Friday 15 August 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (8)

PERSAUDARAAN ITU MEMAKLUMKAN KEMANUSIAAN

Aqidah Islamiyah telah membuahkan dua hal yang pasti akan kita petik, dan karenanya harus aku jelaskan pada kalian tentang kelezatan dan kebaikan yang dibawanya.

Pertama, aqidah ini membuahkan gerakan pembebasan Islam yang tiada taranya sepanjang sejarah baik dalam hal tujuan, cara, manajemen gerakan, maupun hasil-hasilnya. Seorang pembebas Muslim bergerak membebaskan suatu negeri, tidak ada motivasi lain kecuali demi menegakkan kebenaran dan menerangi segenap sudut negeri itu dengan cahaya Al-Qur'an. Ketika jiwa-jiwa penduduk negeri itu telah diterangi oleh cahaya petunjuk Ilahi, maka lenyaplah segenap perbedaan dan lenyap pula segala kezaliman. yang tinggal
hanyalah keadilan, cinta kasih, dan persaudaraan. Tak ada lagi istilah "pembebas yang menang" dan "musuh yang kalah". Mereka semua telah menjadi saudara, saling mengasihi dan saling mencintai. Dalam pada itu, ide kebangsaan tak lagi relevan, lebur meleleh bagai salju tertimpa teriknya sinar mentari. Sebelum ia menyerang siapa pun yang hendak diserang, mengalahkan siapa pun yang hendak dikalahkan, sesungguhnya sang Pembebas Muslim telah menjual diri dan keluarganya kepada Allah, melepas semua bentuk fanatisme kebangsaan dengan segenap atributnya. Mereka tak lagi berperang dan menang demi kebangsaan dan nasionalisme. Mereka melakukan itu setulusnya untuk Allah semata. Allah, Dzat yang tidak ada sekutu
bagi-Nya. Sebuah riwayat tentang puncak keikhlasan dan kebersihan diri dari hawa nafsu tertera dengan indah dalam sebuah sabda Rasulullah saw. berikut ini,

Seorang lelaki datang dan berkata kepada Rasulullah saw., "wahai Rasul Allah, sesungguhnya aku suka berjihad di jalan Allah dan aku senang bila orang lain melihat sepak terjangku," Rasulullah saw terdiam dan tidak menjawab, hingga turunlah firman Allah swt.,

"Barangsiapaa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (AlKahfi: 110)

Lihatlah, bagaimana Islam menempatkan obsesi seseorang kepada pujian dan sanjungan - yang sebenarnya merupakan tabiat jiwa manusia- sebagai syirik kecil yang harus ia bersihkan, untuk kemudian menggantinya dengan cita-cita luhur nan agung? Adakah keikhlasan yang melebihi saat di mana seseorang melupakan segala kepentingan dirinya demi tercapainya cita-cita perjuangan? Apakah anda mengira bahwa seseorang -
yang oleh agamanya diwajibkan untuk membersihkan dirinya dari segenap hawa nafsu, menekan semua emosi dan kecendrungannya, agar jihadnya sepenuhnya hanya untuk Allah- masih akan berpikir untuk berjihad demi kebangsaan dan nasionalisme? Demi Allah, tidak. Tidak akan pernah.

Orang-orang dikalahkan oleh mereka (para pembebas muslim), yang telah ditakdirkan untuk berbahagia dengan Islam dan selamat dengan tuntunannya, sama sekali tidak membiarkan sang pembebas menguasai negerinya dan merampas semua kekayaannya. Tapi ia membiarkan apa yang ia biarkan karena ia telah membaurkan jiwanya dengan jiwa Sang Pembebas, sembari sama-sama berseru, "Hakku adalah hakmu, kewajibanku adalah kewajibanmu. Hanya Kitab Allah yang berhak menjadi hakim di antara kita." Maka mereka melebur bersama untuk menggapai cita-cita yang sama, dan berkorban demi memperjuangkan agama yang sama. Mereka membiarkan apa yang mereka biarkan agar cahaya Allah menerangi segenap kemanusiaan, agar mentari AlQur'an Suci memenuhi segenap ruang kehidupan ini. Hanya dengan cara ini, Manusia dapat menemukan semua kebahagiaan, kesempurnaan, dan kemajuan, kalau saja mereka mau mengetahui.

TAPAL BATAS NEGERI ISLAM

Adapun buah kedua adalah, bahwa persaudaraan Islam telah menjadikan setiap muslim percaya bahwa setiap jengkal tanah di mana di situ ada manusia yang memeluk agama Al-Qur'an Suci, maka jengkal tanah itu adalah bagian dari tanah air Islam. Karenanya Islam mewajibkan setiap mereka bekerja untuk melindunginya dan berupaya membahagiakan warganya. itulah tapal batas negeri Islam, Tapal batas yang terlepas dari sekat-sekat geografis dari apa yang disebut tanah tumpah darah. Negeri Islam itu adalah sebentuk kedaulatan ideologi agung dan agama suci; ia merupakan sekumpulan hakikat yang dijadikan Allah sebagai petunjuk dan cahaya bagi dunia ini. Dan ketika Islam menanamkan makna dalam diri putera-puteranya, ia segera. pula menurunkan sebuah kewajiban menjaga dan melindungi setiap jengkal tanah Islam dari berbagai bentuk agresi, membebaskannya dari cengkraman penjajah, dan menjaganya dari ambisi keserakahan para imperialis.

No comments:

Post a Comment