Sunday 17 August 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (9)

JALAN PANJANG

Saya berharap bahwa kalimat-kalimat ini telah cukup menjelaskan tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin,
dan sedikit banyak menerangkan jalan yang akan ditempuh oleh mereka dalam mencapai tujuan itu. Sebenarnya saya telah menjelaskan masalah ini kepada mereka yang masih menyimpan cinta dan ghirah terhadap Islam, dan bercita-cita untuk mengembalikan kejayaannya. Saya menerangkannya dalam sebuah tulisan yang berjudul, "Kepada Apa Kami Menyeru Manusia".

Mereka pun telah mendengarkannya dengan seksama, memahami makna dari kata demi kata, hingga akhirnya kami sama-sama sepakat dengan tujuan besar berikut metodenya yang efektif itu. Dan betapa dahsyat keterkejutan saya ketika saya melihat ada semacam kesepakatan umum di kalangan mereka bahwa "jalan ini amatlah panjang." Aliran-aliran pemikiran destruktif yang begitu kuat mencengkram negeri ini telah
melahirkan keputusasaan dalam jiwa umat. Agar para pembaca tidak perlu menemukan perasaan yang sama seperti yang dirasakan sebelumnya oleh mereka yang pernah berbicara tentang masalah ini, saya ingin
mengemukakan kalimat-kalimat sarat dengan harapan, penuh dengan keyakinan akan datangnya keberhasilan, insya Allah. Dan semua urusan itu ada di tangan Allah swt. Untuk itulah saya ingin membatasi tema ini dengan dua sudut pandang positif.

PERSPEKTIF FILSAFAT SOSIAL

Para pakar ilmu sosial menyatakan bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari. Pandangan itu dibenarkan oleh realitas dan dikuatkan dengan banyak alasan, Bahkan sesungguhnya kemajuan kemanusiaan dan perjalanannya menuju puncak kejayaan tersimpan dalam pandangan ini. Siapa yang dapat menyangka sebelumnya kalau para ilmuwan akan sampai pada penemuan-penemuan dahsyat seperti yang kita lihat sekarang? Para ilmuwan itu sendiri pada Mulanya bahkan tidak percaya, sampai akhirnya kenyataan membuat mereka yakin. Sebenarnya banyak contoh bisa dikemukakan untuk membuktikan itu. Namun pandangan ini telah menjadi aksioma dan karenanya tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.

PERSPEKTIF SEJARAH

Kebangunan semua bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan; sesuatu yang sering membuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentuk kemustahilan. Tapi di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan ketenangan dalam melangkah, telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju kejayaan.

Siapakah yang bisa percaya sebelumnya, bahwa di tengah gurun pasir jazirah Arab yang gersang dan kering kerontang itu akan memancar seberkas cahaya kearifan, di mana dengan kekuatan spiritual dan kemampuan berpolitik putera-puteranya dapat menguasai semua kekuatan adidaya dunia? Siapakah yang percaya sebelumnya, bahwa lelaki lembut semacam Abu Bakar yang sering membingungkan rakyatnya karena sifat lembutnya itu, tiba-tiba saja mengirim pasukan untuk memerangi para pembangkang, pemberontak dan
kaum murtad, hingga akhirnya ia berhasil menyelamatkan Daulah Islamiyah dari ancaman perpecahan dan mengembalikan hak Allah dalam kewajiban zakat? Siapakah yang percaya sebelumnya, bahwa Shalahuddin Al-Ayyubi yang berjuang dalam waktu yang lama, akhirnya dapat mengalahkan dan mengusir raja-raja Eropa, sekalipun jumlah mereka jauh lebih banyak. Bahkan sekalipun duapuluhlima raja dari duapuluhlima kerajaan bersatu menyerangnya?

Itu semua terjadi dalam sejarah lama. Dalam sejarah modern pun ada banyak fakta. Siapakah yang bisa percaya sebelumnya, bahwa raja Abdul Aziz Alu Su'ud dapat mengembalikan kerajaannya dan menjadi tumpuan harapan dunia Islam untuk mengembalikan persatuan dan kejayaannya, setelah sebelumnya keluarga dan kerajaan terampas? Siapakah yang dapat percaya sebelumnya, bahwa buruh Jerman yang bernama Hitler itu, suatu ketika dapat memiliki kekuatan dahsyat yang menggentarkan dunia?

ADAKAH JALAN LAIN?

Ada dua pandangan negatif yang juga melahirkan hasil seperti ini, serta menuntun hati mereka yang memiliki ghirah dengan kuat dan benar.

Pertama, bahwa sekalipun jalan ini sangat panjang dan berliku, tapi tak ada pilihan lain selain ini. Tidak ada jalan selain itu yang dapat ditempuh untuk membangun kejayaan umat dengan benar. Pengalaman telah membuktikan kebenaran anggapan ini..

Kedua, bahwa seorang pekerja pertama kali harus bekerja menunaikan kewajibannya, baru kemudian boleh mengharap hasil kerjanya. Jika ia telah bekerja, berarti ia telah menunaikan kewajiban, dan pasti kelak akan mendapat balasan dari Allah swt. Tak ada keraguan dalam hal ini, selagi syarat-syaratnya terpenuhi. Sedang masalah hasil, itu terserah kepada Allah swt. Boleh jadi peluang kemenangan itu datang tanpa terduga, sehingga ia memperoleh hasil yang sangat memuaskan dan penuh berkah. Sementara bila ia tidak bekerja, ia akan mendapat dosa karena tidak berbuat, ia juga akan kehilangan pahala jihad, dan tentu saja dia sama sekali tidak akan mendapatkan hasil di dunia. jadi, manakah di antara kedua golongan itu yang terbaik?
Al-Qur'an Suci telah menandaskan itu dengan jelas,

"Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa?". Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpalkan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik." 
(Al-A'raf: 164-165)

No comments:

Post a Comment