Wednesday 11 December 2013

Allah sudah menyiapkan rezeki kita

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al Mulk:15)

Ternyata, Allah telah memudahkan kita untuk mendapatka rezekinya. Allah telah
memberikan tuntunan dan motivasi kepada kita bahwa mencari rezeki itu tidak
sulit. Salah satu tuntunannya ialah kita harus ingat bahwa hanya kepada Allah
kita kembali setelah dibangkitkan. Artinya apa? Janganlah mencari harta menjadi
tujuan hidup yang utama bagi kita.

Jika kita menjadikan akhirat sebagai tujuan utama kita, insya Allah kita akan
mudah mendapatkan rezeki, seperti yang difirman dalam ayat berikut:

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu. (QS Ath Thalaq:2-3)

Dengan ayat-ayat tersebut, diri kita akan terbebas dari kegelisahan akan rezeki.
Kita akan tetap berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperolehnya. Jika
Allah yang menjamin rezeki kita, kita tidak lagi perlu memohon dan meminta
kepada manusia atau makhluq lainnya. Kita hanya memohon kepada Allah yang
telah menjamin rezeki kita dan berusaha untuk menjemput rezeki tersebut.

Dunia ini sudah berlimpah dengan rezeki, kita tinggal menyebar dimuka bumi
untuk mengambil kelimpahan tersebut dan Allah telah memudahkannya. Lalu
mengapa terasa sulit? Bukan ayat ini yang salah, karena Al Quran tidak mungkin
salah, yang salah ada pada diri kita, mungkin kita kurang giat mencarinya atau
mungkin cara kita mencarinya masih salah. Atau jika kita sudah giat dan cara
sudah benar, Allah sengaja menangguhkannya untuk menguji kita. Tetapi kita
tidak pernah tahu, yang kita tahu adalah berdoa dan berusaha. Jika usaha kita
kurang giat, maka tambahkan. Jika usaha kita masih salah, belajarlah baik dari
pengalaman pribadi maupun pengalaman seseorang.

Monday 9 December 2013

Kamu adalah umat yang terbaik

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik. (QS. Ali 'Imraan:110)

Allah SWT melalui Al Quran, menyatakan bahwa kita adalah umat yang terbaik.
Oleh karena itu kita tidak perlu merasa minder dari umat-umat lain, meskipun
saat ini umat lain cendrung lebih maju dari pada kita. Kita sebenarnya umat
terbaik, memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, jika saat
ini umat yang lain relatif lebih maju, artinya kita belum mengoptimalkan segenap
potensi yang kita miliki.

Karena kita adalah umat yang terbaik, konsekuensinya kita harus menjadi
pemimpin yang mengarahkan kepada kebaikan, kita harus meminpin dalam
teknologi agar teknologi diarahkan untuk kebaikan. Kita harus memimpin
dibidang informasi, agar informasi digunakan untuk kebaikan. Kita harus
memimpin di bidang politik agar politik dimanfaatkan untuk kebaikan, dan kita
harus memimpin di berbagai bidang lainnya agar bisa digunakan untuk kebaikan.
Kebaikan bukan hanya hasil bicara, kebaikan akan lebih nyata jika merupakan
hasil kerja. Apa lagi hanya bicara kritik sana kritik sini seperti seorang calo,
banyak ngomong tetapi dia sendiri hanya diam saja. Kita harus bergerak,
bertindak, dan berbuat.

Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda, ‘Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah
ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka hendaklah dengan
lisannya. Dan jika tidak mampu, maka hendaklah dengan hatinya. Ini merupakan
amalan iman paling lemah.’” (HR Imam dan Muslim)

Wednesday 4 December 2013

Bagimu apa yang kamu usahakan

Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu
apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan
jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al Baqarah:134)

Mungkin orang tua kita hebat, mungkin pendahulu kita hebat, tetapi yeng lebih
penting ialah sehebat apa diri kita. Mungkin kita bisa menikmati apa yang sudah
diperoleh oleh para pendahulu kita, tetapi jika kita hanya menikmati dan
membangga-banggakan hasil pendahulu kita, itu tidak ada artinya, karena yang
hebat bukan diri kita, tetapi pendahulu kita.

Kita tidak akan mendapatkan apa-apa atas yang dilakukan oleh pendahulu kita.
Pahala mereka bagi mereka, kita tidak akan kebagian kecuali kita memanfaatkan
apa yang telah diperoleh oleh pendahulu kita untuk tujuan yang baik. Kita boleh
memanfaatkan yang sudah ada sebagai pijakan perjuangan selanjutnya. Islam
menginginkan perbaikan secara terus menerus. Kita tidak bisa mengandalkan
pada apa yang sudah dicapai oleh pendahulu kita.

Atau, jika pun pendahulu kita tidak baik. Itu bukan alasan kita untuk mengikuti
jejak mereka. Apa yang mereka lakukan untuk mereka. Sekarang tinggal apa
yang akan kita lakukan dan untuk diri kita sendiri. Kita tidak akan diminta
pertanggung jawaban atas apa yang diperlakukan oleh mereka. Jadi apapun
yang dilakukan oleh pendahulu kita, baik atau buruk, kita harus tetap bertindak
untuk diri kita.

Janganlah kamu berhati lemah

Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu
menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan
(pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada
Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa':104)

Meski ayat ini dalam konteks berperang, saya yakin, juga ditujukan untuk jihad-jihad
yang lainnya, termasuk saat kita harus bersaing dalam mencari nafkah buat
anak dan istri karena hal ini juga sebagian dari jihad. Kita tidak boleh berhati
lemah dalam bersaing, jika kita memiliki kelemahan pesaing juga sama, malah
kita memiliki kelebihan, yaitu “harap” atau raja’. Kita masih bisa berharap kepada
Allah, sementara orang-orang yang tidak beriman tidak. Mengapa harus takut?
Suatu hal yang ironis bukan, jutru dunia ini dikuasai oleh orang-orang yang tidak
beriman. Seharus kita umat Islam bisa menjadi umat yang memimpin, karena
kita punya Pelindung dan Penolong yang tempat kita berharap. Bukankah sudah
hafal Surat Al Ikhlas ayat ke 2?

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (QS. Al
Ikhlas:2)

Thursday 28 November 2013

Hikmah Kisah Nabi Yunus as

Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari,
ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orangorang
yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan
tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak
mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari
berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia
dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis
labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka
beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga
waktu yang tertentu. (QS Ash Shaafaat:139-148)

Ayat-ayat ini mengisahkan saat Nabi Yunus a.s. meninggalkan umatnya.
Kemudian beliau naik ke sebuah kapal yang penuh dengan muatan. Karena
sesuatu hal yang mengancam keselamatan kapal, maka diputuskan untuk
mengurangi penumpang dengan cara melempar sebagian penumpang ke laut.
Untuk menentukan siapa yang akan dilempar ke laut, maka diadakan undian dan
Nabi Yunus a.s. kalah dan harus dilempar ke laut. Kemalangan tidak sampai di
sana, di laut beliau ditelan oleh seekor ikan yang besar. Beliau berdoa di dalam
perut ikan sampai pertolongan Allah datang. Beliau dilemparkan ke suatu daerah
yang tandus dan dalam keadaan sakit.

Setelah mengalami berbagai kemalangan dan kesulitan tersebut, akhirnya
pertolongan Allah SWT datang. Mulai ditumbuhkannya pohon labu dan diterima
oleh umat yang beriman. Suatu kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada
orang-orang yang bershabar atas segala ujian yang dihadapinya.
Oleh karena itu hendaknya kita semua selalu berpikir positif. Selalu yakin bahwa
ada hikmah dari setiap kejadian atau kondisi yang kita alami saat ini. Suatu
kesulitan bukan berati kita akan sulit selamanya. Ada kebaikan dan kemudahan
setelahnya, insya Allah.

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS.Alam Nasyrah:5-6)

Dan belum tentu pula kesulitan yang kita hadapi merupakan gambaran dan
kehinaan kita,

Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata:
"Tuhanku menghinakanku" Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak
memuliakan anak yatim. (QS. Al fajr:16-17)

Kesempitan rezeki bukan indikasi yang menunjukan kehinaan dan kesia-siaan.
Apapun kejadian yang menimpa kita, apabila hati kita penuh dengan iman, maka
kita insya Allah akan selalu berhubungan dengan Allah SWT dan mengerti apa
yang ada di sana. Harga diri seseorang dalam timbangan Allah SWT bukan
ditentukan oleh nilai-nilai lahiriah.

Kesulitan dan kegagalan bukanlah diri kita. “kesalahan kita” dan “kita” adalah
berbeda. Kesalahan adalah kesalahan, diri kita adalah diri kita. Maksudnya jika
kita melakukan kesalahan, bukan berarti diri kita orang yang selalu salah, kita
hanya membuat kesalahan saja, yang masih bisa kita perbaiki. Jangan putus
asa, jangan berhenti, teruslah maju.

Tuesday 26 November 2013

Hikmah Kemenangan Thalut

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya
Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu
meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya,
kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku." Kemudian
mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala
Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai
itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada
hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa
mereka akan menemui Allah berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar." (QS Al Baqarah:249)

Dr. Ahzami S. Jazuli dalam menafsirkan ayat ini menekankan akan pentingnya
ujian lapangan bagi pengembangan diri. Beliau melanjutkan, di antara
keistimewaan Islam adalah adanya sinkronisasi antara mitsali dan waqii (antara
idealita dengan realita). Penyebab kemenangan pasukan Thalut lainnya ialah,
karena yang ada dalam benak pengikut Thalut yang minoritas ketika mereka
berperang: tujuan mereka adalah bertemu dengan Allah SWT. Menurut Dr.
Ahzami, mereka paham bahwa kemenangan bisa diraih hanya semata-mata atas
ijin Allah, bukan kepiawaian berperang. Kemudian beliau menambahkan,
kesabaran adalah syarat mutlak untuk mendapatkan kemenangan.

Penafsiran Dr. Ahzami sangat selaras seperti apa yang seperti penafsiran
Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Quran, Sayyid mengatakan:
Kekuatan yang tersimpan (tersedia) di dalam jiwa itu tidak lain adalah iradah
(kemauan, tekad, kehendak), yaitu iradah yang dapat mengendalikan syahwat
dan keinginan, yang tegar menghadapi kesulitan dan penderitaan, yang mampu
mengungguli semua kebutuhan dan keperluan, yang lebih mengutamakan
ketaatan dan mengemban tugas-tugas dan tanggung jawabnya sehingga mampu
melewati ujian demi ujian.

Selanjutnya Sayyid Quthb mengatakan bahwa tentara yang diperlukan itu bukan
sekedar jumlahnya besar, tetapi haruslah dengan hati yang kokoh, kemauan
yang mantap, iman yang teguh, dan konsisten di atas jalan yang lurus. Itulah
yang menjadi bekal bagi Thalut beserta pasukannya dalam mengalahkan Jalut
dan tentaranya.

Kalau begitu, kita tidak usah mundur sedikit pun untuk meraih sukses yang
besar, meski sumber daya kita terbatas. Mungkin modal materi kita kurang.
Mungkin kita tidak memiliki karyawan profesional. Mungkin kita kurang memiliki
ilmu yang memadai, tetapi seperti pasukan Thalut, meskipun dengan segala
keterbatasan bisa memenangkan pertempuran jika bermodalkan hati yang
kokoh, kemauan yang mantap, iman yang teguh, serta konsisten dijalan yang
lurus.

Thursday 21 November 2013

Jangan Lemah

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang
yang beriman. (QS.Ali 'Imraan:139)

Sungguh malu, saat kita menghadapi kesulitan, kita bersedih dan langsung
bersikap lemah. Kita hanya diam, menyerah, dan berbicara mengeluarkan
berbagai alasan-alasan mengapa kita menyerah. Kita menyalahkan orang lain,
lingkungan, atau kondisi di sekitar kita. Alasan-alasan ini hanyalah bukti
kelemahan kita, bukti bahwa kita tidak kuat menghadapi berbagai masalah yang
muncul.

Padahal Allah melarang kita bersikap lemah dan bersedih. Kita harus tetap tegar
sekokoh batu karang dan tidak bersedih atas segala kesulitan dan beban yang
menghimpit. Hapuslah air mata, bangunlah dari tidurmu. Bangkitlah, karena kita
sesungguhnya kuat untuk menghadapi berbagai cobaan yang menerpa kita.
Bersikap lemah dan larut dalam kesedihan tidak akan memberikan solusi bagi
kita. Berharap belas kasihan? Tidak dijamin, malah bisa saja kita malah
ditertawakan oleh orang lain. Kesedihan malah memadamkan api energi dalam
tubuh kita untuk bertindak dan berkarya. Bukankah diam ini justru akan membuat
masalah berlarut-larut?

Masalah tidak akan selesai hanya dengan ditangisi, kita harus kuat dan bertindak
mengatasi masalah tersebut. Bukannya diam lemah sambil bersedih hati yang
justru akan menambah kesemasan demi kecemasan dalam diri kita. Langkah
kita akan gamang, tak jelas arah, dan ujung-ujungnya kita malah tidak akan
peduli lagi dengan apa yang akan terjadi, menyerah dan pasrah.
Bangkitlah kawan, hapus air matamu, dan kuatkan dirimu.

Wednesday 20 November 2013

Hanya Mengharap Ridha Allah

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al Insaan:9)

Inilah ciri orang yang melakukan kebajikan, memberi makan kepada fakir miskin
hanyalah untuk mengharap ridha Allah semata. Sering kali saat kita berbuat
sesuatu, kita malah dikritik pedas oleh orang lain. Sering kali saat kita berbuat
baik, bukannya mendapatkan terima kasih, tetapi malah dihina. Bahkan tidak
sedikit orang yang berjuang malah mendapatkan fitnah.

Kita tidak akan membicarakan mereka yang tidak suka kepada orang-orang yang
berbuat baik. Kita fokuskan saja kepada diri kita sendiri. Jangan sampai
kehadiran orang-orang seperti ini menghambat kita berbuat baik. Kita hanya
mengharapkan keridhaan Allah, tidak peduli apakah orang yang kita tolong akan
berterima kasih kepada kita atau tidak.

Kita juga tidak usah memperdulikan orang yang malah mengkritik kebaikan kita.
Lebih baik dikritik karena berbuat kebaikan dari pada mengkritik yang berbuat
kebaikan tetapi tidak berbuat baik. Biarkan, teruskan berbuat kebaikan, teruskan
berjuang untuk orang lain, dan jangan berhenti untuk berkontribusi. Yang perlu
kita lakukan ialah menguatkan jiwa kita atas para pengkritik ini.

Begitu juga, kita mungkin mendapatkan fitnah, karena ada orang yang tidak suka
saat kita berbuat baik. Mereka memfitnah orang yang berbuat baik karena iri,
dengki, atau kedudukannya terancam. Teruskan berjuang, sebab yang kita kejar
adalah keridhaan Allah. Hanya keridhaan Allah.

Jangankan kita, para Nabi pun yang mulia, selalu mendapatkan perlakuan yang
jelek dari umatnya. Padahal para Nabi itu jelas akan menyelamatkan umatnya.
Tapi apa yang terjadi, dibunuh, disiksa, dan difitnah, padahal mereka itu adalah
orang-orang teragung yang diutus justru untuk menyelamatkan manusia. Apalah
kita, jika kita bebuat baik, tentu saja akan mendapatkan perlawanan yang tidak
sedikit pula.

Tuesday 19 November 2013

Jalan Keluar

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. (QS Ath Thalaaq:2)

Dan barang-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya. (QS Ath Thalaaq:4)

Bagi orang bertakwa, bershabarlah, sebab kemudahan sudah menunggu kita.
Matahari akan terbit esok hari bersamaan dengan kemudahan atas segala
kesulitan, beban, dan kegagalan yang menimpa kita. Tidak usah risau dan
pesimis, karena kemudahan dan jalan keluar sudah dijanjikan Allah SWT kepada
kita. Yang kita perlu lakukan ialah dengan menambah ketakwaan kita, agar jalan
keluar dan kemudahan segera menghampiri kita.

Jadi, sepelik apapun masalah yang sedang kita hadapi, bertaqwalah kepada
Allah. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselasaikan jika Allah memberikan
jalan keluar bagi kita. Jika kita bertaqwa, maka tidak ada alasan bagi kita untuk
putus asa dan menyerah saat menghadapi masalah yang sangat rumit. Kata
Umar bin Khatab ra., jika kita bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menjaga
kita.

Thursday 14 November 2013

Bencana

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(QS. Al Hadiid:22)

Jika memang sudah kehendak Allah SWT, kita bisa apa? Yang terjadi, ya
terjadilah. Kita tidak bisa menghindar dari berbagai bencana yang sudah
direncanakan Allah SWT, kita tidak bisa lari dari ketentuan-Nya, kita tidak
melawan-Nya, maka satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah menerimanya.

Yang dimaksud menerima bukanlah dalam makna “nrimo”, tetapi kita
harus menyadari dan meyakini bahwa semua itu adalah kehendak Allah SWT.
Dia-lah yang Maha Berkuasa menetapkan apapun yang terjadi pada kita.
Menerima artinya kita mengembalikan semuanya kepada Allah SWT, sebab
semuanya datang dari Allah, maka kita kembalikan kepada-Nya.

Jika kita sudah beriman akan ketentuan Allah, maka kita tidak lagi perlu larut
dalam kesedihan, penyelasalan, dan kebencian akan masalah, kesulitan,
musibah, dan kegagalan yang menimpa kita. Kita akan tenang menghadapi
usaha dan upaya kita, karena jika terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, itu
adalah sudah bagian dari ketentuan Allah SWT.

Jika hal ini sudah tertanam dalam jiwa, maka tidak ada lagi gundah, tegang,
resah, dan cemas di dalam hati kita. Kita akan menjalani hidup dengan penuh
optimis dan semangat, karena apa lagi yang harus kita cemaskan. Semuanya
sudah tertulis di Lauh Mahfudzh. Saat kesulitan menerpa, serahkan saja kepada
Allah SWT.

Wednesday 13 November 2013

Maafkanlah

Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. Al A'raaf:199)

Saat kita dilukai oleh seseorang tentu akan menyisakan luka pada diri kita.
Namun luka yang lebih berbahaya adalah luka di hati, luka secara emosional.
Luka emosional sering kali muncul saat kita diejek, direndahkan, dihina, atau
berbagai tindakan yang mengarah ke harga diri kita. Saat emosi kita luka, kita
akan sangat protektif, mengapa karena luka di atas luka lebih menyakitkan dari
pada luka baru.

Luka emosional akhirnya sering menjadi sabotase bagi diri kita untuk meraih
sukses. Kita takut gagal yang ujung-ujungnya takut diejek oleh orang lain. Kita
juga sering takut oleh anggapan dan perkataan orang lain. Ini adalah akibat luka
emosional yang masih ada dalam diri kita. Selama kita masih memiliki luka
emosional, kita akan tetap sangat protektif yang secara tidak langsung sesuatu
yang menyabotase diri Anda sendiri.

Seperti luka fisik, luka emosional juga bisa disembuhkan. Saat kita tertusuk duri,
agar jari kita sembuh, satu langkah penting ialah dengan mencabut duri yang
ada pada diri kita. Luka tersebut tidak akan sembuh jika kita tidak mencabut
durinya terlebih dahulu. Begitu juga dengan luka emosional, hanya akan sembuh
jika penyebab lukanya sudah kita cabut, caranya dengan memaafkan orang yang
membuat kita luka emosional.

Dengan memaafkan, luka emosional kita akan sembuh sehingga kita tidak akan
over protective lagi terhadap diri kita. Kita akan lebih tenang, tentram, sehat, dan
mendapatkan kedamaian pikiran. Tentu saja, memaafkan yang tulus, yang
benar-benar memaafkan tanpa syarat. Memaafkan yang seolah-olah orang yang
melukai Anda tidak pernah melukai Anda dimasa lampau, bahkan bisa jadi dia
adalah orang yang telah berjasa kepada kita karena memberikan peluang bagi
kita untuk mendapatkan pahala dari memaafkan dan hikmah dari peristiwa yang
bersangkutan.

Dengan memberikan maaf yang sebenar-benarnya maaf, hati ini menjadi lebih
ringan, lapang dan leluasa. Tidak ada lagi ganjalan sesuatu pun di dalam hati
kita yang menghambat pikiran dan tindakan kita. Kita memandang masa depan
dengan lebih optimis, karena sesuatu yang kita lihat begitu cerah dan
menjanjikan.

Tuesday 12 November 2013

Benci

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah:216)

Betapa sering kita membenci sesuatu, seperti tugas yang berat (sebagai contoh
dalam ayat diatas adalah perang), kegagalan, kekurangan yang ada dalam diri
kita, dan kehilangan. Namun kita tidak pernah tahu, bisa jadi apa yang kita benci
itu justru baik menurut Allah SWT. Perang, adalah sesuatu hal yang sangat
dibenci orang, tetapi mungkin saja hanya dengan jihad di jalan Allah kita bisa
masuk syurga.

Saat kita mengejar sesuatu kemudian gagal, bisa saja justru kegagalan ini akan
membawa kebaikan kepada kita. Sebagai contoh, misalnya Anda melamar ke
suatu perusahaan, dan Anda gagal menjadi karyawan perusahaan tersebut, kita
membencinya. Tetapi ternyata karyawan yang ada di dalam perusahaan itu tidak
bisa bebas beribadah.
Ada juga orang yang merasa membenci dirinya karena dirinya tidak tampan atau
tidak cantik. Padahal bisa jadi jika dia cantik, dia malah terjurumus ke dunia
orang-orang yang suka pamer aurat yang dibenci oleh Allah SWT. Bisa saja
karena tidak cantik justru menyelamatkan dirinya dari rasa sombong dan
takabur.

Yang jelas, apa pun yang ada pada diri kita, berbaik sangkalah kepada Allah
SWT, bahwa itu semua yang terbaik untuk kita. Sesuatu yang kita suka atau kita
benci semuanya tidak lain nikmat sekaligus ujian. Terimalah apa yang ada pada
diri kita. Jangan membenci apa yang terjadi pada diri kita, karena bisa jadi
semua itu adalah yang terbaik untuk kita.

Jika kita sudah bisa menerimanya dengan lapang dada, hidup akan lebih
bersemangat dalam mengejar prestasi, karena tidak ada lagi kata gagal di dalam
kamus hidupnya. Hidup akan lebih tenang dengan segala kekurangan yang ada
di dalam diri. Tidak ada kekhawatiran, begitu bebas, lepas, semuanya
diserahkan kepada Allah untuk memberikan yang terbaik bagi dirinya.

Tuesday 5 November 2013

Bersyukur

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
(QS Ibrahim:7)

Saat kehilangan sesuatu, saat mengalami kerugian, atau saat tidak
mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, sering kali jiwa kita terguncang
sehingga patah semangat, tidak lagi memiliki motivasi. Kita sering lupa
mensyukuri yang sudah kita miliki, kita juga sering melupakan hikmah yang tak
ternilai dari suatu kegagalan yang harusnya kita syukuri.

Padahal berdasarkan ayat diatas, jika kita mau bersyukur maka Allah
menjanjikan akan menambah nikmat kita. Oleh karena itu kita seharusnya
menysukuri apa yang sudah Allah berikan kepada kita, kita juga harus
mensyukuri apa yang kita dapatkan meskipun sekecil apa pun.

Ini adalah rahasia melipat gandakan nikmat kita. Saat kita berusaha, syukurilah
nikmat yang kita dapatkan agar ditambah oleh Allah SWT. Jadi, tetaplah
semangat meski hasil kita kecil, sebab jika kita mensyukurinya, yang kecil
tersebut bisa menjadi besar. Sangat ironis, sudah kecil, tidak kita syukuri.
Alangkah bodohnya orang yang tidak mau mensyukuri nikmat Allah SWT.

Mereka sering menyangka bahwa yang namanya nikmat itu adalah rezeki dalam
bentuk materi yang jumlahnya besar. Padahal tidak, nikmat yang sudah kita
dapatkan itu sangat banyak, jika kita berusaha untuk menyebutkannya, kita tidak
akan bisa. Seperti yang dijelaskan dalam Al Quran,

Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat
kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah). (QS Ibrahim:34)

Nikmatilah hidup, tetaplah semangat meski penghasilan kita kecil, karena kita
bisa melipat gandakannya dengan mensyukurinya. Renungkanlah, betapa
banyaknya nikmat yang sudah kita miliki. Jangan risau, jangan takut untuk gagal,
sebab kegagalan sebesar apa pun tidak akan menghabiskan nikmat-nikmat yang
ada pada diri kita.

Wednesday 30 October 2013

Cukuplah Allah menjadi Penolong kami

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada
orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka
perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah
Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". Maka
mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka
tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (QS. Ali “Imran:173-174)

Mengapa harus cemas, mengapa harus takut, mengapa harus khawatir?
Bukankah ada Allah SWT yang menjadi penolong dan pelindung kita? Seperti
yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya saat perang Uhud
dimana pasukan kafir sudah bersiap menyerang, perkataan yang keluar dari
mereka ialah hasbunallah wa ni’mal wakiil.

Kita adalah makhluq lemah, kita tidak memiliki kekuatan. Kekuatan hanya milik
Allah Yang Mahakuat, maka serahkanlah segara urusan kepada-Nya. Karena
siapa lagi yang mampu menolong dan menjadi pelindung untuk segala urusan
kita selain Allah? Insya Allah jika kita bertawakal ke Allah SWT, maka Dia akan
menjadi Penolong dan Pelindung kita.

Setelah merenungi ayat ini, tidak lagi kita perlu takut. Kita bisa melangkah di
muka bumi ini dengan langkah yang berani. Bukan berani karena rasa takabur
atau sombong, tetapi berani karena Allah menjadi Penolong dan Pelindung.
Siapa atau apa yang mampu mengalahkan kekuasaan-Nya? Tidak, tidak ada
sesuatu pun. Lalu mengapa kita harus takut, cemas, atau khawatir?

Kesusahan, bencana, kemiskinan, dan kesulitan lainnya adalah kecil dihadapan
Allah. Serahkanlah semuanya kepada Allah Yang Maha Kuat dan Maha Kaya
jika kita ingin mampu menghadapi kesusahan dan bencana. Tidak perlu takut
menghadapi musuh-musuh Allah saat berdakwah, sebab siapa yang mampu
mengalahkan Pelindung dan Penolong kita?

Tidak ada lagi alasan untuk takut, tidak ada alasan untuk tidak semangat, tidak
 ada alasan untuk khawatir akan hari esok, sebab kita sebenarnya sudah memiliki
Pelindung dan Penolong. Mari kita jadikan kalimat “hasbunallah wa ni’mal wakiil
sebagai semboyan hidup kita. Jika harta kita sedikit, hutang yang banyak,
maisyah yang terhambat, mengadulah kepada Penolong dan Pelindung kita.
Saat kita mau berdakwah, rintangan dan halangan selalu ada. Tetapi sekarang
hal ini tidak lagi bisa menjadi alasan kita untuk tidak berdakwah karena Allah
yang menjadi Pelindung dan Penolong kita. Tidak peduli musuh kita banyak.
Tidak peduli musuh kita kuat. Tidak peduli kita hanya sendiri. Jika Allah
Pelindung dan Penolong kita, semua musuh akan bisa dikalahkan. Tidak ada
yang mampu menahan kehendak Allah SWT.

Ingatlah Penolong dan Pelindung mu itu

Mengapa kita sering kali tetap khawatir dan takut? Mungkin karena kita sering
lupa bahwa kita memiliki Penolong dan Pelindung. Oleh karena itu kita harus
mengingat-Nya terus agar hati kita tenang. Tidak ada suatu pekerjaan yang bisa
membuat hati kita tenang selain kita mengingat-Nya.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram. (QS. Al Ra’d:28)

Bahkan saat kita menghadapi musuh perang, yang kita perlukan adalah
mengingat Allah agar kita bisa memenangkan perang tersebut.

Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh),
maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya
agar kamu beruntung. (QS Al Anfaal:45)

Hanya Allah-lah yang mampu memberikan ketenangan kepada kita,

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka
berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada
dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi
balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).
(QS. Al Fath:18)

Berjalanlah. Bertindaklah. Mencobalah. Sambil mengingat Penolong dan
Pelindung kita, bukan hanya ketenangan yang kita dapat, juga kemenangan.
Karena, Allah yang menghidupkan kita, yang mematikan kita, yang memberi
rezeki, yang menentukan apa yang terbaik bagi kita. Kenapa harus takut?
Sekarang, saatnya kita hidup dimuka bumi ini tanpa rasa khawatir,

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Yunus:62)

Monday 28 October 2013

Kesulitan

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Alam Nasyrah:5-6).

Jika kita membaca ayat ini, mengapa kita harus takut. Sebab jika saat ini kita sedang sulit, maka esok kemudahanlah yang akan menghampiri kita. Ayat ini sungguh memberikan inspirasi bagi kita yang sedang mengalami kesulitan, ayat yang memberikan dorongan kepada kita untuk tetap bertahan, tetap semangat dalam menghadapi hidup yang penuh kesulitan. Kemudahan, atau pertolongan Allah SWT, akan datang. Tenanglah! Seperti tenangnya Nabi Musa as. saat akan tersusul oleh pasukan Fir’aun, seperti diceritakan dengan indah dalam Al Quran, Maka Fir'aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikutpengikut Musa:

"Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (QS. Asy Syu'araa':60-62).

Jika kita meneladani Nabi Musa as., kita juga bisa mengatakan “sesungguhnya Allah bersamaku, Dia akan memberikan petunjuk kepadaku” saat kita ditimpa masalah yang seolah-olah tidak akan bisa hadapi atau selesaikan. Jadi, janganlah bersedih dan janganlah berputus asa saat kesulitan menghimpit kita, karena dengan pertolongan Allah SWT, kemudahan akan datang kepada kita. Jangan pernah terhimpit, karena keadaan akan berubah. Seperti sebuah lagu dari mendiang Chrisye, Badai pasti berlalu. Tunggulah kemudahan tersebut, sudah dijamin koq oleh Allah dalam Al Quran yang mustahil salah. Tentu saja sambil mengharap pertolongan Allah dengan shabar dan shalat. Hari esok adalah ghaib, kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok, bisa saja esoklah datangnya kemudahan tersebut. Jadi selalu ada harapan di hari esok. Justru jika kita tidak memiliki harapan di hari esok, artinya kita sudah sok mengetahui apa yang akan terjadi esok hari. Kita menganggap esok hari akan seperti ini saja, maka sama artinya kita mendahului ketentuan Allah SWT. Allahlah yang menentukan hari esok akan seperti apa, dan kita memang tidak diberitahu. Bisa saja besok hidup kita lebih baik. Besok, selalu ada harapan untuk kita. Begitu juga dengan rezeki, mungkin saat ini begitu sulit karena akan ada kemudahan setelah ini. Jangan sampai kita menyerah dengan cara tidak mau mencari rezeki yang lebih besar karena takut kehilangan rezeki yang sudah ada. Ada juga yang berharap kepada orang dengan cara menjilat dan merendahkan diri dihadapan orang lain. Allah sudah menyiapkan rezeki bagi kita, jadi meskipun saat ini serasa sulit, sebenarnya sudah Allah siapkan untuk kita. Kemudahan akan kita dapatkan setelah kesulitan ini.

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Huud:6).

Hikmah Kesulitan 

Daripada tenggelam dengan kesedihan akibat kesulitan, mengapa kita tidak berusaha mengambil hikmah dengan cara berprasangka baik kepada Allah SWT. Mungkin dengan datangnya kesulitan kepada kita, agar kita:

1. memiliki hati yang lebih kuat, sebab kesulitan menguatkan hati kita
2. sadar dengan segala kekurangan dan kesalahan sehingga kita bertaubat dan dosa kita diampuni.
3. bebas dari rasa ‘ujub, kesulitan adalah bisa saja sebagai teguran karena kita merasa bisa dan merasa       pintar
4. tidak lalai, sudah nyata kesulitan ada dihadapan kita
5. lebih banyak mengingat Allah SWT
6. lebih bershabar, karena mungkin saja kesulitan ini adalah latihan bershabar

Tuesday 22 October 2013

Sudahkah shalat kita khusyu’?

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan
bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah:45-46)

Bukan sembarang shalat yang akan menjadi penolong kita. Dalam ayat tersebut,
disebutkan bahwa orang yang bisa menjadikan shabar dan shalat sebagai
penolong ialah mereka yang khusyu’. Tidak ada ukuran baku dalam shalat
khusyu’, oleh karena itu kembali kita meminta kepada Allah SWT agar
menjadikan shalat kita dengan khusyu’.

Shalat yang khusyu adalah shalat yang dikerjakan dalam nuansa harap, cemas,
dan cinta, serta dengan takbir yang sempurna, lantunan ayat yang tartil, ruku’
dengan tawadhu, sujud dengan diliputi kerendahan hati dan keikhlasan. Tentu
tidak lupa harus sesuai dengan syariat. Sebagai tip agar shalat kita lebih khusyu’
ialah dengan menganggap bahwa shalat yang kita lakukan adalah shalat yang
terakhir, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw,

Jika kamu berdiri untuk melaksanakan shalat, maka shalatlah sperti shalatnya
orang-orang yang akan berpisah (meninggal). (HR Ibnu Majah)

Subhanallah. Allah sudah menyediakan suatu solusi kepada kita, untuk setiap
masalah yang dihadapi. Cara yang lengkap, bukan hanya mengajarkan apa yang
harus dilakukan, tetapi juga bagaimana melakukannya dengan baik yang benar.
Masihkah kita takut dengan masalah? Masihkah kita menghindari masalah?
Masihkan kita frustasi dengan masalah? Padahal Allah SWT sudah memberikan
solusi bagi kita?
Jalani hidup. Hadapi masalah. Jangan menjadi pengecut sehingga kita tidak
berkarya, tidak mencoba berbuat sesuatu yang besar karena takut masalah
menghadap kita. Banyak pemuda yang enggan menikah karena alasan belum
siap, padahal solusi sudah disiapkan oleh Allah SWT. Banyak orang yang tidak
mau memikul beban dakwah, padahal solusi sudah disiapkan oleh Allah SWT.
Saat Rasulullah saw dan para sahabat hijrah, mereka meninggalkan kampung
halaman, meninggal harta benda, dan meninggalkan keluarga. Mereka
mengambil resiko untuk meraih sesuatu yang lebih besar. Mereka tahu, masalah
bisa saja muncul baik saat hijrah dan setelahnya. Tetapi mereka tetap
menjalaninya, karena mereka yakin masalah yang akan ditemui, Allah SWT
sudah menyiapkan solusinya.

Rasulullah saw selalu menjadikan shalat sebagai solusi berbagai masalah
seperti yang kita baca dalam berbagai riwayat. Hudzaifa bin Al Yaman
menceritakan,
 “Jika Rasulullah saw ditimpa sebuah kesulitan beliau bersegera
melaksanakan shalat.”
Begitu juga yang diriwayatkan oleh Haritsah bin Madhrib,

Aku mendengar Ali ra. berkata, ‘Kamu melihat kami dan segala keadaan kami
pada malam perang Badar kecuali Rasulullah saw, beliau mengerjakan shalat
dan berdo’a hingga datang waktu subuh.’”

Sering kali saya mendengar jika seseorang sakit dia seolah-olah ada alasan
untuk tidak shalat. Padahal justru shalat bisa mengobati penyakit, seperti apa
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah saat dirinya sedang sakit perut.

Rasulullah saw. bertanya, “Apa kamu sakit perut?” Ia menjawab. “Benar.” 
Beliau bersabda, “Berdirilah dam kerjakan shalat. Sesungguhnya dalam shalat itu 
terdapat kesembuhan.”

Allahuakbar. Marilah kita hadapi hidup dengan tegar. Biarkan masalah datang,
tidak usah kita hindari apa lagi lari dari masalah. Saat kita lari dari masalah,
sebenarnya hanya menuju ke masalah yang lain yang mungkin saja lebih besar
dari masalah yang kita hadapi saat ini. Kita sudah memiliki solusi dari setiap
masalah yang muncul yang sudah disiapkan oleh Allah SWT untuk kita. Marilah
jalani hidup dengan lebih semangat dan optimis. Tidak ada alasan untuk tidak.

Saat kesulitan menghimpit, bersabarlah….

Saat kita menghadapi masalah. Saat kita memerlukan pertolongan, yang kita
bisa lakukan selain shalat adalah bershabar. Memang ada yang lain? Usaha!
Yah usaha, yang sebenarnya usaha adalah bagian dari shabar. Hanya saja
usaha dalam rangka shabar lebih bermakna ketimbang hanya usaha saja yang
bisa saja membuat kita frustasi.

Memang, makna kesabaran bukanlah kita diam, pasrah, dan menyerah. Shabar
bersanding dengan usaha bahkan dalam berbagai ayat kita temukan shabar
sering disandingkan dengan kata jihad. Inilah maknanya buat kita,

Usaha/jihad + shabar = pertolongan Allah SWT

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada
Allah, supaya kamu beruntung. (QS. Ali 'Imraan: 200)

Jadi janganlah cepat menyerah. Majulah terus, usahalah terus, sebab jika kita
shabar insya Allah, Allah SWT akan menolong kita karena ini yang
diperintahkan-Nya kepada kita. Kenapa harus takut jika ada jaminan dari Allah?
Kenapa harus ragu jika Allah SWT akan menolong kita? Ini bukan kata saya, ini
ayat Al Quran, yang ditujukan untuk kita semua.
Dengan bershabar, kita akan menjadi lebih semangat dalam menjalani hidup.
Bagaimana tidak, pertolongan Allah SWT sudah di depan mata. Tinggal sejauh
mana kita bisa meraih pertolongan tersebut dengan kesabaran kita.

Shalat dan Shabar

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan
bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah:45-46)

Kita sering kali mencari pertolongan ke sana ke mari saat kita ditimpa masalah,
namun kita (mungkin hanya saya), malah sering lupa untuk meminta pertolongan
kepada Allah SWT melalui shalat dan shabar. Shalat adalah bukti ketundukan
kita kepada Allah SWT, shalat adalah do’a, shalat adalah ibadah yang bukan
hanya memuji Allah SWT tetapi juga berisi permintaan-permintaan kita kepada
Allh SWT.

Alangkah indahnya dalam sujud dan ruku’ kita mensucikan dan memuji Allah
sebagai simbol ketundukan dan ketaatan kita kepada Allah SWT. Allah Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, jangankan kepada makhluq-Nya yang tunduk
dan taat, bahkan kepada orang-orang yang membangkang pun dengan segala
kesombongannya, Allah masih tetapi memberikan nikmat tiada tara.

Mungkin kita perlu membenahi shalat kita, agar sesuai dengan syariat dan
menjalankannya dengan penuh kekhusyuan. Kita seharusnya malu jika masih
setengah-setengah menjalankan shalat, mengabaikannya, tidak peduli apakah
shalat kita sudah benar atau tidak, dan shalat hanya penggugur kewajiban.

Thursday 26 September 2013

Sirah Sahabat Abdullah bin Umar

Tekun Beribadah dan Mendekatkan Diri Kepada Allah

Sewaktu telah berada di puncak usianya yang tinggi, ia berbicara: “Saya telah bai’at kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka sampai saat ini, saya tak pernah belot atau mungkir janji…. Dan saya tak pernah bai’at kepada pengobar fitnah…. Tidak pula membangunkan orang Mu’min dari tidurnya….”
Dalam kalimat-kalimat di atas tersimpul secara ringkas tapi padat kehidupan seorang laki-laki shalih yang lanjut usia, melebihi usia 80 tahun, dan telah memulai hubungannya dengan Rasulullah dan Agama Islam semenjak berusia 13 tahun, yaitu ketika ia ingin menyertai ayahandanya dalam Perang Badar, dengan harapan akan beroleh tempat dalam deretan para pejuang, kalau tidak ditolak oleh Rasulullah disebabkan usianya yang masih terlalu muda….
Semenjak saat itu bahkan sebelumnya lagi, yakni ketika ia menyertai ayahandanya dalam hijrahnya ke Madinah, hubungan anak yang cepat matang kepribadiannya itu dengan Rasulullah dan Agama Islam, telah mulai terjalin….
Dan semenjak hari itu, sampai saat ia menemui Allah, yakni setelah ia mencapai usia 85 tahun, akan kita dapati ia sebagaimana adanya; seorang yang tekun beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah, dan tak hendak bergeser dari pendiriannya walau agak seujung rambut, serta tak hendak menyimpang dari bai’at yang telah diikrarkannya atau melanggar janji yang telah diperbuatnya….
Keistimewaan-keistimewaan yang memikat perhatian kita terhadap Abdullah bin Umar ini tidak sedikit. Ilmunya, kerendahan hatinya, kebulatan tekad dan keteguhan pendirian, kedermawanan keshalihan dan ketekunannya dalam beribadah serta berpegang teguhnya kepada contoh yang diberikan oleh Rasulullah. Semua sifat dan keutamaan itu telah berjasa dalam me-nempa kepribadiannya yang luar biasa dan kehidupannya yang suci lagi benar….
Dipelajarinya dari bapaknya — Umar bin Khatthab — berbagai macam kebaikan; dan bersama bapaknya itu, dipelajarinya pula dari Rasulullah semua macam kebaikan dan semua macam kebesaran…. Sebagaimana bapaknya, ia pun telah berhasil mencapai keimanan yang baik terhadap Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu, kesetiaannya mengikuti jejak langkah Rasulullah, merupakan suatu hal yang amat mena’jubkan….
Diperhatikannya apa kiranya yang dilakukan oleh Rasulullah mengenai sesuatu urusan, maka ditirunya secara cermat dan teliti…. Misalnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melakukan shalat di suatu tempat, maka Ibnu Umar melakukannya pula di tempat itu. Di tempat lain umpamanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. pernah berdoa sambil berdiri, maka Ibnu Umar berdoa di tempat itu sambil berdiri pula. Di sana Rasulullah pernah berdoa sambil duduk, maka Ibnu Umar berdoa di sana sambil duduk pula. Di sini — di jalan ini — Rasulullah pernah turun dari punggung untanya pada suatu hari dan melakukan shalat dua raka’at, maka Ibnu Umar tak hendak ketinggalan melakukannya, jika dalam perjalanannya ia kebetulan lewat di daerah itu dan tempat itu.
Bahkan ia takkan lupa bahwa unta tunggangan Rasulullah berputar dua kali di suatu tempat di kota Mekah sebelum Rasulullah turun dari atasnya untuk melakukan shalat dua raka’at, walaupun barangkali unta itu berkeliling dengan suatu maksud untuk mencari tempat baginya yang cocok untuk bersimpuh nanti. Tapi Abdullah ibnu Umar baru saja sampai di tempat itu, ia segera membawa untanya berputar dua kali kemudian baru bersimpuh, dan setelah itu ia shalat dua raka’at, sehingga persis sesuai dengan perbuatan Rasulullah yang telah disaksikannya…!
Kesetiaannya yang amat sangat dalam mengikuti jejak langkah Rasulullah ini, telah mengundang pujian dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anh sampai ia mengatakan:
“Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam di tempat-tempat pemberhentiannya, sebagai dilakukan oleh Ibnu Umar…”
Sungguh, usia lanjutnya yang dipenuhi barkah itu telah dijalaninya untuk membuktikan kecintaannya yang mendalam terhadap Rasulullah, hingga pernah terjadi suatu masa, Kaum Muslimin yang shalihnya berdoa: “Ya Allah, lanjutkanlah kiranya usia Ibnu Umar sebagai Allah melanjutkan usiaku, agar aku dapat mengikuti jejak langkahnya, karena aku tidak mengetahui seorang pun yang menghirup dari sumber pertama selain Abdullah bin Umar.”
Dan karena kegemarannya yang kuat tak pernah luntur dalam mengikuti sunnah dan jejak langkah Rasulullah, maka Ibnu Umar bersikap amat hati-hati dalam penyampaian Hadits dari Rasulullah. la tak hendak menyampaikan sesuatu Hadits daripadanya, kecuali jika ia ingat seluruh kata-kata Rasulullah.
Orang-orang yang semasa dengannya mengatakan: “Tak seorang pun di antara shahabat -shahabat Rasulullah yang lebih berhati-hati agar tidak terselip atau terkurangi sehurufpun dalam menyampaikan Hadits Rasulullah sebagai halnya Ibnu Umar!”
Demikian pula dalam berfatwa, ia amat berhati-hati dan lebih suka menjaga diri…. Pada suatu hari seorang penanya datang kepadanya untuk meminta fatwa. Dan setelah orang itu memajukan pertanyaan, Ibnu Umar menjawab “Saya tak tahu tentang masalah yang Anda tanyakan itu…” Orang itu pun berlalulah, dan baru beberapa langkah ia meninggalkannya, Ibnu Umar bertepuk tangan seraya berkata dalam hatinya: “Ibnu Umar ditanyai orang tentang yang tidak diketahuinya, maka dijawabnya bahwa ia tidak tahu…”
Ia tidak hendak berijtihad untuk memberikan fatwa, karena takut akan berbuat kesalahan. Dan walaupun pola hidupnya mengikuti ajaran dari suatu Agama besar, yang menyediakan satu pahala bagi orang-orang yang tersalah dan dua pahala bagi yang benar hasil ijtihadnya, tetapi demi menghindari berbuat dosa menyebabkannya tidak berani untuk berfatwa….
Juga ia menghindarkan diri dari jabatan qadhi atau kehakiman, padahal jabatan ini merupakan jabatan tertinggi di antara jabatan kenegaraan dan kemasyarakatan; di samping menjamin pemasukan keuangan, diperolehnya pengaruh dan kemuliaan. Apa perlunya kekayaan, pengaruh dan kemuliaan itu bagi Ibnu Umar…!
Pada suatu hari Khalifah Utsman Radhiyallahu ‘Anh memanggilnya dan meminta kesediaannya untuk memegang jabatan kehakiman itu, tetapi ditolaknya. Utsman mendesaknya juga, tetapi Ibnu Umar bersikeras pula atas penolakannya. “Apakah Anda tak hendak menta’ati perintahku?” tanya Utsman. Jawab Ibnu Umar:
“Sama sekali tidak…, hanya saya dengar para hakim itu ada tiga macam:
Pertama hakim yang mengadili tanpa ilmu, maka ia dalam neraka. Kedua yang mengadili berdasarkan nafsu, maka ia juga dalam neraka. Dan ketiga yang berijtihad sedang hasil ijtihadnya betul, maka ia dalam keadaan berimbang, tidak berdosa tapi tidak pula beroleh pahala. Dan saya atas nama Allah memohon kepada Anda agar dibebaskan dari jabatan itu…”
Khalifah Utsman menerima keberatan itu setelah mendapat jaminan bahwa ia tidak akan menyampaikan hal itu kepada siapa pun juga. Sebabnya ialah karena Utsman menyadari sepenuhnya kedudukan Ibnu Umar dalam hati masyarakat, karena jika orang-orang yang taqwa lagi shalih mengetahui keberatan Ibnu Umar menerima jabatan tersebut pastilah mereka akan mengikuti langkahnya, sehingga khalifah takkan menemukan seorang taqwa yang bersedia menjadi qadhi atau hakim.
Mungkin pendirian Abdullah bin Umar ini tampaknya sebagai suatu hal negatif yang terdapat pada dirinya. Tetapi tidaklah demikian halnya! Ibnu Umar tidak akan menolak jabatan tersebut apabila tidak ada lagi orang lain yang pantas menduduki jabatan itu, karena masih banyak di antara shahabat-shahabat Rasulullah yang shalih dan wara’ yang juga pantas memegang jabatan kehakiman dan mampu memberikan fatwa secara praktis maka ia menolaknya.
Maka dengan penolakannya itu tidaklah akan menyebabkan lowongnya kursi jabatan tersebut atau mengakibatkannya jatuh ke tangan orang-orang yang tidak berwenang. Telah tertanam dalam kehidupan pribadi Ibnu Umar untuk selalu membina dan meningkatkan diri agar lebih sempurna ketaatan dan ibadahnya kepada Allah.
Apalagi bila dikaji kehidupan Agama Islam di waktu itu, ternyata bahwa dunia telah terbuka pintunya bagi Kaum Muslimin, harta kekayaan melimpah ruah, pangkat dan kedudukan bertambah-tambah. Daya tarik harta dan kedudukan itu telah merangsang dan mempesona hati orang-orang beriman, menyebabkan bangkitnya sebagian shahabat Rasulullah — di antaranya Ibnu Umar — mengibarkan bendera perlawanan terhadap rangsangan dan godaan itu. Caranya ialah dengan menyediakan diri mereka sebagai contoh teladan dalam yuhud dan keshalihan, menjauhi kedudukan-kedudukan tinggi, mengatasi fitnah dan godaannya….
Boleh dikata bahwa Ibnu Umar adalah “penyerta malam” yang biasa diisinya dengan melakukan shalat…. atau “kawan dini hari” yang dipakainya untuk menangis dan memohon diampuni. Di waktu remajanya ia pernah bermimpi yang oleh Rasulullah dita’birkan bahwa qiyamul lail itu nantinya akan menjadi campuran tumpuan cita Ibnu Umar, tempat tersangkut-nya kesenangan dan kebahagiaannya. Nah, marilah kita dengar ceritera tentang mimpinya itu:
“Di masa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. saya bermimpi seolah-olah di tanganku ada selembar kain beludru. Tempat mana saja yang saya ingini di surga, maka beludru itu akan menerbangkanku ke sana…
Lalu tampak pula dua orang yang mendatangiku dan ingin membawaku ke neraka. Tetapi seorang Malaikat menghadang mereka, katanya: ‘Jangan ganggu! Maka kedua orang itu pun meluangkan jalan bagiku….’
Oleh Hafshah, yaitu saudaraku, mimpi itu diceriterakannya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Akan menjadi laki-laki paling utamalah Abdullah itu, andainya ia sering shalat malam dan banyak melakukannya! “
Maka semenjak itu sampai ia pulang dipanggil Allah, Ibnu Umar tidak pernah meninggalkan qiyamul lail baik di waktu ia mukim atau musafir. Yang dilakukannya ialah shalat, membaca Al Quran dan banyak berdzikir menyebut nama Allah…, dan yang sangat menyerupai ayahnya ialah airmatanya bercucuran bila mendengar ayat-ayat peringatan dari al-Quran.
Berkata ‘Ubaid bin ‘Umair: “Pada suatu hari saya bacakan ayat berikut ini kepada Abdullah bin Umar:
“Betapakah bila Kami hadapkan dari setiap ummat seorang saksi, dan Kami hadapkan pula kamu sebagai saksi atas mereka semua… ? Padahari itu orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul berharap kiranya mereka ditelan bumi, dan tiada pula suatu pembicaraan pun yang dapat mereka sembunyikan dari Allah…!“ (QS An Nisa: 41-42)
Maka Ibnu Umar pun menangis, hingga janggutnya basah oleh airmata. Pada suatu hari ketika ia duduk di antara kawan-kawannya, lalu membaca:
“Maka celakalah orang-orang yang berlaku curang dalam takaran! Yakni orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta dipenuhi, tetapi mengurangkannya bila mereka yang menakar atau menimbang untuk orang lain. Makkah mereka merasa bahwa mereka akan dibangkitkan nanti menghadapi suatu hari yang dahsyat…, yaitu ketika manusia sama berdiri di hadapan Tuhan Rabbul ‘alamin… (QS At Tathfif: 1-6)
Terus saja ia mengulang-ulang ayat:
“Ketika manusia sama berdiri di hadapan Rabbul ‘alamin sedang airmatanya mengucur bagai hujan…. hingga akhirnya ia jatuh disebabkan duka dan banyak menangis itu….”
Kemurahan, sifat zuhud dan wara’ bekerja sama pada dirinya dalam suatu paduan seni yang agung membentuk corak kepribadian mengagumkan dari manusia besar ini…. Ia banyak memberi karena ia seorang pemurah…. Yang diberikannya ialah barang halal karena ia seorang yang wara’ atau shalih…. Dan ia tidak peduli, apakah kemurahannya itu akan menyebabkannya miskin karena ia zahid, tidak ada minat terhadap dunia….
Ibnu Umar termasuk orang yang hidup ma’mur dan berpenghasilan banyak. Ia adalah seorang saudagar yang jujur dan berhasil dalam sebagian benar dari kehidupannya. Di samping itu gajinya dari Baitulmal tidak sedikit pula: Tetapi tunjangan itu tidak sedikit pun disimpannya untuk dirinya pribadi, tetapi dibagi-bagikan sebanyak-banyaknya kepada orang-orang miskin, yang kemalangan dan peminta-minta.
Ayub bin Wa-il Ar Rasibi pernah menceriterakan kepada kita salah satu contoh kedermawanannya. Pada suatu hari Ibnu Umar menerima uang sebanyak empat ribu dirham dan sehelai baju dingin. Pada hari berikutnya Ibnu Wa-il melihatnya di pasar sedang membeli makanan untuk hewan tunggangannya secara berutang. Maka pergilah Ibnu Wa-il mendapatkan keluarganya, tanyanya: “Bukankah kemarin Abu Abdurrahman — maksudnya Ibnu Umar — menerima kiriman empat ribu dirham dan sehelai baju dingin?”
“Benar”, ujar mereka.
 Kata Ibnu Wa-il: “Saya lihat ia tadi di pasar membeli makanan untuk hewan tunggangannya dan tidak punya uang untuk membayarnya… “
Ujar mereka: “Tidak sampai malam hari, uang itu telah habis dibagi-bagikannya. Mengenai baju dingin, mula-mula dipakainya, lalu ia pergi ke luar. Tapi ketika kembali, baju itu tidak kelihatan lagi; dan ketika kami tanyakan, jawabnya bahwa baju itu telah diberikannya kepada seorang miskin.!“
Maka Ibnu Wa-il pun pergilah sambil menghempas-hempaskan kedua belah telapak tangannya satu sama lain, dan pergi menuju pasar. Di sana ia naik ke suatu tempat yang tinggi dan berseru kepada orang-orang pasar, katanya: “Hai kaum pedagang…! Apa yang tuan-tuan lakukan terhadap dunia….? Lihat Ibnu Umar, datang kiriman kepadanya sebanyak empat ribu dirham, lalu dibagi-bagikannya hingga esok pagi ia membelikan hewan tunggangannya makanan secara utang…!“
Memang, seorang yang gurunya Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. dan bapaknya Umar, adalah seorang yang luar biasa dan cocok untuk hal-hal istimewa.. Sungguh, kedermawanan, sifat zuhud dan wara’, ketika unsur ini membuktikan secara gamblang, bagaimana Abdullah bin Umar menjadi seorang pengikut terpercaya dan seorang putera teladan….
Bagi orang yang ingin melihat kesetiaannya mengikuti jejak langkah Rasulullah, cukuplah bila diketahuinya bahwa Ibnu Umar akan berhenti dengan untanya di suatu tempat itu, karena pada suatu hari dilihatnya Rasulullah berhenti dengan untanya di tempat itu, seraya katanya: “Semoga setiap jejak akan menimpa di atas jejak sebelumnya…!”
Begitu pula dalam baktinya kepada orang tua, penghormatan dan kekagumannya, Ibnu Umar mencapai suatu taraf yang mengharuskan agar kepribadian Umar itu diteladani oleh pihak musuh, apatah lagi oleh kaum kerabat, dan kononlah oleh putera-putera kandungnya sendiri…!
Terlintas pada kita: “Tiada masuk akal, orang yang mengaku sebagai pengikut Rasul ini dan penganut ayah yang terkenal Al Faruq…, akan menjadi budak atau hamba harta…. Memang harta itu datang kepadanya secara berlimpah ruah…, tetapi ia hanya sekedar lewat, atau mampir ke rumahnya sebentar saja…!”
Dan kedermawanan ini, baginya bukanlah sebagai alat untuk mencari nama, atau agar dirinya menjadi buah bibir dan sebutan orang. Oleh sebab itu pemberiannya hanya ditujukannya kepada fakir miskin dan yang benar-benar membutuhkan. Jarang sekali makan seorang diri, karena pasti disertai oleh anak-anak yatim dan golongan melarat. Sebaliknya ia seringkali memarahi dan menyalahkan sebagian putera-puteranya, ketika mereka menyediakan jamuan untuk orang-orang hartawan, dan tidak mengundang fakir miskin, katanya: “Kalian mengundang orang-orang yang dalam kekenyangan, dan kalian biarkan orang-orang yang kelaparan!”
Dan fakir miskin itu kenal benar siapa Ibnu Umar, mengetahui sifat santunnya dan merasakan akibat kedermawanan dan budi baiknya. Sering mereka duduk di jalan yang akan dilaluinya pulang, dengan maksud semoga tampak olehnya hingga dibawanya ke rumahnya. Pendeknya mereka berkumpul sekelilingnya tak ubah bagai kawanan lebah yang berhimpun mengerumuni kembang demi untuk menghisap sari madunya…!
Bagi Ibnu Umar harta itu adalah sebagai pelayan, dan bukan sebagai tuan atau majikan! Harta hanyalah alat untuk mencukupi keperluan hidup dan bukan untuk bermewah-mewahan. Dan hartanya itu bukanlah miliknya semata, tapi padanya ada bagian tertentu haq fakir miskin, jadi merupakan hak yang serupa tak ada hak istimewa bagi dirinya.
Kedermawanan yang tidak terbatas ini disokong oleh sifat zuhudnya. Ibnu Umar tak hendak membanting tulang dalam mencari dan mengusahakan dunia. Harapan dari dunia itu hanyalah hendak mendapatkan pakaian sekedar penutup tubuhnya dan makanan sekedar penunjang hidup.
Salah seorang shahabatnya yang baru pulang dari Khurasan menghadiahkan sehelai baju halus yang indah kepadanya, serta katanya: “Saya bawa baju ini dari Khurasan untukmu! Dan alangkah senangnya hatiku melihat kamu menanggalkan pakaianmu yang kasar ini, lalu menggantinya dengan baju baru yang indah ini!”
“Coba lihat dulu”, jawab Ibnu Umar. Lalu dirabanya baju itu dan tanyanya: “Apakah ini sutera?” “Bukan”, ujar kawannya itu, “itu hanya katun.” Ibnu Umar mengusap-usap baju itu sebentar, kemudian diserahkannya kembali, katanya: “Tidak, saya khawatir terhadap diriku…! Saya takut ia akan menjadikan diriku sombong dan megah, sedang Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan bermegah diri… I “
Pada suatu hari, seorang shahabat memberinya pula sebuah kotak yang berisi penuh.
“Apa isinya ini… ?” tanya Ibnu Umar.
Jawab shahabatnya: “Suatu obat istimewa, saya bawa untukmu dari Irak!”
“Obat untuk penyakit apa?” tanya Ibnu Umar pula.
“Obat penghancur makanan untuk membantu pencernaan.”
Ibnu Umar tersenyum, katanya kepada shahabat itu: “Obat penghancur makanan… ? Selama empat puluh tahun ini saya tak pernah memakan sesuatu makanan sampai kenyang…!”
Nah, seseorang yang tak pernah makan sampai kenyang selama 40 tahun bukanlah maksudnya hendak menjauhi ke kenyangan itu semata, tetapi pastilah karena zuhud dan wara’-nya, serta usahanya hendak mengikuti jejak langkah Rasulullah dan bapaknya! Ia cemas akan dihadapkan pada hari qiamat dengan pertanyaan sebagai berikut: Telah kamu habiskan segala keni’matan di waktu hidupmu di dunia, kamu bersenang-senang dengannya! Ia menyadari bahwa di dunia ini ia hanyalah tamu atau seorang musafir lalu… Dan pernah ia berceritera tentang dirinya, katanya: “Tak pernah saya membuat tembok dan tidak pula menanam sebatang kurma semenjak wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Berkata Maimun bin Mahran: “Saya masuk ke rumah Ibnu Umar dan menaksir harga barang-barang yang terdapat di sana berupa ranjang, selimut, tikar…, pendeknya apa juga yang terdapat di sana, maka saya dapati harganya tidak sampai seratus dirham…!” Dan demikian itu bukanlah karena kemiskinan, karena Ibnu Umar adalah seorang kaya…! Bukan pula karena kebakhilan, karena ia seorang pemurah dan dermawan…! Sebabnya tidak lain hanyalah karena ia seorang zahid tidak terpikat oleh dunia, tidak suka hidup mewah dan tak senang menyimpang dari kebenaran dan keshalihan dalam menempuh hidup ini.
Ibnu Umar dikaruniai umur panjang dan mengalami masa Bani Umaiyah, di mana harta melimpah ruah, tanah tersebar luas dan kemewahan merajalela di kebanyakan rumah, bahkan katakanlah di mahligai-mahligai dan istana-istana…! Tapi walau demikian, namun gunung yang mulia ini tetap tegak dan tak tergoyahkan, tak hendakberanjak dari tempatnya dan tak hendak bergeser dari sifat wara’ dan zuhudnya.
Dan bila disebut orang kebahagiaan dunia dan kesenangannya yang dihindarinya itu, ia berkata: “Saya bersama shahabat-shahabatku telah sama sepakat atas suatu perkara, dan saya khawatir jika menyalahi mereka, takkan bertemu lagi dengan mereka untuk selama-lamanya.”
Dan kepada yang lain diberitahukannya bahwa ia meninggalkan dunia itu bukanlah disebabkan ketidak mampuan; ditadahkannya kedua tangannya ke langit, katanya; “Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa kalau tidaklah karena takut kepada-Mu, tentulah kami akan ikut berdesakan dengan bangsa kami Quraisy memperebutkan dunia ini..
Benar…! Seandainya ia tidak takut kepada Allah, tentulah ia akan ikut merebut dunia dan tentulah ia akan berhasil. Tetapi ia tidak perlu berebutan, karena dunia datang sendiri kepadanya, merayunya dengan berbagai kesenangan dan daya perangsangnya….
Adakah lagi yang lebih menarik dari jabatan khalifah? Berkali-kali jabatan itu ditawarkan kepada Ibnu Umar, tetapi ia tetap menolak. Bahkan ia pernah diancam jika tak mau menerimanya, tetapi pendiriannya semakin teguh dan penolakannya semakin keras lagi…
Berceritakan Hasan Radhiyallahu ‘Anh:
“Tatkala Utsman bin Affan dibunuh orang, ummat mengatakan kepada Abdullah bin Umar: “Anda adalah seorang pemimpin, keluarlah, agar kami minta orang-orang bai’at pada Anda!’ Ujarnya: ‘Demi Allah,  seandainya dapat, janganlah ada walau setetes darah pun yang tertumpah disebabkan daku!’ Kata mereka pula: ‘Anda harus keluar! Kalau tidak akan kami bunuh di tempat tidurmu!’ Tetapi jawaban Ibnu Umar tidak berbeda dengan yang pertama. Demikianlah mereka membujuk dan mengancamnya, tetapi tak satu pun hasil yang mereka peroleh….!”
Dan setelah itu, ketika masa telah berganti masa dan fitnah telah menjadi-jadi, Ibnu Umar tetap merupakan satu-satunya harapan. Orang-orang mendesaknya agar sedia menerima jabatan khalifah dan mereka akan bai’at kepadanya, tetapi ia selalu menolak. Penolakan ini menyebabkan timbulnya masalah yang ditujukan kepada Ibnu Umar. Tetapi ia mempunyai logika dan alasan pula.
Sebagai dimaklumi setelah terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘Anh keadaan tambah memburuk dan berlarut-larut yang akan membawa bencana dan malapetaka. Dan walaupun ia tidak mempunyai ambisi untuk jabatan khalifah tersebut, tetapi Ibnu Umar bersedia memikul tanggung jawab dan menanggung resikonya dengan syarat ia dipilih oleh seluruh Kaum Muslimin dengan kemauan sendiri tanpa dipaksa. Adapun jika bai’at itu dipaksakan oleh sebagian atas lainnya di bawah ancaman pedang, maka inilah yang tidak disetujui oleh Ibnu Umar, dan la menolak jabatan khalifah yang dicapai dengan cara seperti itu.
Dan ketika itu, syarat tersebut tidaklah mungkin. Bagaimanapun kebaikan Ibnu Umar dan kekompakan Kaum Muslimin dalam mencintai dan menghormatinya, tetapi luasnya daerah dan letaknya yang berjauhan, di samping pertikaian yang sedang berkecamuk di antara Kaum Muslimin, menyebabkan mereka terpecah-pecah kepada beberapa golongan yang saling berperang dan mengangkat senjata, maka suasana tidaklah memungkinkan tercapainya konsensus atau persesuaian yang diharapkan oleh Ibnu Umar itu.
Seorang laki-laki mendatanginya pada suatu hari, katanya: “Tak seorang pun yang lebih buruk perlakuannya terhadap ummat manusia daripadamu!”
“Kenapa?” ujar Ibnu Umar. ”Demi Allah, tak pernah saya menumpahkan darah mereka, tidak pula berpisah dengan jama’ah mereka apalagi memecah-belah kesatuan mereka!”
Kata laki-laki itu pula: “Andainya kamu mau, tak seorang pun yang akan menentang…!”
Jawab Ibnu Umar: “Saya tak suka kalau dalam hal ini seorang mengatakan setuju, sedang lainnya tidak!”
Bahkan setelah peristiwa berkembang sedemikian rupa, dan kedudukan Muawiyah telah kokoh, dan setelah itu beralih pula kepada puteranya Yazid…, lalu Muawiyah II putera Yazid setelah beberapa hari menduduki jabatan khalifah meninggalkannya karena tidak menyukainya. Sampai saat itu Ibnu Umar telah menjadi seorang tun berusia lanjut, ia masih menjadi harapan ummat untuk jabatan tersebut. Marwan datang kepadanya, katanya: “Ulurkanlah tangan Anda agar kami bai’at! Anda adalah pemimpin Islam dan putera dari pemimpinnya!”
Ujar Ibnu Umar: “Apa yang kita lakukan terhadap orang-orang masyriq?”
“Kita gempur mereka sampai mau bai’at!”
“Demi Allah,”ujar Ibnu Umar pula, “Saya tak sudi dalam umur saya yang tujuh puluh tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan saya…
Marwan pun pergi berlalu sambil berdendang:
“Api fitnah berkobar sepeninggal Abu Laila,
Dan kerajaan akan berada di tangan yang kuat lagi perkasa.”
Yang dimaksud dengan Abu Laila ialah Muawiyah bin Yazid.
Penolakan untuk menggunakan kekerasan dan alat senjata inilah yang menyebabkan Ibnu Umar tak hendak campur tangan dan bersikap netral dalam kekalutan bersenjata yang terjadi di antara pengikut Ali dan penyokong Muawiyah dengan mengambil kalimat-kalimat berikut sebagai semboyan dan prinsipnya:
“Siapa yang berkata: ‘Marilah shalat!’ akan saya penuhi….
Dan siapa yang berkata: ‘Marilah menuju kebahagiaan!’ akan saya turuti pula….
Tetapi siapa yang mengatakan: ‘Marilah membunuh saudaramu seagama dan merampas hartanya!’ maka saya akan katakan tidak….”
Hanya dalam sikap netral dan tak hendak campur tangan ini, Ibnu Umar tak mau membiarkan kebathilan. Telah lama sekali Mu’awiyah yang ketika itu berada di puncak kejayaannya melakukan tindakan-tindakan yang menyakitkan dan membingungkannya, sampai-sampai Mu’awiyah mengancam akan membunuhnya. Padahal dia selalu bersemboyan: “Seandainya di antaraku dengan seseorang ada hubungan walau agak sebesar rambut, tidaklah ia akan putus…!”
Dan pada suatu hari Hajjaj’ tampil berpidato, katanya: “Ibnu Zubair telah merubah Kitabullah!”
Maka berserulah Ibnu Umar menentangnya: “Bohong bohong…., kamu bohong!“
Hajjaj yang selama ini ditakuti oleh siapa pun juga, merasa terpukul mendapat serangan tiba-tiba….Tetapi kemudian dia melanjutkan pembicaraan dengan mengancamnya akan memberi balasan yang seburuk-buruknya. Ibnu Umar mengacungkan tangannya ke muka Hajjaj, dan di hadapan orang-orang yang sama terpesona dijawabnya: “Jika ancamanmu itu kamu laksanakan, maka sungguh tak usah heran, kamu adalah seorang diktator yang biadab!” Tetapi bagaimana juga keras dan beraninya, sampai akhir hayatnya Ibnu Umar selalu ingin agar tidak terlibat dalam fitnah bersenjata itu dan menolak untuk berpihak kepada salah satu golongan….
Berkatalah Abul ‘Aliyah Al Barra:
“Pada suatu hari saya berjalan di belakang Ibnu Umar tanpa diketahuinya. Maka saya dengar ia berbicara kepada dirinya: ‘Mereka letakkan pedang-pedang mereka di atas pundak-pundak lainnya, mereka berbunuhan, lalu berkata: ‘Hai Abdullah bin Umar, ikutlah dan berikan bantuan.’ Sungguh sangat menyedihkan.”
la amat menyesal dan duka melihat darah Kaum Muslimin tertumpah oleh sesamanya. Dan sebagai kita baca dalam kata pengantar mengenai riwayatnya ini, “Tiadalah ia hendak mernbangunkan orang Muslimin yang sedang tertidur.”
Dan sekiranya ia mampu menghentikan peperangan dan menjaga darah tertumpah pastilah akan dilakukannya, tetapi suasana ternyata tidak mengidzinkan, oleh sebab itu dijauhinya.
Sebetulnya hati kecilnya berpihak kepada Ali Radhiyallahu ‘Anh, bahkan pada lahirnya Ibnu Umar yakin bahwa Ali Radhiyallahu ‘Anh di pihak yang benar, hingga diriwayatkan bahwa setelah ia menganalisa semua peristiwa dan situasi pada akhir hidupnya itu ia berkata: “Tiada sesuatu pun yang saya sesalkan karena tidak kuperoleh, kecuali suatu hal, aku sangat menyesal tidak mendampingi Ali dalam memerangi golongan pendurhaka…!”
Penolakannya berperang di pihak Ali yang sebenarnya mempertahankan haq dan berada di pihak yang benar, dilakukannya bukan dengan maksud hendak lari atau menyelamatkan diri, tetapi adalah karena tidak setuju dengan semua perselisihan dan fitnah itu, serta menghindari peperangan yang terjadi bukan di antara Muslim dengan musyrik, tetapi antara sesama Muslimin yang saling menerkam saudaranya….
Hal itu dijelaskannya dengan gamblang ketika ia ditanyai oleh Nafi’: “Hai Abu Abdurrahman, Anda adalah putera Umar dan shahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Anda adalah serta anda…! Tetapi apa yang menghalangi Anda bertindak?” maksudnya membela Ali. Maka ujarnya: “Sebabnya ialah karena Allah Ta’ala telah mengharamkan atasku menumpahkan darah Muslim! Firman-Nya ‘Azza wa Jalla:
“Perangilah mereka itu hingga tak ada lagi fitnah dan hingga orang-orang beragama itu semata ikhlas karena Allah.” (QS Al Baqarah: 193).
Nah, kita telah melakukan itu dan memerangi orang-orang musyrik, hingga agama itu semata bagi Allah! Tetapi sekarang apa tujuan kita berperang…? Saya telah mulai berperang semenjak berhala-berhala masih memenuhi Masjidil Haram dari pintu sampai ke sudut-sudutnya, hingga akhirnya semua itu dibasmi Allah dari bumi Arab…! Sekarang, apakah saya akan memerangi orang yang mengucapkan “Lah ilaaha illallaah”, tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah?”
Demikianlah logika dan alasan dari Ibnu Umar, dan demikianlah pula keyakinan dan pendiriannya! Jadi ia menghindari peperangan dan tak hendak turut mengambil bahagian padanya, bukanlah karena takut atau hal-hal negatif lainnya, tetapi adalah karena tak menyetujui perang saudara antara sesama ummat beriman, dan menentang tindakan seorang Muslim yang menghunus pedang terhadap Muslim lainnya.
Ibnu Umar menjalani usia lanjut dan mengalami saat-saat dibukakannya pintu keduniaan bagi Kaum Muslimin. Harta melimpah ruah, jabatan beraneka ragam dan kehendak serta keinginan berkobar-kobar. Tetapi kemampuan mentalnya yang luar biasa, telah merubah khasiat zamannya!
Masa yang penuh dengan segala macam keinginan, dengan fitnah dan harta benda itu, dirubahnyalah bagi dirinya menjadi suatu masa yang diliputi oleh zuhud dan keshalihan, kedamaian dan kesejahteraan yang dijalani oleh pribadi; tekun dan melindungkan diri ini dengan segala keyakinan, telah dibentuk dan ditempa oleh Agama Islam di masa-masa pertamanya yang gemilang dan tinggi menjulang itu, tidak tergoyahkan sedikit pun juga.
Dengan bermulanya masa Bani Umayah, corak kehidupan mengalami perubahan, suatu perubahan yang tak dapat dielakkan. Masa itu boleh disebut sebagai masa kelonggaran dalam segala hal, kelonggaran yang tidak Baja sesuai dengan keinginan keinginan pemerintah, tetapi juga dengan keinginan-keinginan pribadi dan golongan.
Dan di tengah badai rangsangan masa yang terpukau oleh kelonggaran-kelonggaran itu, oleh hasil perolehan dan kemegahannya, Ibnu Umar tetap bertahan dengan segala keutamaannya, tidak menghiraukan semuanya itu, dengan melanjutkan pengembangan jiwanya yang besar. Sungguh, ia telah berhasil menjaga tujuan mulia dari kehidupannya sebagai diharapkannya, hingga orang-orang yang semata dengannya melukiskannya sebagai berikut: “Ibnu Umar telah meninggal dunia, dan dalam keutamaan tak ubahnya ia dengan Umar.”
Bahkan ketika menyaksikan sifat dan akhlaqnya yang mengagumkan itu, mereka membandingkannya dengan Umar, yaitu bapaknya yang berpribadi besar, kata mereka: “Umar hidup di suatu masa di mana banyak tokoh-tokoh yang menjadi saingannya, tetapi Ibnu Umar hidup di suatu zaman, di mana tidak ditemui yang menjadi tolak bandingannya…!”
Perbandingan itu terlalu berlebihan, tetapi dapat dima’afkan terhadap orang seperti Ibnu Umar…. Adapun Umar, tak seorang pun dapat disejajarkan dengannya. Tak mungkin ada bandingannya di setiap masa dari kaum mana pun juga!
Suatu hari dari tahun 73 H…, ketika sang surya telah condong ke Barat hendak memasuki peraduannya, salah sebuah kapal keabadian telah mengangkat jangkar dan mulai berlayar, bertolak menuju Rafiqul A’la di alam barzakh, dengan membawa suatu sosok tubuh salah seorang tokoh teladan terakhir mewakili zaman wahyu di Mekah dan Madinah, yaitu jasad Abdullah bin Umar bin Khatthab.

Sunday 22 September 2013

Hikmah Musibah

Kabar Gembira dari Aidh Qarni

Dr. Aidh Qarni seorang ulama di Saudi yang terkenal dengan bukunya “La Tahzan” menulis di ansarportsaid.net hari Sabtu 24 Agustus 2013 tentang bagaimana seorang muslim menyikapi kondisi Mesir saat ini. Berikut cuplikan tulisan beliau:
  
Ketika aku sedang menagis karena meratapi apa yang menimpa umat ini di seluruh dunia Islam, terutama di Mesir dan Suriah, ada seorang kawanku datang bertanya, “Kenapa kau bersedih?” Aku menjawab, “Aku bersedih karena agamaku sedang dalam kesulitan.” Diapun menjawab, “Islam adalah agama Allah swt. Dia sendiri yang akan menolongnya. Bukankah Allah swt. berfirman, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang”. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa." [Al-Mujadilah: 21].

Aku berkata, “Kalau begitu, aku menangis karena orang-orang yang dibunuh secara dhalim.” Dia pun menjawab, “Mereka telah berbahagia, in sya’a Allah, hidup dan mendapatkan rezeki di sisi Allah swt.”

Aku berkata, “Kalau begitu, aku menangis karena orang-orang yang terluka, tertawan dan tertindas.” Dia menjawab, “Segala musibah yang menimpa seorang muslim, hingga duri yang menusuknya, pasti akan menjadi penghapus dosa dan kesalahannya. Ujian dari Allah swt adalah kaffaratudz dzunub.”

Aku berkata, “Kalau begitu, aku menangis karena janda yang kehilangan suaminya, anak yatim yang kehilangan ayahnya.” Dia menjawab, “Allah swt. akan menolong mereka. Karena Allah swt. adalah penolong bagi orang-orang yang shalih.”

Aku berkata, “Kalau begitu aku menangis karena ibu yang kehilangan anak-anaknya, atau orang yang kehilangan orang-orang yang dikasihinya.” Dia menjawab, “Hanya orang yang sabar, yang pahalanya diberikan tanpa hitung-hitung.”

Aku berkata, “Aku bersedih karena ahli kebatilan berkuasa di bumi ini, mengalahkan ahli kebenaran.” Dia menjawab “Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahanam; dan Jahanam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” [Ali Imran: 196-197].


Dia pun mengakhiri pembicaraan kita dengan sebuah nasihat, “Karena itulah tidak ada alasan kita menangis. Hapuslah airmatamu. Yakinilah janji Allah swt. Kalau Dia sudah berjanji, tidak ada yang akan bisa menghalangi-Nya. Perbaikilah dirimu sehingga menjadi orang yang layak termasuk dalam firman Allah swt. “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan yang baik (happy ending) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” [Al-Qashash: 83]. 

Friday 14 June 2013

FIQH PUASA RAMADHAN

I. Hal-Hal Yang Perlu Diketahui Tentang Ramadhan

Sebelum menjalankan ibadah Ramadhan, ada beberapa hal yang perlu dipahami. Di antaranya:

Puasa Ramadhan adalah rukun Islam yang keempat. Hukumnya adalah fardhu (wajib) yang datang langsung dari Tuhan Pencipta, Allah Ta’ala.
Allah mensyari’atkan puasa dan berbagai ibadah Ramadhan sebagai salah satu program yang harus dilewati setiap Muslim dan Mukmin dalam pembentukan karakter taqwa meraka. (QS. Al-Baqarah : 183).
Ancaman keras bagi orang-orang beriman yang tidak melaksanakan ibadah Ramadhan, khususnya ibadah puasa seperti yang dijelaskan Rasul saw:
Ikatan dan basis agama islam itu ada tiga. Siapa yang meninggalkan salah satu darinya, maka ia telah kafir, halal darahnya: Syahadat Laa ilaaha illallah, sholat fardhu (5X sehari) dan puasa Ramadhan. (HR. Abu Ya’la dan Dailami).
Dalam hadits lain Rasul saw. bersabda :
Siapa berbuka satu hari dalam bulan Ramadhan tanpa ada ruhkshah (faktor vang membolehkan berbuka / dispensasi) dari Allah, maka tidak akan tergantikan kendati ia melaksanakan puasa sepanjang masa. (H.R. Abu Daud, Ibnu Majad dan Turmuzi).
Ramadhan memiliki aturan main yang perlu ditaati, agar proses dan pelaksanaan ibadahnya, khususnya puasa Ramadhan dapat berjalan dengan baik dan maksimal.

II. Hukum Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan hukumnya wajib atas setiap Muslim dan Muslimah yang sehat akalnya (tidak gila) dan telah mukallaf (umur remaja), tidak dalam keadaan musafir dan sakit. Khusus bagi wanita, tidak dalam keadaan haidh dan nitas.

Tentang wajibnya puasa, Allah menjelaskannya dalam surat Al-Baqarah : 183, “Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu sekalian puasa itu (shaum Ramadhan) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang hertaqwa“.

Dalam sebuah hadits dijelaskan, Rasul saw bersabda : “Sesungguhnya Islam itu dibangun di atas lima (dasar). Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa Ramadhan dan menunaikan haji.” (HR. Muslim)

Oleh sebab itu, Rasulullah saw mewanti-wanti umatnya agar sekali-kali jangan meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan yang dibolehkan. Dalam salah satu haditsnya, Rasul saw bersabda : “Ikatan dan kaedah agama Islam itu ada tiga. Diatasnya dibangun Islam. Siapa meninggalkan salah satu darinya maka ia kafir, halal darahnya (karena sudah dihukumkan kepada orang murtad), syahadat La ilaalia illallah, sholat yang difardhukan dan puasa Ramadhan“. (HR Abu Ya’la dan Dailami)

III. Rukun Puasa

Setiap ibadah dalam Islam ada rukunnya agar ibadah itu bisa tegak dan berjalan dengan benar. Demikian juga dengan puasa Ramadhan. Rukunnya ada dua :

1. Niat.
Niat adalah faktor pertama yang akan menentukan sah atau tidaknya ibadah seseorang. Setiap amal ibadah, baik wajib maupun yang sunnah akan bernilai di mata Allah jika didasari dengan niat. Niatnya harus hanya karena Allah, tidak melenceng sedikitpun. Kemudian itu letaknya dalam hati, bukan dilafalkan (diucapkan dengan lisan), termasuk niat puasa Ramadhan harus dilakukan dalam hati. Waktunya sebelum terbit fajar.

2. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai mata hari tenggelam. (QS. Al-Baqarah : 187).

IV. Hal-Hal Yang membatalkan Puasa

Semua ibadah dalam Islam memerlukan syarat dan rukun agar ibadah tersebut sah dan bernilai di sisi Allah. Amal ibadah yang sudah sesuai syarat dan rukun tersebut bisa batal jika melanggar aturan atau terjadi hal-hal yang membatalkannya. Adapun yang membatalkan puasa terbagi dua. Pertama, hal-hal yang membatalkan puasa dan wajib diqadha (diganti di hari-hari setelah Ramadhan). Kedua, adalah yang membatalkan puasa dan wajib qadha dan kafarat (denda).

Adapun yang membatalkan puasa dan wajib qadha saja ialah:

1. Makan dan minum dengan sengaja. Rasul saw bersabda : Siapa yang berbuka (makan dan minum) di siang hari bulan Ramadhan karena lupa maka tidak perlu diqadha (diganti pada hari di luar Ramadhan), dan tidak pula kaferat (denda). (HR. Daru Quthni, Baihaqi dan Hakim).

2. Muntah dengan sengaja. Rasul saw berkata: Siapa yang terpaksa muntah maka tidak wajib baginya mengqadha (puasanya). Namun siapa muntak dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya). (HR. Ahmad, Abu Daud dan Titmizi)

3. Haidh/menstruasi dan nifas (melahirkan), kendati terjadi sesaat sebelum berbuka. Ini yang disepakati oleh jumhur Ulama.

4. Mengeluarkan sperma dengan sengaja baik dengan cara onani/masturbasi ataupun dengan pasangan/istri.

5. Memakan apa saja yang tidak lazim di makan, seperti plastik dan sebagainya.

6. Yang berniat membatalkan puasanya di siang hari. Dengan demikian dia sudah batal puasanya kendati dia tidak makan atau minum.

7. Jika dia makan, minum atau bercampur suami istri menduga waktu berbuka sudah masuk. Ternyata belum masuk. Dia wajib mengqadhanya.
Adapun yang membatalkan puasa dan harus diqadha dan kafarat menurut jumhur Ulama adalah berhubungan suami istri dengan sengaja. Tidak ada perbedaan antara suami dan istri, keduanya harus menjalankannya. Adapun kafarat bagi yang berhubungan suami istri ialah memerdekakan budak. Jika tidak sanggup, puasa 2 bulan berturut-turut. Jika tidak mampu memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang, seperti yang dijelaskan dalam salah satu hadits Rasul saw. yang diriwayatkan imam Bukhari.

V. Adab Melaksanakan Puasa

Sebagaimana semua ajaran Islam itu ada adab atau kode etiknya, maka puasa juga ada adabnya. Di antaranya :

1. Sahur (Makan Sahur). Bersabda Rasul saw: Bersahurlah kamu sekalian karena sahur itu ada berkahnya. (HR. Bukhari dan Muslim). Waktu sahur itu dari pertengahan malam sampai terbit fajar (saat waktu shalat subuh masuk). Tetapi diperlambat sampai mendekati terbit fajar lebih dianjurkan.

2. Menyegerakan berbuka, yakni setelah mengetahui waktu maghrib / tenggelam matahari maka segeralah berbuka. Bersabda Rasul saw: “Manusia senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka“. (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Berdoa waktu berbuka dan sepanjang melaksanakan puasa. Dari Abdullah Bin Amr Bin Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Saw. berkata: “Sesungguhnya bagi orang yang sedang puasa saat berbuka doanya tidak ditolak“. (HR. Ibnu Majah) Dalam hadits lain Rasul bersabda : “Ada tiga doa yang tidak akan ditolak Allah; orang yang puasa sampai dia berbuka, imam (pemimpin) yang adil dan orang yang terzalimi (teraniaya)“. (HR. Tirmizi).

4. Menahan diri dari hai-hal yang bertentangan dengan puasa (menahan diri dari berbagai dorongan syahwat yang halal dan yang haram), karena puasa adalah salah satu cara taqarrub pada Allah yang amat mahal. Sebab itu tidak sepantasnya puasa hanya sekedar menahan lapar dan haus saja, akan tetapi menahan semua apa saja yang akan mencederai nilai-nilai mulia yang ada dalam puasa.

5. Bersiwak dengan kayu siwak atau benda lain yang menyucikan mulut seperti sikat gigi.

6. Berjiwa dermawan dan mempelajari Al-Qur’an. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Adalah Rasul saw orang yang paling dermawan. Namun, di bulan Ramadhan lebih dermawan lagi ketika bertemu Jibril. Beliu liqo (bertemu) Jibril setiap malam dari bulan Ramadhan, maka Beliau belajar Al-Qur’an dari Jibril. Maka Rasul saw dalam kedermawanannya lebih cepat dari angin kencang“. (HR. Bukhari)

7. Bersungguh-Sungguh Beribadah Pada 10 Hari Terakhir Ramadhan. Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata bahwa Nabi saw apabila masuk 10 hari terakhir Ramadhan Beliau menghidupkan sepanjang malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya. (HR. Bukhari)

VI. Siapa Saja yang Dapat Dispensasi Berbuka, Tapi Wajib Membayar Fidyah (Denda)?

Kendati puasa itu wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah yang berakal dan sudah baligh (remaja), tetapi Allah memberikan keringanan kepada orang-orang yang termasuk ke dalam kategori berikut:

1. Orang-orang yang sudah tua renta.

2. Orang-orang sakit yang kecil kemungkinan dapat sembuh.

3. Para pekerja keras di pelabuhan, bangunan dan sebagainya yang tidak punya sumber kehidupan lain selain pekerjaan tersebut. Syaratnya ialah jika mereka puasa mereka akan mengalami kesulitan atau beban fisik yang sangat kuat sehingga menyulitkan mereka melaksanakan pekerjaan. Namun bagi yang kuat, maka puasa lebih baik.
Ketiga golongan / kategori tersebut mendapatkan dispensasi untuk tidak puasa di bulan Ramadhan. Akan tetapi. mereka wajib membayar fidyah (denda) sebanyak satu liter makanan / beras untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Makanan / beras tersebut diberikan kepada orang-orang miskin yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka.
Terkait wanita hamil dan menyusui, menurut imam Ahmad dan Syafi’i, jika mereka puasa itu berefek buruk terhadap janin dan anak mereka, maka mereka dapat dispensasi tidak puasa, tapi mereka harus mengqadhanya serta membayar fidyah. Namun, jika puasa itu hanya berimplikasi negatif terhadap diri mereka saja atau terhadap anak mereka saja, maka mereka hanya wajib mengqadhanya. Satu hal yang perlu dicatat ialah bahwa pengaruh negatif tersebut haruslah berdasarkan pendapat ahli kesehatan yang amanah secara keilmuan dan ketaqwaannya.

VII. Siapa Saja Yang Dapat Dispensasi Berbuka, Tapi Wajib Qadha’ (menggantinya dihari lain)?

Adapun golongan yang mendapat dispensasi puasa akan tetapi mereka harus membayar / mengqadha’ pada hari yang lain di luar bulan Ramadhan ialah orang yang sakit dan tidak kuat untuk menunaikan puasa dan juga yang sedang musafir/ perjalanan. Dalam sebuah hadits dijelaskan: “Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘atihu dia berkata : Dulu kami berperang bersama Rasul saw di bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang puasa dan ada yang berbuka. Bagi yang puasa tidak mempengaruhi yang berbuka dan bagi yang berbuka tidak mempengaruhi yang puasa. Kemudian hagi yang melihat dirinya kuat menjalankan puasa dia lakukan dan itulah yang terbaik baginya dan bagi yang merasa dirinya lemah, maka ia berbuka, itulah yang terbaik baginya“. (HR. Ahmad dan Muslim)

VIII. Siapa Saja yang Wajib Berbuka dan Wajib Qadha’ atasnya?

Di samping dua kondisi di atas ada lagi kondisi lain terkait puasa Ramadhan, yakni orang-orang yang wajib berbuka dan wajib qadha’. Mereka adalah wanita Muslimah yang sedang menstruasi / haidh dan melahirkan. “Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata : Kami saat haidh di masa Rasul saw diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat“. (HR. Bukhari dan Muslim)

Tuesday 11 June 2013

SOLAT DAN PEMBINAAN MENTAL

Saudara-saudara sesama Muslim!

Bayangkanlah seorang yang mendengar suara adzan lima kali sehari dan merasakan
bahwa sesuatu yang besar sedang dipersaksikan, dan bahwa kita semua diseru untuk
menghadap Maharaja yang sangat perkasa dan berkuasa. Seorang yang setiap kali
mendengar seruan ini meninggalkan semua pekerjaannya dan berlari menghadap Wujud
yang Maha Agung tersebut, yang dipandangnya sebagai Junjungannya serta Junjungan
seluruh alam semesta ini. Seorang yang setiap kali mau mengerjakan solat mensucikan
tubuh dan jiwanya dengan wudhu' dan mengerjakan perbuatan-perbuatan dalam solat dan
membaca bacaan-bacaannya dengan penuh pengartian. Bagaimana mungkin rasa takut
kepada Allah tidak akan timbul dalam hatinya, bagaimana ia tidak merasa malu
melanggar perintah-perintah Allah? Bagaimana mungkin jiwanya tidak akan gementar
setiap kali menghadap Allah, mengingat dosa-dosa dan kejahatan-kejahatan yang
diperbuatnya? Bagaimana mungkin seorang yang mengatakan patuh dan menghamba
kepada Allah, dan percaya bahwa Dia adalah penguasa hari pengadilan, dalam
mengerjakan urusan dunianya ia berdusta,berlaku tidak jujur, merampas hak orang lain,
menyuap dan menerima suap, memberi dan mengambil riba, merugikan dan menyakitkan
hati sesama manusia, mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh dan
bertentangan dengan hukum, sedang ia masih pergi menghadap Tuhan berulang-ulang,
dengan membawa semua dosa-dosa ini dan tidak malu mengulang-ulangi pengakuannya
bahwa ia adalah hambaNya yang setia dan patuh? Duhai, bagaimana mungkin bahwa
setelah mengucapkan pernyataan "hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya
kepadaMu kami mohon pertolongan", tiga puluh enam kali di hadapan Allah dengan
penuh kesadaran, lalu pergi menyembah tuhan-tuhan lain di samping Allah dan
mengulurkan tangan memohon pertolongan kepada mereka? Apabila sekali kita telah
membuat pelanggaran setelah membuat pernyataan itu, maka di saat kita menghadap
Allah untuk kedua kalinya, hati nurani kita akan mencela dan marah, kita pasti akan
merasa malu. Celaan itu akan lebih keras pada pelanggaran yang kedua, dan hati kita
akan mengutuk kita dari dalam diri kita. Bagaimana boleh terjadi bahwa di sepanjang
hidup kita, kita terus menerus melakukan solat lima kali sehari, Tetapi akhlak kita
tetap bengkok, perbuatan-perbuatan kita tetap tidak benar, dan hidup kita tidak berubah
secara mendasar? Dengan alasan ini Allah menerangkan ciri solat yang benar, yakni,
"Sesungguhnya solat itu mencegah manusia dari perbuatan yang tidak senonoh dan
dari kejahatan". Maka bila ada orang yang tidak terpengaruh oleh proses pembersihan,
pem-baharuan dan penyegaran yang demikian kerasnya, maka itu adalah karena
perangainya yang buruk, bukan karena kesalahan solat itu. Bukan salah air dan sabun bila
orang tidak mau putih tetapi salah hitamnya jua.

Saudara-saudara!

Jadi ada kekurangan besar dalam solat kita. Dan kekurangan itu adalah bahwa kita
tidak memahami apa yang kita baca dalam solat kita. Tetapi bila kita mau
menyediakan waktu sedikit saja, kita tentu akan bisa mengingati arti bacaan-bacaan
dan do'a-do'a tersebut dalam bahasa yang kita fahami. Dan keuntungannya adalah kita
akan memahami apa yang kita baca dalam solat kita itu.

Saturday 1 June 2013

APA YANG KITA BACA DALAM SOLAT?

Saudara-saudara sesama Muslim!

Dalam khutbah yang telah lalu, saya sudah menjelaskan bagaimana solat mempersiapkan
manusia untuk melaksanakan ‘ibadat kepada Allah, yakni penghambaan dan kepatuhan
kepadaNya. Apa yang telah saya katakan tentang dengan solat tentu telah dapat kita
fahami. Seandainya seseorang mengerjakan solat secara teratur dan sadar bahwa hal itu
adalah wajib dan merupakan perintah Allah, walaupun ia tidak mengerti arti bacaan-
bacaan solat itu, namun rasa takut kepada Allah dan percaya bahwa Allah ada di mana-
mana dan selalu melihatnya, serta yakin bahwa suatu hari nanti ia akan dihadapkan
kepada pengadilanNya, maka semua fakta-fakta tersebut akan selalu terpelihara di dalam
hatinya. Kepercayaan bahwa ia hanyalah budak kepada Allah, bukan budak dari siapa-
siapa selainNya dan bahwa hanya Allahlah Penguasa dan Raja yang sebenarnya, akan
selalu hidup dalam hatinya. Kebiasaan taat menjalankan kewajiban dan kesungguhan
untuk melaksanakan perintah-perintah Allah akan tumbuh dalam dirinya. Semua sifat-
sifat yang perlu untuk mengubah seluruh hidup manusia menjadi penghambaan dan
peribadatan kepada Allah akan secara automatik berkembang dalam dirinya.

Sekarang saya ingin menekankan fakta bahwa bila orang tersebut mengerjakan solat
dengan penuh pengertian akan artinya, dan pemahaman akan bacaan-bacaannya, maka
bayangkanlah betapa besar pengaruh yang akan ditimbulkannya terhadap fikiran-
fikirannya, kebiasaan dan wataknya, dan betapa jauh kekuatan imannya akan
berkembang, serta betapa hidupnya akan memiliki bentuk dan gaya yang baru.

ADZAN DAN PENGARUHNYA

Pertama-tama, marilah kita teliti masalah adzan. Selama sehari semalam kita diseru lima
kali dengan kata-kata berikut:

Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allah maha Besar, Allah maha Besar.

Asyhadu anla ilaha illallah.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.

Asyhadu anna M.uhammadarrasulullah.
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Hayya 'alas solah.
Mart mengerjakan solat.

Hayya 'alal falah.
Mari menuju kejayaan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.

La ilaha illallah.
Tidak ada Tuhan selain Allah.

Lihatlah, betapa kuatnya panggilan ini! Betapa suara ini bergema lima kali sehari dan
mengingatkan kita bahwa "semua orang besar di dunia ini yang mendakwa diri sebagai
penguasa-penguasa adalah pembohong-pembohong belaka. Di seluruh langit dan bumi
hanya ada satu Wujud yang memiliki sifat kebesaran, dan hanya Dialah yang patut dipuja
dan disembah. Marilah kita menyembahNya. Dalam menyembahNya saja terletak
kejayaan kita di dunia dan di akhirat". Siapakah yang tidak akan tergugat hatinya
mendengar seruan-seruan ini? Bagaimana mungkin seseorang yang punya iman dalam
hatinya akan diam, acuh tidak acuh saja, mendengarkan seruan yang demikian perkasa,
dan tidak segera datang untuk bersujud di hadapan Allah?

WUDHU'

Ketika mendengar seruan adzan kita bangkit dari tempat duduk kita, dan pertama sekali
kita harus memeriksa apakah tubuh kita bersih atau tidak, apakah kita sudah
berwudhu' atau belum. Ini menunjukkan bahwa kita sadar bahwa pergi menghadap
Allah, Penguasa alam semesta adalah berbeda jauh sekali dengan urusan-urusan
keduniaan. Selain solat, semua pekerjaan-pekerjaan lain dapat dilakukan dengan keadaan
bagaimanapun juga. Tetapi untuk solat, adalah sangat tidak sopan untuk melakukannya
tanpa tubuh dan pakaian yang bersih, dan di atas semuanya, tanpa kesucian yang lebih
tinggi, yakni wudhu'. Dengan perasaan ini kita mulaMula memeriksa kebersihan badan
kita, lalu mengerjakan wudhu'. Apabila dalam berwudhu' itu kita mengingati Allah, dan
setelah selesai mengerjakannya kita membaca do'a yang diajarkan oleh Rasullullah saw,
maka tidak hanya badan kita saja yang bersih, Tetapi juga hati kita pun akan bersih
pula. Do'a tersebut ialah:

Asyhadu an-La ilaha illallahu wahdahu La syarika lahu waasyhadu anna muhammadan
'abduhuu wa rasuuluhu, allah-ummaj'alni minattawwabiina waj 'lni minal mutathahhirin.
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah sendiri, tidak ada sekutu bagiNya;
dan aku bersaksi bahwa Muham-mad adalah hamba dan UtusanNya. Ya Allah,
jadikanlah aku orang yang bertaobat dan jadikanlah aku orang yang suci".

TAKBIR

Setelah itu kita berdiri untuk melakukan solat dengan muka menghadap qiblat. Dalam
keadaan bersih dan rapi, kita berdiri di hadapan Penguasa alam semesta. Pertama-tama,
kita mengucapkan kata-kata:

Allahu Akbar.
"Allah Maha Besar".

Dengan pernyataan yang agung ini, kita mengangkat kedua tangan kita ke atas hingga
sampai ke telinga kita, seolah-olah kita melepaskan diri dari bumi dan semua yang ada
padanya. Lalu kita melipatkan tangan ke dada, hingga kita sekarang berdiri dengan
khidmat di hadapan Penguasa kita dengan tangan terlipat. Setelah itu kita memuji Allah
dengan kata-kata berikut:

TASBIH

Subhanakallahumma wa bihamdika wa tabarakasmuka wa
ta 'ala jadduka wa la ilaaha ghairuk.
"Ya Allah, Maha Suci dan Maha terpujilah Engkau, Maha
Berkahlah NamaMu, Maha Tinggi KebesaranMu, dan tiada
Tuhan selain Engkau".

TA'AWWUDZ (BERLINDUNG KEPADA ALLAH)

A'udzubillahi minash shaithanirrajim.

"Aku berlindung kepada Allah dari gangguan dan kejahatan syaitan yang terkutuk".

BISMILLAH (DENGAN NAMA ALLAH)

Bismillahirrahmaniirahim.

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang".

HAMD (PUJIAN BAGI ALLAH)

Alhamdu lillahi rabbil 'alamin. Arrahmanirrahim. Malikiyaumiddin. Iyyaka na'budu wa
iyyaka nasta 'in. Ihdinashshira-thal mustaqima. Shirathalladzina an'amta 'alaihim.
Ghairilmaghdhubi 'alaihim wa ladhdhallin.

"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pengasih,
Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya
Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah
kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus.
(Iaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi ni'mat
kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat".
(Al-Qur'an, al-Fatihah,1:2-7)

"Amin! Ya Allah kabulkan do'a kami ini".

Sesudah itu kita membaca beberapa ayat al-Qur'an, yang masing-masing mengandungi
kebijaksanaan dan memiliki keindahan sendiri. Ayat-ayat al-Qur'an mengandungi
pengajaran-pengajaran, peringatan-peringatan, dan pelajaran-pelajaran, serta pengarahan
bagi kita untuk menuju jalan yang benar yang kita mohonkan dalam surah al-Fatihah.

BEBERAPA SURAH AL-QUR'AN
1. Al-'Ashr

Wal'ashri. Innal insana lafi khusrin. Illalladzina amanu wa’amilush shalihati wa tawa
shaw bil haqqi watawa shaw bishabbri.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalam soleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
(Al-Quran, al-Ashr, 103:1-3)

Surah ini mengajarkan kepada kita bahwa satu-satunya jalan bagi manusia untuk
selamat dari kehancuran dan kegagalan adalah iman dan amal saleh. Tetapi ini juga tidak
cukup. Harus ada kelompok orang-orang beriman dan yang saling tolong-menolong
dalam menjaga keutuhan din, dan dalam menegakkan din tersebut.

2. AI-Ma'un

Ara-aitalladzi yukadzdzibu biddin. Fadzalikalladzi yadu'-'ulyatim. Wa Ia yahudhdhu 'ala
tha'amil miskin. Fawailul lilmushallin. Alladzina hum 'an solatihim sahun. Alladzina
humyuraun. Wa yamna 'unal ma 'un.
"Tahukah kamu (orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang mengherdik anak
yatim, dan tidak memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang solat, (iaitu) orang-orang yang lalai dari solatnya; orang-orang yang berbuat riya,
dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Qur'an, al-Ma'un,107:1-7).

Surah ini mengajarkan kepada kita bahwa menolong anak-yatim dan orang miskin
adalah keperluan dari ajaran sosial Islam. Tanpa ini manusia secara sosial tidak akan
boleh bertemu dan menempuh jalan Allah yang lurus.

3. Humazah

Wailul li kulli humazatil lumazah, Alladzi jama 'a ma law wa 'addadah. Yahsabu anna
ma lahu akhladah. Kalla layunbadzanna fil huthamah. Wa ma adrakamal huthamah.
Narullahil muqadah, Allati taththali'u 'alal af'idah. Innaha 'alaihim mu 'shadah. Fi
'amadim mumaddadah.

"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta lagi
menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali
tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam huthamah. Dan
tahukah kamu apa huthamah itu? (iaitu) api(yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
yang (naik) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang
mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang".
(Al-Qur'an, al-Humazah, 104:1-9)

Pendeknya, surah yang mana pun dari al-Qur'an yang kita baca dalam solat akan
memberikan kepada kita suatu pengajaran atau bimbingan dan menunjukkan kepada
kita perintah-perintah Allah yang harus kita ikuti di dunia ini.

RUKU' (MEMBONGKOK)

Setelah membaca ayat-ayat yang berisi pengajaran itu kita mengucapkan Allahu Akbar,
dan melakukan ruku'. Dengan menempatkan kedua tangan kita pada lutut, kita
membongkok di hadapan Allah dan mengucapkan:

Subhaana rabbial azim.

"Maha Suci Penguasaku yang Maha Agung'.

Sebanyak tiga, lima atau tujuh kali.
Kemudian kita berdiri tegak lagi dan mengucapkan:

Sami allahu liman hamidah.

"Allah mendengarkan kepada orang yang memujiNya”.

SUJUD

Kemudian, dengan mengucap Allahu Akbar kita bersujud dan mengucapkan beberapa
kali:

Subhana rabbial a 'la

"Maha suci Tuhanku yang Tinggi dan Luhur"

AT-TAHIYYAT (PENGHORMATAN)

Kemudian kita mengangkat kepala dengan mengucapkan Allahu Akbar dan duduk
dengan khidmat lalu membaca:

Attahiyyatu lillahi washshalawatu waththayyihatu, assalamu'alaika ayyuhan-nabiyu wa
rahmatullahi wa barakatuh. Assalamu 'alaina wa '-ala 'ibadullahishshalihin. Asyhadu
anla ilaaha illallah. Wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu waRasuluh.

"Segala penghormatanku, do'a-do'a, dan semua hal yang baik adalah bagi Allah.
Semoga salam dilimpahkan kepadamu, wahai Nabi, juga rahmat Allah dan berkahNya.
Semoga salam dilimpahkan kepada kami dan juga kepada semua hamba-hamba Allah
yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku juga bersaksi
bahwa Muhammad adalah Utusan Allah".

Sambil memberikan kesaksian ini, kita menaikkan telunjuk kita. Karena dalam solat,
hal ini merupakan pernyataan keimanan kita, dan perlu dilakukan untuk memberi
tekanan khusus dalam mengucapkan pernyataan iman kita itu. Setelah itu kita
membaca shalawat untuk Rasulullah saw.

SHALAWAT

Allahumma shalli ala Muhammadin wa 'ala ali Muhammadin kama shallaita 'ala
Ibrahima wa ala ali Ibrahima innaka hami-dum majid. Allahumma barik 'ala
Muhammadin wa 'ala ali Muhammadin kama barakta 'ala Ibrahima wa 'ala ali Ibrahima
innaka hamidum majid.

"Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammaddan keluarganya
sebagaimana Engkau telah melimpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan
keluarganya. Sungguh, engkau Maha Terpuji dan Maha Luhur. Ya Allah, limpahkanlah
berkah kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah melimpahkan
berkah kepada Ibrahim dan keluarganya. Sungguh engkau Maha Terpuji dan Maha
Luhur".

Setelah membaca shalawat ini kita berdo'a kepada Allah;

DO'A (PERMOHONAN)

Allahumma innii a 'uzu bika min azabi jahannam wa a 'uzubika min 'azabil qubri wa
a'uzu bika minfitnatilmasihiddaj-jal wa a 'uzu bika min fitnatil mahya wal mamati wa a
'uzubika minal maa-sini wal maghrim.

"Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari siksa jahannam, aku berlindung kepadaMu
dari siksa kubur, aku berlindung kepadaMu dari kejahatan dajjal yang menyesatkan,
yang merajalela di dunia, dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatan dalam
hidup dan kematian. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tanggungjawab perbuatan
dosa dan hutang budi".

SALAM (UCAPAN KESELAMATAN PADA WAKTU MENGAKHIRI SOLAT)

Setelah membaca do'a tersebut di atas, selesailah solat. Sekarang kita akan
mengundurkan diri dari hadapanNya, dan apakah hal pertama yang akan kita lakukan di
saat kita mau mengundurkan diri ini? Kita menolehkan kepala ke sebelah kanan dan
kiri dan memohonkan keselamatan dan rahmat bagi semua yang hadir dan juga bagi
seluruh makhluk:

Assalamu 'alaikum vwa rahmatullah

"Semoga keselamatan dan rahmat dilimpahkan Allah kepadamu".

Ini adalah seperti khabar baik yang kita bawa kepada dunia sekembali kita dari hadrat
Allah.

Yang tersebut di atas itu adalah solat yang kita lakukan diwaktu fajar di saat kita
bangun dari tidur sebelum kita memulakan pekerjaan sehari-hari kita. Kemudian
setelah sibuk selama beberapa jam dalam sesuatu pekerjaan, kembali kita datang ke
hadapan Allah pada tengah hari untuk melakukan solat lagi. Kira-kira tiga jam kemudian,
kembali kita solat lagi di petang hari. Setelah beristirehat dan atau bekerja lagi sampai
matahari terbenam, sekali lagi kita solat kembali. Dan akhirnya, setelah bebas dari
kesibukan dunia kita, maka sebelum kita tidur, kita menghadap ke hadrat Allah
kembali untuk yang terakhir kalinya. Apabila kita masih merasa kuat, kita mungkin
menambah solat yang terakhir ini dengan solat Witir, di mana pada rakaat yang terakhir
kita mengucapkan pernyataan ikatan yang teguh dengan Allah, yang disebut Du'a-i-
qunut. Qunut berarti pengakuan akan kerendahan diri, kehinaan dan penghambaan
terhadap Allah. Dengarkanlah kata-kata yang kita pakai dalam pernyataan itu.

Do'a-Qunut

Allahumma inna nasta'inuka wa nastaghfiruka wa nu'minu-bika wa natawakkalu 'alaika al
khaira wa nasykuruka wa lanakfuruka wa nakhla'u wanatruku manyyafjuruk.
Allahummaiyyaka na 'budu wa laka nushalli wa nasjudu wailaika nas 'a wa nahfidu wa
narju rahmataka wa nakhsya atabaka innaazabaka bil kuffari mulhiq,

"Ya Allah, kami meminta pertolongan kepadaMu dan memohon ampun kepadaMu, kami
beriman kepadaMu dan bertawakal kepadaMu serta memuji hanya kepadaMu. Kami
bersyukur kepadaMu dan tidak mengingkari ni'matMu. Kami akan memutuskan
hubungan dan meninggalkan orang yang membangkang kepada perintahMu, Ya Allah.
Ya Allah, hanya kepadaMu kami menghamba; kepadaMu kami mengerjakan solat dan
sujud; Engkaulah yang kami tuju, dan redhaMu lah yang kami cari. Kami mengharap
rahmatMu dan takut pada siksaanMu. Sungguh, siksaanMu yang pedih akan menimpa
mereka yang kafir.