem-sistem lain yanga vital dalam kehidupan mereka? Jika dalam pembahasan ini kita sepakat bahwa mereka telah melakukannya, maka itu berarti kita telah mencapai tujuan kita. Namun jika kita dapati mereka masih jauh dari al-Quran dan masih mengabaikan ajaran serta perintah al-Quran ketahuilah tugas kita kini adalah membawa kita dan mereka yang mengikuti kita untuk sama-sama ke arah ini.

TUJUAN HIDUP DALAM AL-QURAN

Al-Qur'an telah menjelaskan tentang tujuan hidup manusia dan sikap yang semestinya mereka ambil dalam menentukan tujuannya. Al-Qur'an menjelaskan bahwa sebagian manusia menjadikan makan dan kesenangan yang lain sebagai tujuan hidupnya. Firman Allah swt.,

"Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti
makannya binatang-binatang dan nereka adalah tempat tinggal mereka." (Muhammad: 12)

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia: dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."(Ali-Imran: 14)

Al-Qur'an juga menjelaskan bahwa ada sebagian manusia yang menjadikan penyebaran fitnah, kejahatan, dan kerusakan sebagian tujuan hidupnya. Firman Allah swt,

"Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya. Padahal ia adalah penantang yang paling keras.Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan." (Al-Baqarah: 204-205)

Itulah beberapa macam tujuan manusia dalam menjalani hidupnya menurut Al-Qur'an. Allah swt. telah membersihkan kaum mukminin dari tujuan-tujuan buruk itu dan mencanangkan untuk mereka sebuah tujuan yang lebih mulia lagi luhur. Di atas pundak mereka Allah meletakkan beban besar yang sangat luhur; yaitu tugas membawa manusia ke jalan kebenaran, membimbing mereka ke jalan kebaikan, menerangi seluruh penjuru dunia dengan matahari Islam. Dengarlah firman Allah,

"Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu,
dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu di
jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama
orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari
dahulu, dan begitu pula dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu
dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu kepada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu maka
Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (Al-Hajj: 77-78)

Ini berarti bahwa Al-Qur'an telah menjadikan kaum Muslimin sebagai mandataris-Nya di hadapan umat manusia; memberikan kepada mereka hak kepemimpinan dan kewenangan atas dunia untuk menunaikan mandat suci itu. Jadi kekuasaan itu adalah hak kita, bukan hak Barat atau siapa pun: keberadaannya adalah demi peradaban Islam, dan bukan peradaban materialisme.

MANDAT SUCI ITU BERARTI PENGORBANAN, BUKAN PEMANFAATAN

Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa dalam mencapai tujuan suci , kaum Muslimin rela menjual jiwa dan hartanya kepada Allah swt. dengan keimanannya mereka merasa tak berhak lagi atas jiwa dan hartanya. Keduanya telah menjadi wakaf di jalan Allah demi mensukseskan dakwah dan menyampaikannya kepada segenap hati mausia. Simaklah. firman Allah,

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka." (At-Taubah: 111)

Itulah sebabnya setiap Muslim menjadikan dunianya seagai wakaf bagi dakwahnya agar ia bisa mendapatkan akhirat sebagai balasan dari Allah atas pengorbanannya Itu pula sebabnya seorang pejuang Muslim adalah juga seorang guru yang memiliki semua sifat yang semestinya ada juga seorang guru; cahaya, hidayah, rahmat dan kelembutan. Sehingga pembebasan Islam berarti juga pembebasan demi peradaban, kemajuan, pengajaran dan bimbingan kepada seluruh umat manusia. Samakah ini dengan dominasi Barat sekarang, yang terwujud dalam bentuk imperialisme dan penindasan?

DIMANAKAH KAUM MUSLIMIN DARI TUJUAN ITU?

Demi Tuhanmu, saudaraku tercinta, apakah kaum Muslimin telah memahami makna itu dari AL-Qur'an sehingga jiwa dan ruh mereka naik ke langit ketinggian, terbebas dari perbudakan materialisme, bersih dari syahwat dan ambisi dunia, mengarahkan wajah dengan lurus kepada Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, menegakkan kalimat Allah dan berjuang di jalan-Nya, menyebarkan agama dan membela syariat-Nya? Ataukah mereka justru telah menjadi tawanan syahwat dan budak keserakahan, di mana mereka
hanya memikirkan makanan lezat, kendaraan megah, perhiasan mewah, tidur nyenyak, isteri cantik, penampilan parlente dan gelaran-gelaran palsu? Mereka sudah cukup senang dengan mimpi-mimpi dan teruji dengan keberuntungan Mereka bilang menyelami laut perjuangan tapi mereka toh tak teruji

Sungguh benar ketika Rasulullah saw. Bersabda,

"Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba selimut."

TUJUAN ADALAH DASAR, PERBUATAN ADALAH BUAHNYA

Tujuan adalah dasar yang mendorong kita sepanjang perjalanan. Tapi karena tujuan itu masih samar bagi umat kita, maka adalah wajib bagi kami untuk menjelaskan dan membatasinya. Saya kira kami telah menjelaskan banyak hal. Kita telah sepakat bahwa tujuan kita adalah memimpin dunia, dan membimbing manusia kepada ajaran Islam yang syamil, di mana manusia tidak mungkin menemukan kebahagian kecuali bersamanya.

Setelah mengetahui hal ini, wahai pembaca yang terhormat, maka ketahuilah bahwa tujuan Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah menyeru umat manusia untuk menggapainnya, dimana Al-Quran juga telah menyerukan hal itu.

"Maka barangsiapa yang mengikutiKu maka sesungguhya orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai Aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ibrahim : 36)

Apabila umat Islam telah memahami tujuan ini dan berkonsentrasi menggapainya, maka hal itu sudah cukup untuk membuka tabir kelalaian dalam diri mereka. Hal itu sudah cukup untuk menunjukkan titik-titik kelemahan mereka, membinbing umat menuju kebahagiaan yang dapat menyejahterakan kehidupan, memperbaiki kondisi masyarakat, dan merealisasikan harapannya.