Wednesday 31 October 2018

KEDUDUKAN ZAKAT YANG SEBENARNYA

Saudara-saudara sesama Muslim.

Dalam khutbah saya yang telah lalu, telah saya nyatakan bahwa sesudah solat, tiang Islam yang terbesar adalah zakat. Dan adalah suatu fakta yang sangat penting bahwa sebagaimana seseorang yang tidak mau mengerjakan solat dinilai sebagai kafir, maka demikian pula mereka yang mengingkari zakat juga tidak hanya dianggap kafir, tetapi lebih dari itu, mereka adalah orang-orang yang diperangi oleh sahabat-sahabat Rasul dengan jihad.

Dalam khutbah hari ini saya akan menjelaskan kepada anda kedudukan zakat yang sebenarnya, agar kita mengetahui apa maknanya yang sebenarnya, dan kenapa Islam memberikan kedudukan yang begitu penting kepadanya.

BAGAIMANA KEDUDUKAN YANG DEKAT DENGAN ALLAH BISA DICAPAI


  • UJIAN KEBIJAKSANAAN DAN KEWASPADAAN


Sebagian orang di antara kita adalah orang-orang yang bodoh fikirannya, sehingga mengambil siapa saja sebagai teman tanpa menguji terlebih dahulu apakah dia patut dijadikan teman atau tidak. Orang-orang bodoh seperti ini kebanyakannya tartipu oleh tindakannya sendiri dan akan mengundang kekecewaan. Tetapi orang-orang yang bijaksana memilih orang-orang yang akan mereka jadikan teman setelah memeriksanya dengan cermat. Siapa yang mereka lihat tulus hatinya, jujur, dan setia, maka hanya dialah yang mereka pilih sebagai teman, dan yang lain mereka jauhi. Allah Yang Maha Kuasa adalah Yang Paling Bijaksana dan Hati-hati. Dia tidak akan begitu saja menjadikan semua orang temanNya dan memasukkannya ke dalam kelompokNya serta memberikan kepadanya tempat yang terkemuka dalam persidanganNya. Kalau manusia saja memilih temannya dengan mengujinya terlebih dahulu, maka tidak mungkin bahwa Allah, yang merupakan sumber kebijaksanaan dan kewaspadaan, akan begitu saja mengambil setiap orang sebagai teman tanpa mengujinya teriebih dahulu. Berjuta-juta manusia yang tersebar di muka bumi ini yang terdiri dari bermacam-macam rupa, ada yang elok ada yang buruk, tidak dapat dimasukkan ke dalam partai Allah, iaitu golongan
yang memperoleh kedudukan sebagai khalifah di dunia ini dan mendapat kehormatan di akhirat nanti. 

Dengan kebijaksanaanNya yang Tinggi, Dia telah menetapkan beberapa ujian, cobaan dan kriteria untuk menguji nilai diri seseorang, sehingga barangsiapa yang lulus dalam ujian tersebut dapat masuk ke dalam golongan Allah, dan mereka yang gagal akan secara automatik dikeluarkan dari golongan tersebut, dan menyadari sendiri bahwa ia memang tidak patut untuk dimasukkan ke dalam golongan Allah. Apakah kriteria-kriteria tersebut? Karena Allah adalah Maha Bijaksana dan Hati-hati, maka pertama-tama ia menguji kebijaksanaan dan kewaspadaan manusia. Allah ingin melihat apakah hambaNya itu mempunyai pengetahuan atau tidak? Apakah ia seorang yang bodoh? Alasan ujian ini adalah bahwa seorang yang bodoh dan tolol tidak akan bisa berteman dengan seorang yang bijaksana dan hati-hati. 

Kelayakan seorang hamba yang lulus dalam ujian Allah, Penciptanya, adalah bahwa ia mengakui bahwa tidak ada wujud yang patut disembah selain Allah, tidak pula ada yang selain dari Dia yang memberinya rezeki, yang mendengar dan mengabulkan doa-doanya, dan yang menolongnya, dan dengan mendengar kata-kata Allah itu ia tahu bahwa kata-kata itu adalah kata-kata Tuhannya, bukan kata-kata orang lain. Selanjutnya, ia mengerti perbedaan antara kehidupan nabi yang sebenarnya dan nabi palsu serta perbedaan dalam budi pekerti, tingkah laku, ajaran-ajaran dan hasil-hasil perjuangan mereka. Ia juga mampu mengenali siapa nabi yang sebenarnya di antara orang-orang yang mendakwakan diri sebagai nabi, siapa yang benar-benar dipercayai dan diutus oleh Allah untuk membawa petunjukNya dan siapa yang hanya dajjal dan penipu. Orang yang seperti inilah yang lulus dalam ujian kebijaksanaan dan kewaspadaan. Maka setelah memilihnya dari antara kumpulan bermacam-macam manusia, Allah memasukkannya ke dalam kelompok calon anggota-anggota partaiNya. Mereka yang gagal dalam ujian tahap pertama ini akan ditinggalkan begitu saja dan dibiarkan pergi ke mana saja mereka mau.

  • UJIAN KEKUATAN MORAL


Orang-orang yang lulus dalam ujian tahap pertama tadi harus pula mengikuti ujian tahap kedua. Dalam ujian tahap kedua ini, yang diuji adalah kekuatan moralnya, di samping kebijaksanaannya. Di sini diuji dan diperiksa dengan saksama apakah ia memiliki cukup kekuatan untuk melaksanakan kebenaran dan kebajikan setelah mengetahuinya, dan menjauhi kebathilan dan kejahatan setelah mengenalinya. Di sini juga diperiksa apakah ia adalah seorang hamba hawa nafsunya, pengikut amalan nenek-moyangnya, kebiasaan-kebiasaan keluarga dan pemikiran-pemikiran serta gaya-gaya yang dianut masyarakat.

Selanjutnya, diteliti pula, apakah ia memiliki kelemahan yang bisa menyebabkan dia tetap berpegang teguh pada kebathilan yang bertentangan dengan petunjuk Allah, sebagaimana yang sudah diketahuinya; dan menolak kebenaran dan keadilan yang diredhai Allah, sebagaimana yang sudah diketahuinya pula? Mereka yang gagal dalam ujian ini tidak akan dimasukkan ke dalam golongan Allah. Allah hanya akan memasukkan orang-orang yang termasuk dalam definisi,

"...Barangsiapa yang ingkar kepada tbaghut (syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
(Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:256)

Artinya, mereka harus meninggalkan dengan penuh keberanian setiap cara dan sistem yang bertentangan dengan petunjuk Allah; mereka tidak mempedulikan apa pun dan hanya bersedia mengikuti yang ditunjukkan oleh Allah, tidak peduli ada orang yang senang atau tidak senang karenanya. 

  • UJIAN KEPATUHAN DAN KETAATAN


Orang-orang yang lulus dalam ujian tersebut di atas harus tampil dalam ujian ketiga. Dalam ujian ini, diuji kepatuhan dan ketaatan. Di sini diperintahkan:

"Apabila datang perintah untuk mengerjakan sesuatu dari Kami, maka tinggalkanlah tidurmu dan hadirlah di hadapan Kami. Hentikanlah pekerjaanmu dan datanglah. Tinggalkanlah pekerjaanmu yang mungkin menyenangkan hatimu, menghibur dan menguntungkanmu itu, dan melaporlah kepada Majikanmu. Biarlah panas, dingin, atau cuaca bagaimana saja. Dalam keadaan bagaimanapun, datanglah bila dipanggil!"

Kemudian diperintahkan lagi:

"Laparkan dan hauskan dirimu dari pagi hingga petang dan kuasailah hawa nafsumu".

Perintah-perintah ini harus dilaksanakan sepenuhnya, tidak peduli betapa lapar dan haus yang akan ditemui, tidak peduli makanan lazat dan minuman segar dihidangkan kehadapan kita. Mereka yang gagal dalam ujian ini juga akan disingkirkan. Hanya mereka yang lulus saja yang akan dipilih, karena hanya orang-orang seperti merekalah yang dapat diharapkan untuk mematuhi hukum-hukum dan aturan-aturan yang akan dibuat untuk mereka, serta perintah-perintah yang akan diberikan dengan nama Allah, dan mematuhinya dalam setiap situasi dan keadaan, baik terang-terangan maupun diam-
diam, baik melihat keuntungan maupun kerugian, keselesaan maupun ketidakpuasan.

  • UJIAN PENGORBANAN HARTA BENDA


Setelah itu, ujian keempat adalah ujian yang berhubung dengan harta benda. Orang-orang yang lulus dalam ujian yang ketiga belumlah berjaya untuk dilatih menjadi tentara tetap Tuhan. Masih perlu diperiksa apakah mereka berfikiran sempit, kecil semangat dan penakut. Apakah mereka masih tergolong dalam kelompok orang-orang yang suka berbicara dengan bahasa yang indah tentang persahabatan dan kasih-sayang tetapi enggan memberikan pertolongan sewaktu diminta? Apakah mereka masih sama dengan orang-orang yang suka berbicara muluk-muluk tentang menyayangi binatang dan gigih membelanya di depan orang ramai, tetapi selalu marah apabila ada seekor kucing mencuri sepotong ikan asinnya? Seorang yang berfikiran normal, biasanya tidak akan mau berteman dengan orang yang pelit dan pemuja harta seperti itu, sedang orang yang pemurah juga tidak akan sudi duduk bersama dengan makhluk yang menjijikkan seperti itu. Maka, bagaimanakah Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pemurah, yang selalu mencurahkan rezeki dengan melimpah-ruah kepada seluruh makhlukNya, akan mau menjadikan orang seperti itu sebagai temanNya, orang yang pelit membelanjakan hartanya dijalan Allah, yang harta itu sendiri sebenamya adalah pemberianNya? Bagaimana pula Allah Yang Maha Bijaksana dan Hati-hati itu akan mau memasukkan orang seperti itu ke dalam golonganNya, orang yang persahabatan dan kasih sayangnya hanya terbatas pada semboyan-semboyan dan cerita-cerita kosong saja, yang sama sekali tidak bisa dipercaya? Oleh karena itu kepada orang-orang yang gagal dalam ujian keempat ini juga dikatakan: "Pergilah. Tidak ada tempat bagimu dalam partai Allah, kamu tidak berguna. Kamu tidak akan mampu memikul tanggungjawab besar yang dipercayakan Allah kepada khalifahNya. Yang bisa masuk partai ini hanya orang yang bersedia mengorbankan hidupnya, harta bendanya, anak-anaknya, keluarganya, tanahairnya, semuanya, demi cintanya kepada Allah.

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya". (Al-Qur'an, All 'Imran,3:92)


SIFAT-SIFAT YANG DITUNTUT BAGI ANGGOTA PARTAAI ALLAH

1. Tidak boleh berfikiran sempit

Dalam partai ini tidak ada tempat bagi orang-orang yang berfikiran sempit. Hanya orang-orang yang lapang fikiran saja yang boleh masuk:

"...Dan barangsiapa yang dipelihara dari kesempitan fikirannya, mereka itulah orang- orang yang beruntung". (Al-Qur'an,al-Hasyr, 59:9)

2. Harus lapang dada

Di sini diperlukan orang-orang yang dadanya lapang hingga apabila seseorang pernah memusuhi dan menyakiti hati mereka, mereka masih mau menolongnya dan membantunya demi Allah:

"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”( Al-Quran, an-Nur, 24:22)

3. Harus lapang hati

Di sini diperlukan orang-orang yang lapang hati:

"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keredhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (Al-Qur'an, al-Insan, 76:8-9)

4. Harus berhati bersih dan suci

Di sini diperlukan orang-orang yang berhati suci bersih karena Allah, iaitu memberikan barang-barang yang paling baik dari apa yang diberikan Tuhan kepada mereka:

"Wahai orang-orang beriman, nafkahkan (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memjelingkan mata terhadapnya..." (Al-Qur' an, al-Baqarah, 2:267)

5. Harus memberi walaupun dalam kekurangan

Di sini diperlukan orang-orang budiman yang walaupun sedang kekurangan, tidak ragu-ragu untuk memotong perbelanjaan mereka dan memberikannya untuk keperluan agama Allah dan membantu hamba-hamba Allah:

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (iaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik diwaktu lapang maupun di waktu sempit..." (Al-Qur'an, All 'Imran, 3:133-134)

6. Harus murah hati

Di sini diperlukan orang-orang beriman yang benar-benar percaya bahwa apa. pun yang dibelanjakan pada jalan Allah tidaklah akan sia-sia; dan sebaliknya, Allah akan memberikan balasan yang paling baik untuk itu., baik di dunia maupun di akhirat. Untuk itu mereka bersedia menafkahkan hartanya di jalan Allah semata-mata untuk memperoleh ridhaNya. Mereka tidak pernah peduli apakah orang-orang tahu tentang kemurahan hati mereka atau tidak, apakah orang akan berterima kasih kepada mereka atau tidak.

"...Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya". (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:272)

7. Harus ingat kepada Allah pada masa senang

Di sini diperlukan orang-orang pemberani yang tidak lupa kepada Allah baik dalam keadaan hidup sejahtera, maupun dalam istana megah dan penuh kemewahan:

"Wahai orang-orang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingati Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi". (Al-Qur'an, alMunafiqun, '63:9)

Semua yang tersebut di atas itu adalah kuality-kuality penting yang dituntut untuk membolehkan diri memasuki partai Allah. Tanpa mengikuti semua sifat itu, seseorang tidak akan boleh dimasukkan ke dalam kelompok teman-teman Allah. Sesungguhnya, itu semua bukan hanya ujian moral saja, Tetapi juga ujian iman yang lebih ketat. Orang yang enggan membelanjakan hartanya di jalan Allah, dan menganggapnya sebagai denda yang dikenakan atas dirinya, juga mencari-cari alasan untuk menghindarinya, dan apabila memang melakukannya juga, ia mencoba untuk mengurangi sakit hatinya dengan menunjuk-nunjukkan  pemberiannya  atau  mengusahakan  agar  perbuatannya disebarluaskan, orang seperti ini sesungguhnya bukanlah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Ia menganggap bahwa apa yang dibelanjakan di jalan Allah adalah terbuang percuma. Kemewahan, kenyamanan hidup, hobi, keuntungan dan kemasyhuran adalah lebih disayanginya daripada keredhaanNya. Ia mengira bahwa hidup hanya terbatas di dunia ini saja. Menurut pendapatnya uang semuannya harus dibelanjakan, ia harus dibelanjakan untuk menjunjung nama dan kemasyhuran, agar infaqnya itu segera bisa dipetik hasilnya di dunia ini. Kalau tidak demikian, akan sia-sialah uang itu hilang. Orang semacam ini dengan tegas dinyatakan dalam al-Qur'an sebagai tidak bisa diterima Allah. Apabila ia menyombongkan imannya, ia adalah munafik. 

Perhatikanlah ayat dalam point di bawah ini.

8. Tidak boleh menyebut-nyebut pemberian

"Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir...." 
(Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:264)

9. Tidak boleh membanyak-banyakkan kekayaan

"....Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih". (Al-Qur'an, at-Taubah, 9:34)

10. Tidak boleh mencari alasan mundur apabila diminta ikut berjihad di jalan Allah

"Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu (Muhammad) untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertaqwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya". (Al-Qur'an, at-Taubah, 9:44-45)

11. Harus taat sepenuh hati kepada Allah

"Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan solat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan". (Al-Qur'an, at-Taubah, 9:54)

"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik". (Al-Qur'an, at-Taubah, 9:67)

12. Tidak boleh menganggap membelanjakan harta di jalan Allah sebagai paksaan yang tidak sepatutnya

"Dan diantara orang-orang Arab Badwi itu, ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagai suatu kerugian...." (Al-Qur'an, at-Taubah, 9:98)

13. Tidak boleh kikir

"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir, sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allahlah yang Maha Kaya sedangkan kamu adalah orang-orang yang berkehendak (kepada)Nya; dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu ini". (Al-Qur'an, Muhammad, 47:38)

Saudara-saudara sesama Muslim

Inilah kedudukan yang sebenamya daripada zakat, tiang agama kita itu. Jangan kita samakan kedudukannya dengan pajak yang dikenakan oleh pemerintah negara dunia. Tetapi zakat adalah penting dan urat nadi Islam. Zakat adalah ujian keimanan. Sebagaimana halnya seorang pelajar atau mahasiswa, baru boleh naik tingkatan apabila ia lulus menempuh ujian akhir yang diadakan sekolah atau tempatnya menuntut ilmu. Sama halnya dengan seorang Muslim, ia harus pula lulus menempuh berbagai tingkatan ujian pengorbanan harta benda supaya ia dapat menjadi seorang Muslim yang sebenamya walaupun, memang, ini bukanlah ujian yang terakhir. Setelah ujian ini masih ada lagi ujian yang lebih berat, iaitu ujian pengorbanan nyawa, yang akan saya jelaskan pada kesempatan lain. Ada pun ujian pengorbanan harta benda, adalah ujian terakhir dari testing masuk ke dalam lingkungan Islam, atau dengan kata lain, ke dalam partai Allah. Sekarang ini, sebagian orang mengatakan: sudah terlalu banyak khutbah dan ceramah yang diberikan kepada kaum Muslimin, yang menyerukan agar mereka membelanjakan harta dan melarang menghambur-hamburkan uang; padahal dalam keadaan kemiskinan dan kemelaratan seperti sekarang ini, seharusnya mereka diberi ceramah tentang bagaimana mencari dan mengumpulkan uang. Orang-orang yang berkata seperti itu tidak mengerti bahwa zakat dan membelanjakan harta di jalan Allah, adalah merupakan ruh Islam; dan salah satu faktor yang telah menjerumuskan umat Islam ke dalam lembah kehinaan sekarang ini, adalah karena tidak adanya semangat pengorbanan ini. Kejayaan ummat Islam runtuh bukan disebabkan adanya semangat berkorban, tetapi karena matinya semangat ini.



Monday 29 October 2018

PENTINGNYA ZAKAT

Saudara-saudara sesama Muslim.

Sesudah solat, tiang Islam yang terbesar adalah zakat. Biasanya, karena dalam rangkaian ibadat yang biasa, puasa diletakkan sesudah solat, maka orang banyak mempunyai pengertian bahwa sesudah solat, adalah puasa. Tetapi dari al-Qur'an kita mengetahui bahwa dalam Islam pentingnya zakat terletak sesudah solat. Kedua-duanya adalah dua tiang yang menyokong struktur bangunan Islam. Tanpa solat dan zakat, Islam akan roboh.

ARTI ZAKAT

Zakat berarti kesucian dan kebersihan. Sebagian dari harta benda kita, yang kita sisihkan dan kita berikan kepada fakir miskin disebut zakat karena dengan cara demikian harta dan, bersama itu pula, jiwa kita menjadi bersih dan suci. Harta seseorang yang tidak dizakati adalah harta yang kotor dan tidak bersih, karena mengandung rasa tidak berterima kasih kepada Allah. Had pemiliknya begitu sempit, mementingkan diri sendiri dan memuja harta benda, sehingga ia merasa berat untuk memberikan apa yang seharusnya diberikan sebagai tanda terima kasih kepada Allah yang telah memberinya kekayaan melebihi keperluannya. Dapatkah kita mengharapkan orang yang seperti ini berbuat sesuatu kebaikan untuk memperolehi redha Allah dan mengorbankan sesuatu demi agama dan imannya? Itulah sebabnya hati orang seperti itu kotor dan tidak suci, sebagaimana harta yang dikumpulkannya dengan cara yang kotor dan tidak suci pula.

ZAKAT: SUATU UJIAN

Dengan mewajibkan zakat, Allah telah menempatkan setiap orang dalam ujian. Mereka yang lulus dalam ujian ini dan berguna bagi Allah serta patut digolongkan ke dalam kelompok orang-orang beriman, hanyalah orang yang dengan senang hati memberikan hak Allah dari harta yang melebihi keperluannya untuk menolong orang yang miskin dan yang memerlukannya. Sebaliknya, orang yang hatinya sempit, sehingga tidak bisa memberikan pengorbanan seperti itu, tidaklah berguna bagi Allah. Ia sama sekali tidak patut dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang yang beriman. Ia adalah bagaikan anggota badan yang busuk yang lebih baik dipotong dan disingkirkan daripada meracuni seluruh tubuh. Itulah sebabnya mengapa, ketika beberapa suku Arab yang menolak memberikan zakat setelah Rasulullah saw wafat, Khalifah Abu Bakar as-Siddiq ra. memerangi mereka seperti yang dilakukan beliau terhadap orang-orang kafir, walaupun mereka mengerjakan solat dan mengaku beriman kepada Allah dan RasulNya. Dari hal ini jelaslah bahwa tanpa zakat; maka solat, puasa dan pernyataan iman tidaklah berguna.

ZAKAT DIWAJIBKAN KEPADA UMMAT SEMUA RASUL

Perhatikanlah al-Qur'an baik-baik. Kita akan melihat bahwa sejak zaman dahulu kala, solat dan zakat telah diwajibkan kepada ummat semua rasul-rasul, dan agama Islam selamanya tidak pernah kehilangan dari kedua kewajiban tersebut. Setelah menyebut tentang Rasul Allah, Ibrahim, dan rasul-rasul keturunannya, Allah mengatakan dalam al-Qur'an:

"Kami telah menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan solat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah".
(Al-Qur'an, a-‘Anbiya, 21:73)

Tentang Rasul Allah, Isma'il, dikatakan:

"Ia menyuruh ahlinya (kaumnya) untuk mengerjakan solat dan memberikan zakat, dan ia adalah seorang yang diterima di sisi Tuhannya". (Al-Qur’an, Maryam, 19:55)

Rasul Allah, Musa, berdoa untuk kaumnya:

"Tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan diakhirat, sesungguhnya kami kembali (bertaobat) kepada Engkau....."

Dan tahukah kita apa jawaban Allah atas doanya itu?

".... 'SiksaKu akan Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki, dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". (Al-Qur'an, al-A’raf, 7:156)

Karena kaum Nabi Musa begitu sempit fikirannya dan serakah pada harta, seperti kita lihat keadaan orang-orang Yahudi sampai sekarang ini, maka dalam menjawab doa seorang nabi yang terkemuka seperti Nabi Musa itu, Allah hanya menyatakan, dengan tegas: "Apabila kaummu memberikan zakat dengan patuh dan tetap, maka janji rahmatKu adalah untuk mereka. Namun bila mereka tidak mau mengerjakannya, maka mereka tidak akan memperoleh rahmatKu, Tetapi hanya hukumanKu lah yang akan menimpa mereka".

Demikian pula, bahkan sepeninggal Nabi Musa, Bani Israil masih berulang-ulang diberi peringatan akan hal ini. Berulang-ulang perjanjian diambil dari mereka untuk beribadat kepada Allah semata-mata, dan tetap mengerjakan solat dan memberikan zakat (lihat al-Qur'an, al-Baqarah, 2:110), sampai akhirnya Allah memberikan peringatan yang jelas kepada mereka:

....Allah berfirman: “sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan solat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasulKu dan kamu Bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu ".
(Al-Qur'an, al-Maidah, 5:12)

Sebelum Rasulullah Muhammad saw diutus, Rasul yang terakhir adalah Isa as. (Jesus). Kepada beliau, Allah juga memerintahkan solat dan zakat, sebagaimana tersebut dalam surah Maryam:

"Dan Dia menjadikan aku seorang yang berbakti di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) solat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup".(Al-Qur'an, Maryam, 19:31)

Ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah meneguhkan agama Islam sejak dahulu kala dalam setiap masa rasul-rasul, dengan dukungan dua tiang besar, yakni solat dan zakat, dan belum pemah terjadi sekalipun, bahwa suatu ummat yang beriman kepada Allah dibebaskan dari dua kewajiban ini.

ZAKAT : WAJIB BAGI UMMAT MUSLIM

Sekarang perhatikanlah bagaimana kedua kewajiban ini berjalan seiring sejalan dengan syari'ah Rasulullah Muhammad saw. Apabila kita buka surah pertama sesudah surah Fatihah, apakah yang kita baca pada ayat-ayat pertama surah tersebut?

"Inilah Kitab (al-Qur'an) yang tiada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Iaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan solat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka".(Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:2-3)

Selanjutnya Allah berfirman:

Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka pulalah orang-orang yang beruntung".(Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:5)

Artinya, mereka yang tidak mempunyai iman, ridak mendirikan solat dan tidak memberikan zakat, mereka tidak akan memperoleh petunjuk dan tidak pula akan beruntung, melainkan celakalah mereka nantinya.

Selanjutnya, teruskanlah membaca surah al-Baqarah itu. Setelah beberapa ayat, maka kembali Allah memerintahkan:

"Dirikanlah solat dan berikanlah zakat, dan ruku'lah bersama-sama orang-orang yang ruku'.
(Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:43)

Sedikit lebih jauh dari surah yang sama, dikatakan pula:

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (orang yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan solat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa".(Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:177)

Selanjutnya apa yang dikatakan dalam surah al-Ma'idah:

"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan solat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa yang mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang". (Al-Qur'an, al-Ma'idah, 5:55-56)

TANDA ORANG-ORANG BERIMAN: SOLAT DAN ZAKAT

Dalam ayat tersebut di atas dicantumkan sebuah peraturan yang keras. Pertama-tama kita lihat bahwa yang disebut orang-orang beriman hanyalah mereka yang mengerjakan solat dan memberikan zakat. Mereka yang mengabaikan kedua-dua tiang Islam ini adalah orang-orang yang palsu dalam pernyataan iman mereka. Kemudian kita ketahui juga bahwa Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman tergabung dalam sebuah kelompok yang tersendiri, dan orang-orang beriman wajib menggabungkan diri dengan kelompok tersebut. Apabila seorang Muslim berteman dengan seseorang dari luar kelompok tersebut apakah orang itu adalah ayahnya, saudaranya, anak, tetangga, orang setanah air, atau siapa saja dan menjalin hubungan kasih sayang dan bantu-membantu dengannya, maka janganlah mengharapkan Allah akan mau berhubungan dengan dia dan menjadi pelindungnya. Akhirnya, dari ayat ini kita tahu juga bahwa orang-orang yang beriman hanya boleh memperoleh kekuasaan apabila mereka bersatu-padu dan dengan sepenuh hati menjadikan Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman sebagai sahabat-sahabat dan pelindung-pelindung mereka.

DASAR PERSAUDARAAN ISLAM

Selanjutnya, surah at-Taubah memerintahkan kepada orang-orang Islam untuk memerangi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, dan dalam beberapa ruku' surah ini terus-menerus memberikan petunjuk-petunjuk mengenai soal perang saja

Dalam hubungan ini Allah mengatakan:

"Jika mereka bertaobat, mengerjakan solat dan memberikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama..."(Al-Qur'an, at-Taubah, 9:11)

Ini berarti taobat dari kekafiran dan kemusyrikan saja tidaklah cukup. Bukti bertaobat dari kekafiran dan kemusyrikan serta pernyataan iman, hanya dapat dinyatakan dengan mengerjakan solat. Secara teratur dan memberikan zakat. Karena itu, apabila mereka membuktikan iman mereka dengan perbuatan-perbuatan tersebut, maka mereka adalah saudara-sauudara seagama kaum Muslimin; bila tidak demikian, maka kaum Muslimin tidak boleh menganggap mereka sebagai saudara dan tidak boleh berhenti memerangi mereka. Selanjutnya, dalam surah yang sama disebutkan:

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf dan mcncegah yang mungkar, mendirikan solat, memberikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
(Al-Qur'an, at-Taubah, 9:71)

Sekarang, kita tahu bahwa seseorang sama sekali tidak boleh menjadi saudara seagama dari kaum Muslimin sehingga ia mengerjakan solat dan memberikan zakat sesudah menyatakan keimanannya. Iman, solat dan zakat, ketiga-tiga hal inilah yang menjadi dasar masyarakat orang-orang beriman. Mereka yang berpegang teguh kepada ketiga-tiga prinsip ini, adalah orang-orang yang tergabung dengan masyarakat yang suci ini, dan hanya di antara mereka sajalah yang ada hubungan persahabatan, kasih-sayang, ikatan dan saling bantu-membantu. Sedangkan mereka yang mengabaikan ketiga-tiga prinsip ini berada di luar masyarakat tersebut, walaupun mereka disebut sebagai kaum Muslimin oleh orang-orang kebanyakan. Memelihara hubungan persahabatan, kasih-sayang dan perhubungan dengan mereka berarti melanggar hukum Allah dan memecah-belahkan
persekutuan Allah. Karena itu, bila demikian halnya keadaan kita, bagaimana kita bisa berharap untuk berkuasa di dunia ini?

SYARAT UNTUK MENDAPAT PERTOLONGAN ALLAH

Lebih lanjut lagi, dalam surah al-Hajj dikatakan:
 
"...Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat, Maha Perkasa, (iaitu) orang-orang yang apabila Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi nescaya mereka mendirikan solat dan memberikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar. Dan kepada Allahlah kembali segala urusan". (Al-Qur'an, al-Hajj, 22:40-41)

Dalam ayat ini, kaum Muslimin telah diberi peringatan yang sama seperti yang diberikan kepada Bani Israil. Kepada Bani Israil Allah berkata dengan tegas:

"Aku bersama kamu selama kamu mengerjakan solat dan memberikan zakat dan mendukung misi Rasul-rasulKu, yakni berusaha melaksanakan hukumKu di dunia. Apabila kamu semua meninggalkan hal itu, maka Aku pun akan menarik kembali pertolonganKu kepadamu".

Tepat seperti inilah yang dikatakan Allah kepada kaum Muslimin. DikatakanNya dengan tegas kepada mereka:

"Apabila kalian telah memperoleh kekuasaan di atas bumi, kalian wajib mendirikan solat, memberikan zakat, menyebarkan kebajikan dan membanteras kejahatan, maka Aku akan menjadi penolongmu. Dan siapakah yang dapat mengalahkanmu bila Aku menjadi penolongmu? Sebaliknya, bila kamu mengabaikan zakat, dan setelah memperolehi kekuasaan, kamu lalu menyebarkan kemungkaran bukannya kebajikan dan membanteras kebajikan bukannya kejahatan; dan memperjuangkan ideologimu sendiri bukannya ideologiKu; dan dari hasil pajak, kalian membangunkan syurga dunia dan menganggapnya sebagai tujuan mencari kekuasaan, maka dukunganKu tidak akan Aku berikan kepadamu, Tetapi dukungan syaitanlah yang akan kalian peroleh".

PERINGATAN BAGI UMMAT ISLAM

Allahu Akbar! Alangkah jelasnya pengetahuan ini! Peringatan yang diberikan kepada Bani Israil telah mereka anggap sebagai ancaman kosong saja, dan mereka telah melihat akibat-akibat dari sikap mereka itu. Sekarang mereka menjadi bangsa pengembara di muka bumi. Mereka terusir ke sana sini tanpa memperolehi tempat tinggal yang tenteram. Mereka memiliki koperasi-koperasi penuh jutaan dollar. Mereka adalah bangsa yang paling kaya di dunia. Tetapi kekayaan itu tidak ada gunanya bagi mereka.

Dengan menggunakan sistem riba yang terkutuk sebagai ganti zakat, dan melakukan hal-hal yang tidak diperintah sebagai ganti solat, mereka telah mengundang kutukan Allah dan dengan membawa kutukan ini mereka berkeliaran ke sana ke mari menjangkitkan penyakit ke seluruh dunia bagaikan tikus-tikus pembawa kuman. Kemudian ancaman nasib seperti ini diperingatkan Allah kepada kaum Muslimin. Tetapi kebanyakan dari mereka mengabaikan peringatan ini dengan melalaikan solat dan zakat dan tidak lagi menggunakan kekuasaan yang mereka miliki unuk menyebarkan kebajikan dan
membanteras kemungkaran. Akibatnya, mereka tercampak dari kedudukan mereka sebagai penguasa, dan di seluruh dunia mereka menjadi korban penindasan dan kezaliman. Mereka lemah dan dikuasai oleh musuh-musuh mereka di seluruh bagian dunia. Itulah akibat meninggalkan solat dan zakat. 

Bahkan sekarang sudah muncul suatu kelompok di antara mereka yang mau menyeret mereka ke dalam lumpur kehinaan, kekotoran, dan kekejian, dengan mengatakan kepada mereka bahwa bila mereka ingin memperbaiki nasib, maka hendaklah mereka segera mendirikan perusahaan-perusahaan
insurans dan melakukan riba. Demi Allah, bila mereka benar-benar melakukan hal itu, maka kehinaan akan menimpa mereka sebagaimana telah terjadi pada kaum Yahudi, dan mereka akan ditimpa kutukan yang sama dengan yang telah ditimpakan kepada Bani Israil.

KUTUKAN KEPADA ORANG-ORANG YANG MELALAIKAN ZAKAT

Saudara-saudara sesama Muslim.

Dalam khutbah-khutbah saya yang akan datang, saya akan menerangkan kepada anda apa sebenarnya zakat itu dan betapa besar kekuatan yang telah diletakkan Allah di dalamnya. Saya juga akan menunjukkan bahwa rahmat Allah ini, yang sekarang ini dianggap hal yang biasa saja oleh kaum Muslimin, sesungguhnya memikul anugerah yang sangat besar bagi mereka. Dalam khutbah saya hari ini, maklumat saya hanyalah menerangkan kepada kita kedudukan solat dan zakat dalam Islam. Banyak orang Islam mengira, dan ulama-ulama mereka juga meyakinkan mereka siang dan malam bahwa mereka tetap adalah orang-orang Islam, walaupun mereka mungkin tidak mengerjakan solat dan tidak membayar zakat. Tetapi pandangan seperti ini dengan tegas dibantah oleh al-Qur'an. Menurut al-Qur'an, pernyataan beriman kepada kalimah Thayyibah saja tidaklah ada gunanya kalau tidak disertai dengan mengerjakan solat dan membayar zakat. Karena inilah maka, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, Khalifah Abu Bakar memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat dan melabel mereka sebagai orang-orang kafir. Para sahabat yang lain mula-mula keliru apakah orang-orang yang sudah menyatakan iman kepada Allah dan RasulNya serta sudah mengerjakan solat itu juga dapat digolongkan sebagai orang-orang kafir yang harus diperangi. Tetapi ketika Khalifah Abu Bakar, yang telah danugerahi Allah kedudukan yang terkemuka dalam Islam, tetap teguh dalam pendiriannya dan dengan tegas mengatakan:

"Demi Allah, sekitainya mereka tidak mau menyerahkan seutas tali saja, yang biasa mereka serahkan kepada Rasulullah, sebagai Zakat, aku akan tetap memerangi mereka"

maka akhirnya Allah membukakan hati semua sahabat-sahabat itu untuk menerima kebenaran, dan mereka semua lalu menerima keputusan bahwa jihad harus dilaksanakan terhadap pembangkang-pembangkang zakat itu. Al-Qur'an sendiri dengan tegas menyatakan bahwa menolak membayar zakat adalah perbuatan orang-orang musyrik yang tidak percaya kepada kehidupan akhirat.

"...Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), iaitu orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat".
(Al-Qur'an, Fushshilat, 41:6-7)

Friday 26 October 2018

TUJUAN IBADAH PUASA YANG SEBENARNYA

SETIAP PEKERJAAN MEMPUNYAI TUJUAN

Dalam setiap pekerjaan pada dasarnya ada dua faktor: yang pertama adalah tujuan pekerjaan itu sendiri dan yang kedua ialah bentuk khusus dari pekerjaan tersebut yang dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, marilah kita ambil contoh pekerjaan makan. Tujuan kita memakan makanan adalah untuk menjaga agar kita tetap hidup dan mempunyai tenaga untuk bekerja. Cara yang kita pilih untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengambil sepotong daging, memasukannya ke dalam mulut, mengunyah-ngunyahnya dan menelannya masuk ke dalam kerongkong kita. Cara ini kita lakukan karena ia adalah cara yang paling efektif dan tepat untuk mencapai tujuan kita. Tetapi kita tahu bahwa hal yang paling penting adalah tujuan untuk apa makanan itu dimakan, dan bukannya bentuk serta kaedah pekerjaan itu. Apa yang kita katakan apabila ada orang yang membuat daging tiruan dari serbuk gergaji atau abu atau tanah liat, lalu memasukkannya ke dalam mulut, mengunyahnya dan menelannya? Kita tentu akan mengatakan bahwa orang itu sudah gila. Mengapa? Karena orang tolol ini tidak mengerti tujuan yang sebenarnya dari makan, dan mengira yang dinamakan makan hanyalah semata-mata mengambil sesuatu dengan tangan, memasukkannya ke dalam mulut, mengunyahnya dan menelannya. 

Sama halnya, kita juga akan mengatakan pelik bila ada orang yang setelah menelan makanannya lalu memuntahkannya kembali dengan mengorek-ngorekkan jarinya ke dalam mulutnya, kemudian mengeluh bahwa ia tidak memperoleh manfaat dari makanannya itu, Tetapi sebaliknya setiap hari ia jadi semakin lama semakin kurus kering seperti orang kurang makan. Orang bodoh ini menyalahkan makanannya atas kesalahan yang diperbuatnya sendiri. Ia mengira bahwa tenaga hidup dapat diperoleh dengan hanya memenuhi persyaratan-persyaratan yang tercakup dalam perbuatan makan. 

Karenanya, ia berfikir, "mengapa saya harus menyimpan makanan dalam perut saya? Mengapa saya tidak memuntahkannya saja agar perut saya menjadi ringan? Saya kan sudah memenuhi persyaratan-persyaratan makan". Begitulah fikirnya. Tentu saja ia harus menderita sendiri akibat cara berfikir dan tindakannya yang tidak masuk akal itu. Dia mesti mengetahui bahwa sebelum makanan yang dimakannya tercerna dalam perut dan sarinya terserap dalam darahnya dan disampaikan ke seluruh bagian tubuh, maka tenaga hidup tidak akan boleh diperoleh. Walaupun pekerjaan-pekerjaan luar juga perlu, karena tanpa tindakan-tindakan tersebut makanan tidak akan bisa sampai ke dalam perut, namun tujuan makanan tidak dapat dicapai dengan hanya semata-mata melakukan pekerjaan-pekerjaan luar saja. Pekerjaan-pekerjaan luar itu tidak bisa menimbulkan keajaiban bahwa hanya dengan melaksanakannya saja maka darah akan langsung bisa mengalir cepat dalam pembuluh-pembuluhnya. Darah hanya dapat dihasilkan sesuai dengan hukum yang telah digariskan Allah. Apabila kita melanggar hukum tersebut, kita hanya akan membunuh diri kita saja.

AKIBAT MENGANGGAP FAKTOR-FAKTOR LUAR SEBAGAI HAKIKAT AMAL

Apabila kita renungkan contoh yang saya sebutkan di atas tadi, kita akan mengerti mengapa "ibadat" yang kita lakukan sekarang ini tidak mendatangkan hasil apa-apa. Seperti telah berulang-ulang saya tunjukkan, kesalahan yang terbesar dalam mengerjakan "ibadat" adalah menganggap tindakan solat dan puasa dalam bentuk luarnya sebagai "ibadat" yang sebenarnya, hingga kita terkena ilusi bahwa siapa saja yang memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut berarti telah melaksanakan ibadat kepada Allah. Kita sama seperti orang yang mengira bahwa pelaksanaan keempat perbuatan, yakni membuat makanan, memasukkannya ke dalam mulut, mengunyahnya dan menelannya adalah yang dinamakan proses makan, dan siapa saja yang mengerjakan keempat perbuatan ini berarti telah memakan makanan dan karenanya berhak memperoleh manfaat dari makan, tidak peduli apakah yang dimasaknya itu beras atau tanah, atau apakah ia memuntahkan kembali makanannya itu atau tidak.

Kalau kita mempunyai fikiran sedikit saja maka katakanlah bagaimana bisa terjadi bahwa seseorang yang berpuasa, yang sedang melaksanakan "ibadat" kepada Allah dari pagi sampai petang, ditengah-tengah 'ibadatnya itu ia berbuat dusta dan membicarakan kejelekan orang lain? Mengapa ia bertengkar karena soal kecil saja dan mengeluarkan kata-kata yang kotor dari mulutnya? Bagaimana ia berani merampas hak orang lain? Bagaimana ia bisa bertindak mencari uang dengan haram dan memberikan uang kepada orang lain secara haram pula? Dan setelah melakukan semua itu, ia masih mengira bahwa ia telah melakukan "ibadat" kepada Allah? Tidakkah ini sama dengan orang yang memakan tanah liat atau abu dan mengira bahwa hanya dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan luar saja berarti ia sudah makan?

BEBAS KEMBALI DARI IKATAN-IKATAN SETELAH RAMADHAN

Selanjutnya katakanlah kepada saya, bagaimana bisa terjadi bahwa setelah kita dibebaskan dari "ibadat" kepada Allah selama bulan Ramadhan, semua pengaruh dari latihan kesalehan ini hilang begitu saja apabila bulan Ramadhan selesai? Setelah Hari Raya Aidil Fitri tiba, kita melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti yang dilakukan oleh orang-orang Hindu dalam perayaan-perayaan mereka. Demikian pula di kota-kota besar, pelacuran, minuman keras dan judi dinikmati pada Hari 
Raya. Saya bahkan pernah melihat beberapa orang berbudi rendah yang berpuasa di siang hari tetapi minum arak dan melacur dimalam hari. Syukurlah, bahwa orang-orang Islam pada umumnya tidak seburuk ini keadaannya. Tetapi setelah bulan Ramadhan berakhir, berapa banyak diantara kita yang tetap memelihra kesan kesalehan dan kebajikan bulan puasa pada hari kedua ‘Aidil Fitri? Hukum Tuhan yang mana yang tidak dilanggar? Berapa bagian dari waktu kita yang kita pergunakan untuk kebaikan, dan sejauh mana egoisme kita berkurang?

AKIBAT KONSEP YANG KELIRU TENTANG "IBADAT"

Fikir dan renungkanlah kenapa semua itu bisa terjadi? Saya yakinkan kita bahwa satu-satunya sebab dari semua itu adalah karena makna ibadat telah berubah dalam fikiran kita. Karena kita mengira bahwa ibadat itu hanya menahan makan dan minum di siang hari selama bulan puasa, maka kita mentaati peraturan puasa itu dengan sangat cermat. Kita takut kepada Allah sehingga kita menghindari setiap hal yang bisa membatalkan puasa, bahkan kita berani mempertaruhkan nyawa demi. puasa kita. Tetapi kita tidak tahu bahwa dengan hanya semata-mata menahan lapar dan minum bukanlah "ibadat" yang sebenarnya, melainkan hanya salah satu bentuk daripadanya saja. Dan tujuan
ditetapkannya bentuk ibadat seperti ini adalah untuk menumbuhkan dalam diri kita rasa takut dan cinta kepada Allah, dan dengan itu mengembangkan dalam diri kita kekuatan yang besar, sehingga dengan menekan hawa nafsu kita, kita akan mampu menghindari hal-hal yang nampaknya menguntungkan tetapi yang sebenarnya tidak diridhai Allah.

Dilain pihak, dengan menguasai diri kita, kita akan mampu membuatkan diri kita menyenangi hal-hal yang mungkin membawa resiko dan kerugian tetapi jelas mendatangkan keridhaan Allah. Kekuatan ini hanya bisa dikembangkan kalau kita mengerti tujuan puasa, dan menggunakan latihan yang kita jalani dalam berpuasa itu untuk mengendalikan dorongan-dorongan jasadi karena takut dan cinta kepada Allah, dan membuatkan dorongan-dorongan tersebut bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah. Tetapi dalam perlaksanaannya, begitu bulan Ramadhan berlalu, kita buang semua hasil-hasil latihan kita itu, seperti orang yang setelah makan lalu memuntahkan makanannya dengan mengorek-ngorekkan jarinya ke dalam mulutnya.

Bahkan dalam kenyataannya, sebagian di antara kita memuntahkan kebajikan-kebajikan yang kita peroleh pada siang hari begitu malam tiba. Nah, kita fikirkanlah sendiri, apakah puasa dan bulan Ramadhan itu bisa mendatangkan keajaiban, sehingga hanya dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan luaran saja, kita dapat memperoleh kekuatan yang hanya bisa diperoleh dengan jalan berpuasa menurut cara yang ditetapkan? Sebagaimana halnya energi fisik hanya bisa diperoleh dari makanan setelah makanan tercerna dalam perut dan dibawa oleh darah kepada seluruh urat-urat tubuh; maka demikian pula kekuatan rohani hanya bisa diperoleh dari puasa bila orang yang berpuasa itu mengerti tujuan puasa, dan meresapkan pengartian itu ke dalam hati dan fikirannya, dan membiarkannya menguasai fikiran, motif, niat, dan perbuatannya.

PUASA SARANA UNTUK MENUJU TAQWA

Karena itulah, setelah memerintahkan puasa, Allah mengatakan:

...Ia'allakum tattaqun.
"...agar kamu bertaqwa". (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:183)

Artinya, puasa diwajibkan kepada kita, dengan harapan mudah-mudahan kita bisa menjadi orang yang saleh dan bertaqwa. Di sini tidak dikatakan bahwa dengan berpuasa kita pasti menjadi orang yang saleh dan bertaqwa, karena hasil puasa itu sendiri tergantung pada pengartian dan niat orang yang bersangkutan. Barangsiapa yang memahami tujuan itu, dan dengan pemahaman tersebut coba mencapai tujuan puasa, akan menjadi orang yang saleh dan taqwa. Tetapi, orang yang tidak memahami tujuan puasa itu dan tidak coba untuk mencapainya, jangan diharap akan bisa memperoleh sesuatu dari puasanya.

TUJUAN-TUJUAN PUASA YANG SEBENARNYA

1. Mencegah diri dari dusta

Rasulullah saw dengan berbagai cara telah menunjukkan tujuan puasa yang sebenamya, dan menerangkan bahwa dengan melaparkan dan menghauskan diri tanpa mengingati tujuan puasa yang sebenarnya, adalah tidak ada gunanya. Beliau mengatakan:

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang keji (dusta) dan melakukan kejahatan (kepalsuan), Allah tidak akan menerima puasanya, sekalipun ia telah meninggalkan makan dan minum". (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah r.a.).

Dalam hadis yang lain:

"Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperolehi apa- apa selain lapar dan haus, dan banyak orang yang bangun di malam hari tetapi tidak memperolehi apa-apa selain berjaga malam saja".

Maksud dari kedua hadis ini sangat jelas, yakni bahwa semata-mata melaparkan dan menghauskan diri bukanlah ibadat, Tetapi hanyalah suatu alat untuk melaksanakan ibadat yang sebenarnya. Dan ibadat yang sebenarnya adalah mentaati hukum dan aturan Allah karena takut kepadaNya, dan mengerjakan hal-hal yang mendatangkan redhaNya karena cinta kepadaNya. Dan akhirnya mengawal hawa nafsu agar sebaik mungkin tersalur menurut aturan-aturan yang telah digariskan Allah. Orang yang tidak sadar akan ibadat yang sebenarnya ini, akan sia-sialah perbuatan melaparkan dan menghauskan dirinya itu. Allah tidak memerlukan amalnya yang demikian itu.

2. Iman dan penilaian diri

Rasulullah telah menyuruh kita memerhatikan tujuan puasa yang sebenarnya, dengan sabdanya :

"Barangsiapa menjalankan puasa dengan penuh iman dan mengharapkan akan keridhaan Allah, maka akan diampuni semua dosanya yang telah lalu".

Iman berarti kepercayaan kepada Allah, dan harus selalu ada dalam hati dan fikiran seorang Muslim. Ihtisab berarti seorang Muslim, yang hanya mengharapkan redha Allah semata dan terus-menerus mengawal agar fikiran dan tindakannya tidak bertentangan dengan redha Allah. Apabila seseorang menjalankan puasa Ramadhan sesuai dengan kedua prinsip ini, maka seluruh dosanya yang telah lalu akan diampuni. Karena, apabila dahulu ia adalah seorang manusia yang memberontak dan tidak patuh kepada Allah, maka sekarang ia telah bertaobat kepada TuhanNya, dan "Orang yang bertaobat adalah seperti orang yang belum pernah berbuat dosa sama sekali".

3. Perisai dari dosa.

Dalam sebuah hadis dikatakan :

"Puasa adalah bagaikan perisai (yakni perisai yang melindungi diri dari serangan syaitan). Karena itu orang yang berpuasa hendaklah (menggunakan perisainya dan) mencegah diri dari hal-hal yang tidak patut. Apabila ada seorang mengejek atau mengajak bertengkar dengannya, hendaklah ia berkata: Aku sedang berpuasa (dan jangan libatkan aku dalam perbuatanmu)".

4. Rangsangan untuk berbuat kebaikan

Dalam hadis-hadis yang lain Rasulullah telah memberi petunjuk bahwa orang yang sedang berpuasa hendaklah banyak-banyak mengerjakan kebaikan. Khususnya, selama ia berpuasa hendaklah ia mengembangkan dalam dirinya rasa simpati terhadap saudara-saudaranya sesama Muslim, karena dengan merasakan sendiri lapar dan haus, ia dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudara-saudaranya yang miskin dan sengsara. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah biasanya sangat baik hati selama bulan Ramadhan. Tidak seorang pengemis pun yang kembali dari pintu rumahnya dengan tangan hampa, dan budak-budak memperoleh kemerdekaan mereka dari beliau.

5. Pahala memberi makanan untuk berbuka

Menurut sebuah hadis Rasulullah saw mengatakan :

"Barangsiapa memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka hal itu akan menjadi ampunan dan keselamatan baginya dari api neraka, dan dia akan memperoleh pahala sebanyak pahala orang yang berpuasa itu tanpa dikurangi sedikitpun".

Wednesday 24 October 2018

PUASA DIWAJIBKAN KEPADA SETIAP UMAT

Saudara-saudara sesama Muslim,

Ibadat kedua yang diwajibkan kepada kita oleh Allah ialah puasa. Puasa berarti berhenti dari makan, minum dan hubungan seks pada waktu siang hari. Sebagaimana halnya solat, ibadat ini juga diwajibkan dalam syari'ah kepada semua rasul-rasul. Semua ummat yang telah lalu juga berpuasa seperti halnya ummat Muhammad saw. Tetapi mengenai peraturan-peraturan dalam menjalankannya, jumlah dan jangka masa untuk berpuasa terdapat perbedaan di antara berbagai syari'ah. Bahkan sampai hari ini, kita lihat bahwa puasa tetap dilaksanakan dalam kebanyakan agama dalam suatu bentuk, walaupun para penganutnya telah mengubah bentuknya dengan menambahnya dengan hal-hal ciptaan mereka sendiri. Dalam al-Qur'an telah dinyatakan:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:183)

Dari ayat ini jelas bahwa semua syari'ah yang dikirimkan oleh Allah tidaklah kosong dari kewajiban ibadat puasa ini.

MENGAPA PUASA DIWAJIBKAN?

Marilah kita renungkan apakah kepentingan puasa, hingga Allah mewajibkannya kepada setiap ummat di setiap masa:

1. Tujuan penghambaan seumur hidup kepada Allah

Sudah berkali-kali saya terangkan kepada anda bahwa tujuan Islam yang sebenamya adalah menjadikan seluruh kehidupan manusia menjadi ibadat kepada Allah. Manusia dilahirkan sebagai budak Tuhan, dan perbudakan, yakni penghambaan kepada Tuhan, telah terkandung dalam wataknya yang asli. Karena itu, manusia tidak boleh bebas sedikit pun dari 'ibadat, penghambaan kepada Tuhan dalam fikiran, perkataan dan perbuatan.

Dalam setiap tingkah laku hidupnya manusia harus memeriksa jalan mana yang harus ditempuhnya untuk memperoleh ridha Tuhan, dan jalan mana yang harus dijauhinya agar tidak terkena murka dan kutukanNya. Dengan demikian, prinsip yang harus dipegang oleh seorang Muslim adalah mengikuti jalan yang menuju ridha Allah dan menjauhi jalan yang menuju kemurkaanNya. Seorang Muslim haruslah menempuh cara yang disetujui Allah dan menjauhi cara-cara yang tidak diperkenankanNya. Apabila seluruh hidupnya telah diwarnai dengan warna yang demikian, barulah ia dianggap telah melaksanakan kewajiban penghambaannya kepada Junjungannya dan memenuhi tujuan yang terkandung dalam ayat,

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu".
(Al-Qur'an, adz-Dzariyat,51:56)

2. 'Ibadat: latihan penghambaan

Saya telah menyatakan hal ini sebelumnya, bahwa tujuan yang sebenarnya dari kewajiban-kewajiban agama, seperti solat, haji, puasa, dan zakat yang telah diwajibkan kepada kita, adalah untuk melatih kita untuk menjalankan 'ibadat yang besar. Bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah wajib, tidak berarti apabila kita telah mengerjakan ruku’ dan sujud lima kali sehari, telah menanggung lapar dan haus dari fajar hingga matahari terbenam selama tiga puluh hari di bulan Ramadhan, dan, bila kita kaya, telah memberikan zakat dan menunaikan haji sekali dalam hidup kita telah selesai menunaikan kewajiban kita kepada Allah. Dan juga tidak berarti bahwa setelah melakukan itu semua kita lalu bebas dari penghambaan kepada Allah dan boleh berbuat apa saja yang kita sukai. Padahal, sesungguhnya tujuan yang dasar diwajibkannya kewajiban-kewajiban agama tersebut adalah untuk melatih kita dengan cara yang sedemikian rupa, agar kelak kita mampu mengubah seluruh hidup kita menjadi suatu "ibadat" yang tetap teratur kepada Allah. Nah, marilah sekarang, dengan mengingat tujuan ini, kita lihat bagaiman puasa mempersiapkan manusia untuk melaksanakan "ibadat" yang full-time ini.

3. Puasa adalah "ibadat yang tersembunyi"

Semua kewajiban agama, selain puasa, dilaksanakan dengan suatu perbuatan atau gerakan lahiriyah yang tertentu, yang bisa dilihat oleh mata. Misalnya, dalam solat, ketika duduk, berdiri, ruku' dan sujud, setiap orang bisa melihatnya; dalam haji, orang bepergian jauh bersama-sama dengan puluhan ribu orang lain, orang yang lainnya dapat menyaksikannya. Semua amalan-amalan keagamaan ini tidak dapat disembunyikan. Apabila kita mengerjakannya, orang lain pasti akan tahu; juga bila kita tidak mengerjakannya di depan orang-orang lain, mereka pun akan tahu juga bahwa kita tidak mengerjakannya. Puasa berbeda dengan ini, karena puasa adalah "ibadat" yang tidak nampak secara nyata. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui saja yang tahu bahwa seseorang berpuasa atau tidak. Seseorang mungkin saja ikut sahur bersama-sama orang-orang lain dan tidak makan serta tidak minum apa pun dengan terang-terangan sampai tibanya waktu berbuka, Tetapi apabila dengan diam-diam ia makan atau minum sebelum waktu berbuka, hanya Allah lah yang mengetahui bahwa ia tidak berpuasa. Sedangkan orang lain akan mengira bahwa ia berpuasa, padahal sebenarnya tidak.

4. Puasa: Tes kekuatan iman

Ingat-ingatlah kedudukan puasa dalam fikiran kita, dan renungkanlah betapa kuatnya iman orang yang berpuasa kepada Allah yang Maha Mengetahui akan hal yang ghaib. Ia benar-benar berpuasa, ia tidak makan atau minum apa pun secara sembunyi-sembunyi sebelum waktu berbuka. Dalam cuaca dan musim panas yang keras sekalipun, atau ketika kerongkong mengering karena terasa amat haus, ia tidak minum air setetes pun. Dalam keadaan lapar yang sangat, atau ketika hidup seolah-olah mati layu, ia tidak terfikir untuk makan sedikit pun! Lihatlah betapa kuat keyakinannya bahwa tidak ada satu pun perbuatannya yang tersembunyi dari mata Allah, walaupun mungkin dapat disembunyikan dari seluruh mata dunia! Betapa hatinya dipenuhi rasa takut kepada Allah, sehingga ia mau menghadapi bahaya mati kelaparan demi menjalankan perintah Tuhannya itu, dan tidak mau melakukan sesuatu pun yang dapat membatalkan puasanya!

Betapa dalam keyakinannya akan pahala dan hukuman di akhirat nanti, sehingga selama satu bulan penuh ia berpuasa, dan tidak pernah sedetik pun keraguan akan hidup sesudah mati memasuki hatinya! Sekiranya ia punya keraguan tentang hidup yang akan datang, di mana pahala dan hukuman akan diberikan, pasti ia tidak akan dapat menyelesaikan puasanya. Apabila keraguan timbul, akan sulit bagi seseorang untuk tetap berpegang kepada niatnya untuk tidak makan dan minum apa pun selama menjalankan puasanya.

5. Latihan terus-menerus sebulan penuh

Dengan cara begini, Allah menguji iman seorang Muslim selama sebulan penuh, dalam satu tahun, dan bila ia lulus dalam ujian ini, maka imannya akan menjadi lebih kuat. Jadi, puasa adalah sekaligus cobaan dan latihan. Apabila kita mempercayakan sesuatu kepada seseorang, maka seolah-olah kita menguji kejujurannya. Apabila ia terbukti lulus dalam ujiannya dan tidak mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya, maka kekuatannya untuk menanggung beban amanat akan menjadi lebih kuat, dan ia akan menjadi lebih layak untuk memikul amanat. Sama halnya, Allah menguji iman kita dengan ujian yang keras selama satu bulan penuh, dua belas jam atau empat belas jam dalam sehari. Dan bila kita lulus dalam ujian ini, maka dalam diri kita akan tumbuh dan berkembang kemampuan untuk menahan diri dari dosa-dosa lain, karena takut kepada Allah. Karena itu, dengan menyadari bahwa Allah Maha Mengetahui akan hal-hal yang tersembunyi, haruslah kita menahan diri untuk tidak melanggar hukumNya, walaupun dengan cara rahsia; dan dalam setiap kesempatan kita harus selalu ingat akan suatu hari di mana segala rahsia akan dibongkarkan, dan semua orang akan dibalas kebaikan dan kejahatannya, tanpa mempertimbangkan siapa dia. Inilah makna ayat:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:183)


6. Latihan kepatuhan yang lama

Selanjutnya masih ada kekhususan lain dari puasa. Puasa memaksa seseorang untuk mematuhi perintah syari'ah secara terus-menerus, tanpa berhenti, dalam jangka waktu yang lama. Lamanya waktu untuk mengerjakan solat hanyalah berlangsung beberapa menit saja. Waktu membayar zakat hanyalah sekali dalam setahun. Haji memang memerlukan waktu yang lama, tetapi hal itu hanya diwajibkan satu kali dalam seumur hidup, dan juga hanya bagi orang-orang yang kaya saja. Tetapi puasa berbeda dengan itu semua, karena, puasa adalah suatu latihan untuk mengikuti syari'at Muhammad dalam waktu satu bulan penuh dalam setahun, siang malam. Kita harus bangun pagi-pagi
sebelum fajar untuk makan sahur, berhenti makan dan minum tepat pada waktu yang tertentu, mengerjakan dan tidak mengerjakan pekerjaan ini dan itu selama siang hari, berbuka pada petang hari tepat pada waktu yang tertentu, lalu makan dan istirahat sebentar, terus cepat-cepat bergegas untuk solat tarawih. Dengan cara begini, setiap tahun dalam waktu satu bulan penuh, dari pagi sampai petang hari, dan dari petang hari sampai pagi, seorang Muslim diikat terus-menerus dengan peraturan-peraturan seperti seorang tentara dalam jawatan ketenteraan, kemudian setelah itu ia dilepaskan selama sebelas bulan untuk melaksanakan dan menunjukkan hasil-hasil yang diperolehnya selama latihan tersebut, dan bila temyata ada kekurangan dalam hasil latihannya itu, hal itu akan dapat dihilangkan dalam latihan tahun depannya.

7. Situasi lingkungan yang sangat menunjang untuk latihan

Latihan semacam ini tidaklah akan efektif bila dilakukan terhadap individu-individu secara terpisah-pisah. Dalam ketentaraan, kita lihat bahwa perbarisan tidaklah dikerjakan sendiri-sendiri oleh perajurit. Seluruh perajurit harus bangkit di saat trompet dibunyikan agar mereka terbiasa bekerja bersama-sama sebagai satu pasukan dan saling bantu membantu dalam menjalankan latihan. Apa yang kurang pada diri seorang perajurit dapat dibantu oleh perajurit yang lain. Sama halya, bulan Ramadhan telah dijadikan waktu berpuasa dan semua orang Islam telah diperintah untuk berpuasa bersama-sama. Perintah ini telah mengubah ibadat individual menjadi ibadat yang kolektif. Sebagaimana halnya satu, bila di arab dengan sepuluh ribu maka hasilnya akan menjadi sepuluh ribu,
demikian pula keuntungan moral dan spiritual dari puasa, yang dilakukan satu orang, akan menjadi sejuta kali gkita bila puasa itu dilakukan oleh sejuta orang bersama-sama. Bulan Ramadhan mengisi seluruh suasana dengan semangat kesalehan dan kebajikan. Di dalam lingkungan seluruh bangsa, kesalehan tumbuh dengan subur. Setiap orang tidak hanya mencoba untuk menghindari dosa, tapi juga berusaha membantu saudara-saudaranya yang menemui kesulitan dalam menjalankan puasanya. Setiap orang merasa malu untuk berbuat dosa dalam. berpuasa, sebaliknya semuanya terdorong untuk berbuat sesuatu kebaikan, untuk memberi makan kepada orang miskin, untuk memberi pakaian kepada yang tidak mempunyai pakaian, untuk menolong orang yang sengsara, untuk ikut serta dalam kebaikan-kebaikan yang dilakukan di mana saja, dan mencegah kejahatan yang dilakukan dengan terang-terangan. Suasana kebaikan dan kesalehan yang menyeluruh tercipta dan musim berkembangnya kegiatan bermanfaat pun datanglah, sebagaimana kita lihat pada setiap tanaman, yang tumbuh dengan suburnya di setiap puncak musimnya dan menutupi seluruh kebun dengan kelebatan dan kerimbunannya.

Karena alasan inilah Rasulullah saw mengatakan bahwa:

"Setiap perbuatan manusia memperoleh pahala dari Tuhannya. Satu perbuatan baik, diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat”.

Tetapi Allah mengatakan:

"Puasa itu khusus bagiKu, dan aku memberinya pahala sebanyak yang Aku kehendaki."

Dari hadis ini, kita ketahui bahwa semua perbuatan baik, berkembang pahalanya menurut nisbah niat serta manfaat yang dihasilkannya, tetapi semua perbuatan itu mempunyai batas pahalanya. Akan tetapi dalam hal puasa, perkembangannya tidak terbatas. Bulan Ramadhan adalah musim bagi berkembang suburnya kebaikan dan kesalehan, dan dalam musim ini tidak hanya satu, Tetapi puluhan ribu bahkan puluhan juta orang bersama-sama menyirami kebun kebajikan ini, dan karenanya kebajikan bisa berkembang tidak terbatas. Semakin banyak kita .mengerjakan perbuatan baik dengan niat yang ikhlas di dalam bulan ini, semakin besar pula berkah yang akan kita peroleh, dan meratakan berkahnya kepada saudara-saudara kita yang lain. Dan bila kita memelihara kesan-kesan bulan puasa ini selama sebelas bulan berikutnya, maka kebun kebajikan itu pun akan terus berkembang selama itu pula, dan proses perkembangan ini akan terus berlanjut tidak terbatas. Adalah salah kita sendiri, bila kita membatasinya dengan menghentikan perbuatan baik kita.

DI MANA HASIL IBADAT ITU SEKARANG?

Mendengar uraian tentang hasil-hasil puasa tersebut di atas tadi, kita tentu akan bertanya-tanya: "Di mana hasil puasa itu sekarang? Kita berpuasa, solat serta berdoa, Tetapi hasil yang kita ceritakan tadi tidaklah nampak! Saya sudah mengatakan kepada anda, sebab dari situasi ini, yakni setelah melepaskan komponen-komponen Islam satu dari yang lain, dan menggantinya dengan hal-hal yang baru dan asing bagi Islam, maka kita tidak akan bisa mengharapkan dapat memetik hasil-hasil itu, seperti apabila keseluruhan sistem Islam itu masih utuh dan belum cacat. Di samping itu, sebab yang
kedua adalah karena pandangan kita tentang "ibadat" telah berubah. Sekarang kita meyakini bahwa semata-mata menahan diri dari makan dan minum, dari pagi hingga petang, adalah "ibadat", dan karenanya kita lalu beribadat dengan fikiran dan cara yang demikian pula, kita juga hanya memandang bentuk luar dari berbagai macam penyembahan sebagai "ibadat", dan 99% atau bahkan lebih di antara kita tidak sadar akan ruh "ibadat" yang seharusnya menjiwai setiap tindakan dan perbuatan kita. Itulah sebabnya mengapa ibadat-ibadat yang kita laksanakan itu tidak menghasilkan manfaat yang sepenuhnya, karena sebenarnya dalam Islam segala sesuatu adalah tergantung pada niat, pemahaman dan wawasan (perception).




Tuesday 23 October 2018

APA SEBAB SHOLAT TIDAK MENDATANGKAN MANFAAT

Saudara-saudara sesama Muslim,

Mengapa bisa terjadi bahwa meskipun kita mengerjakan solat, namun hidup kita tidak menjadi lebih baik, akhlak kita tidak menjadi suci, kita tidak menjadi tentara Tuhan yang perkasa? Sebaliknya, orang-orang kafirlah yang menguasai kita, sedangkan kita semua berada dalam keadaan yang
sengsara dan menyedihkan. Mengapa bisa terjadi demikian?

Jawaban singkat terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah: pertama, kita pada umumnya tidak mengerjakan solat, kedua, bila kita mengerjakannya, kita tidak mengerjakannya menurut cara yang digariskan oleh Allah dan RasulNya. Karena itu kita tidak bisa mengharapkan manfaat-manfaat solat tersebut, yang bisa mengangkat derajat seorang yang beriman kepada derajat yang setinggi-tingginya. Tetapi saya tahu jawaban ini tidak akan memuaskan hati kita. Karena itu saya akan menjelaskan masalah ini secara agak terperinci kepada kita.

SEBUAH CONTOH: JAM

Kita tahu bahwa di dalam jam, yang tergantung pada tembok di depan kita itu, terdapat banyak bagian-bagian kecil yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Apabila kita memutar kuncinya, maka seluruh bagian-bagian itu akan bekerja, dan bila bagian-bagian itu bekerja, maka hasil pekerjaan itu akan nampak pada piringan jam yang putih itu, yakni kedua jarumnya akan berjalan dan memperlihatkan setiap menit dan setiap detik yang berlalu. Sekarang, marilah kita amati
baik-baik. Tujuan dibuatnya jam itu adalah agar ia dapat menunjukkan waktu' yang tepat.

Dengan mengingat tujuan ini, dipasanglah di dalamnya semua bagian-bagian yang perlu untuk bisa menunjukkan waktu yang tepat. Bagian-bagian itu dihubungkan antara satu sama lain, sehmgga bisa bergerak serentak, dan setiap bagian melakukan gerakan khusus yang harus dilakukannya untuk menunjukkan waktu yang tepat. Selanjutnya, sistem pemuutaran dibuat agar bagian-bagian mesin tersebut tidak tinggal diam saja, Tetapi terus bergerak mengulang-ulang permutarannya. Jadi, apabila semua bagian dihubungkan dengan tepat dan kuncinya diputar, maka barulah jam itu akan memenuhi tujuan untuk apa ia dibuat. 

Apabila kita tidak memutar kuncinya, maka jam itu tidak akan menunjukkan waktu yang tepat. Apabila kita memutar kuncinya tetapi tidak menurut cara yang ditentukan oleh pembuatnya, maka jam itu pun tidak akan berputar, atau kalaupun ia berputar, ia tidak akan menunjukkan waktu yang tepat. Kalau kita membuang sebagian dari mesinnya lalu memutar kuncinya, maka usaha kita itu juga akan sia-sia juga. Kalau kita menggantikan sebagian dari mesinnya dengan bagian-bagian dari mesin jahit, lalu kita memutamya, maka jam itu pun tidak akan bisa menunjukkan waktu ataupun menjahit pakaian. 

Apabila kita menempatkan semua bagian-bagian mesin di dalamnya, Tetapi hubungan hubungannya kita lepaskan, maka tidak satu bagian pun yang akan bergerak, walaupun jam itu kita putar kuncinya berkali-kali. Soalnya, walaupun semua bagian mesin jam itu ada di dalamnya, namun kehadiran mereka di situ tidaklah memenuhi tujuan dibuatnya sebuah jam, karena kita telah mengacau-balaukan susunan mereka serta hubungan mereka satu sama lain, yang akibatnya mereka tidak bisa bergerak bersama-sama. Dalam hal ini, walaupun wujud jam dan tindakan memutar kunci itu tidak ada gunanya, namun seorang pemerhati yang berada di kejauhan tidak akan bisa mengatakan bahwa jam itu bukanlah jam atau bahwa kita tidak memutar kuncinya. Ia akan mengatakan bahwa bentuk benda yang ada di tangan kita itu memang adalah jam dan ia pasti mengira bahwa jam itu masih berguna. Sama halnya, apabila dari jauh ia melihat kita memutar kuncinya, maka ia akan menganggap kita memang berusaha sungguh-sungguh untuk membuat jam itu berfungsi sebagaimana mestinya. Namun bagaimana usaha itu bisa mendatangkan hasil, kalau jam itu sendiri hanya nampaknya saja masih berupa jam, padahal sebenarnya sudah kehilangan sifatnya?

TUJUAN DIBENTUKNYA UMMAT ISLAM

Dari contoh yang saya sebutkan di atas tadi, kita bisa memahami situasi dunia Islam sekarang ini. Kita bisa menilai Islam berdasarkan analogi jam tadi. Tujuan jam tadi diciptakan adalah untuk menunjukkan waktu yang tepat, maka sama halnya dengan jam tersebut, tujuan Islam adalah untuk menjadikan kaum Muslimin di dunia ini sebagai wakil Allah, sebagai saksi Tuhan terhadap ummat manusia, dan sebagai penjunjung panji-panji kebenaran di dunia ini. Kita sendiri harus mengikuti perintah-perintah Allah, memastikan berlakunya perintah-perintah tersebut kepada semua manusia dan membuat mereka tunduk kepada hukum Allah. Tujuan ini telah dinyatakan dengan jelas dalam al-Qur'an:

"Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..."(Al-Qur'an, Ali 'Imran, 3:110)

"Demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia..."(Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:143)

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi..."
(Al-Qur'an, an-Nur, 24:55)

"Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah..." (Al-Qur'an, al-Anfal, 8:39)


AJARAN ISLAM SALING BERKAITAN SEPERTI BAGIAN-BAGIAN MESIN JAM


Dalam Islam, semua ajaran-ajaran seperti halnya bagian-bagian mesin jam telah digabungkan sedemikian rupa sesuai dengan keperluan yang semestinya, demi untuk mencapai tujuan pembentukan ummat Islam. Kepercayaan terhadap agama, prinsip prinsip moral, peraturan-peraturan untuk urusan keduniaan, hak-hak Allah, hak-hak manusia, hak-hak perseorangan, hak-hak segala sesuatu di dunia, peraturan-peraturan mencari penghidupan dan membelanjakan harta, hukum perang dan damai, undang-undang pemerintahan dan cara mematuhi pemerintah Islam semua ini adalah sama dengan bagian-bagian dari suatu jam yang saling berkaitan satu sama lain dalam suatu rangkaian yang padu, sehingga begitu kunci diputar, maka setiap bagian akan berputar dan menjalankan fungsinya masing-masing. Dan hasilnya, kekuasaan ummat Islam dan hukum Tuhan akan tertegak di atas dunia ini, dan akan hidup terus-menerus menampakkan dirinya, sebagaimana hasil putaran kunci pada sebuah jam. Untuk memasang sebuah jam dari pelbagai bagian komponen yang berbeda-beda itu, diperlukan beberapa mur dan baud serta potongan-potongan logam yang kecil. Demikian pula halnya Islam, Islam harus memasang komponen itu menurut urutan dan susunan yang tepat, yang dinamakan nizam al-jama’ah. Di kalangan ummat Islam harus ada seorang pemimpin yang mempunyai pengetahuan yang tepat tentang Islam, memiliki kesalehan yang tinggi serta otak yang cemerlang, dan seluruh ummat harus bersama-sama membantu dan mentaati perintahnya.

Dengan kekuatan Seluruh ummat, ia harus memastikan berlakunya hukum-hukum Islam dan mencegah orang dari melanggarnya. Dengan cara begini, ketika semua bagian-bagian ajaran Islam telah terpasang dengan susunan yang tepat dan padu, maka untuk menggerakkan ajaran-ajaran tersebut dan membuatnya tetap berjalan, diperlukan pemutar kunci. Dalam hal ini dilakukan oleh solat yang dikerjakan lima kali sehari. Kemudian diperlukan pula alat untuk membersihkan "jam" Islam ini, dan untuk tujuan ini, puasa merupakan pembersih yang dilakukan selama sebulan penuh, yaitu pada bulan Ramadhan. Selanjutnya, "jam" ini juga perlu diminyaki. Zakat adalah minyak yang digosokkan pada komponennya sekali setahun. Minyak ini tidak diambil dari luar, Tetapi komponen-
komponen itu sendiri yang harus mengeluarkannya; dan setelah komponen-komponen itu diminyaki, maka jam ini akan berputar dengan lancar. Di samping itu, jam ini perlu diperbaiki secara keseluruhannya. Haji adalah pekerjaan yang seperti ini yang harus dikerjakan sekurang-kurangnya sekali dalam seumur hidup. Jika sering dikerjakan, maka semakin baik.

MENGUMPULKAN KOMPONEN YANG TIDAK ADA HUBUNGANNYA ADALAH TIDAK BERGUNA

Sekarang kita mesti memperhatikan bahwa proses pemutaran kunci, pembersihan, peminyakan dan pembaikan keseluruhan ini hanyalah berguna, kalau semua komponen jam itu ada dalam badanya. Atau kalau setiap komponen dikaitkan dengan komponen-komponen yang lain sesuai dengan susunan seperti yang sudah ditentukan oleh tukang pembuat jam itu, semuanya disesuaikan sedemikian rupa, sehingga ketika kunci diputar, komponen-komponen itu berputar dan memperlihatkan hasilnya. Akan. tetapi dalam tubuh kaum Muslimin sekarang ini, situasinya tidaklah demikian halnya. Pertama-tama, nizam al-jama’ah yang merupakan wadah ajaran-ajaran Islam itu sendiri sudah tidak ada. Akibatnya, semua komponen Islam jadi bercerai berai dan terlepas dari kaitannya satu sama lain. 

Sekarang ini, setiap orang melakukan apa saja yang disukainya sendiri. Tidak ada orang lain yang mempersoalkannya. Setiap orang bebas berdiri sendiri. Kalau mau, boleh mengikuti hukum Islam; kalau mau, boleh tidak. Tidak cuma begini saja, banyak orang Islam telah mencabut komponen-komponen "jam" Islam, dan menggantikannya dengan komponen mesin apa saja yang disukainya. Seorang menggantikan satu komponennya dengan komponen mesin jahit yang disenanginya, seorang lagi memasang komponen basikal yang sangat disukainya, sedang yang lain memasukkan komponen pesawat radio yang dikaguminya, dan mereka semua memasukkan barang-barang itu ke dalam kerangka "jam" Islam itu. Analogi ini tepat sekali, karena kita sebagai orang-orang Islam melakukan perniagaan dengan riba, mengasuransikan jiwa kita kepada perusahaan asuransi, terlibat dalam sidang-sidang pengadilan yang memutar-balikan hukum, menyatakan kesetiaan dan mengabdikan diri kepada kekufuran. Puteri-puteri dan saudara-saudara perempuan kita, kita kawinkan dengan orang-orang kafir dan musyrik, anak-anak kita dididik dengan ajaran-ajaran materialistik. Sambil menyanyikan puji-pujian kepada kapitalisme, kita juga mempraktikkan ajaran-ajaran Hindu dan Buddha. Pendeknya, tidak ada satu ajaran yang bukan Islam pun yang tidak dimasukkan ummat Islam itu sendiri ke dalam kerangka ajaran Islam.

ORANG-ORANG YANG MENGINGINKAN KEAJAIBAN

Setelah melakukan itu semua, kita mengharapkan "jam" Islam ini berputar di saat kita memutar kuncinya dan memperlihatkan hasilnya juga. Dengan pembersihan, peminyakan serta pembaikan kesuluruhan yang palsu, kita mengharapkan hasil yang diperoleh seperti pada proses yang sebenarnya. Dengan sedikit pengartian saja kita akan memahami bahwa dalam keadaan di mana kita sudah merendahkan nilai sebuah jam menjadi barang yang tidak berguna, tidak ada hasil apa pun yang akan dapat diperoleh, biarpun kita memutar kuncinya, meminyaki dan membaikinya seribu kali. Selama kita belum .menyangkirkan komponen asing itu dan menggantikannya dengan yang asli, dan
memasangnya dengan susunan yang sama dengan susunan yang asal kita tidak akan boleh mengharapkan hasil yang dahulu pemah diperlihatkan oleh "jam" Islam ini.

MENGAPA AMALAN-AMALAN KEAGAMAAN TIDAK MENGHASILKAN APA-APA?

Fahamilah bahwa keadaan yang tersebut di atas itulah, sebab yang sebenarnya, mengapa solat, puasa, zakat dan haji kita tidak menghasilkan apa-apa. Pertama-tama, sedikit sekali dari kita semua yang mengerjakan solat, puasa, memberikan zakat dan mengerjakan haji. Disebabkan karena kerusakan nizam al-jama’ah, setiap orang telah menjadi terpisah sendirian. Apakah ia mengerjakan kewajiban-kewajiban itu, atau tidak, tidak seorang pun yang menanyakan kepadanya. Tidak pula orang-orang yang menjalankan kewajiban-kewajiban tersebut mengerjakannya dengan cara yang digariskan. Mereka tidak mengerjakan solat berjama’ah secara teratur dan terus-menerus. Jika adapun perlaksanaan solat berjama’ah yang terus-menerus, maka yang diangkat menjadi imam adalah orang yang tidak mempunyai keahlihan apa pun untuk mencari penghidupan, ia hidup dari sedekah yang diberikan ke masjid, ia tidak berpendidikan dan tidak berkompeten, ia senantiasa menderita tekanan batin. Seperti itukah imam solat yang dibebani kewajiban oleh Allah untuk menjadikan kita semua khalifah-khalifahNya di muka bumi!

Demikian pula keadaan puasa, zakat dan haji adalah sedemikian rupa, hingga tidak perlu dijelaskan lagi. Walaupun dengan adanya kenyataan-kenyataan ini namun kita mungkin masih bersikap keras menyatakan bahwa masih banyak orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban beragama sesuai dengan yang digariskan. Tetapi, seperti yang telah saya nyatakan, apabila keadaannya adalah sedemikian rupa bahwa komponen jam itu telah dilepaskan dari hubungannya antara satu sama lain, dan banyak daripadanya yang telah digantikan dengan komponen mesin lain, maka tidak ada gunanya kita membersihkannya, meminyakinya dan memutar kuncinya. Sudah tentu dari jauh ia masih kelihatan seperti sebuah jam, dan seorang pemerhati masih akan mengatakan: "Ini adalah Islam dan kita adalah orang-orang Muslim". Apabila kita memutar kuncinya dan membersihkannya, seorang pemerhati dari jauh akan mengira bahwa kita sedang melakukan pekerjaan yang memang berguna. Tidak seorang pun yang akan mengingkari bahwa kita semua memang mengerjakan solat dan puasa,
Tetapi tidak seorang pula yang akan tahu bahwa di dalam kerangka agama ini keadaannya telah kacau-balau.

KEADAAN KITA YANG MENYEDIHKAN

Saudara-saudara sesama Muslim

Saya telah menerangkan kepada anda sebab-sebab yang sebenarnya, mengapa amalan-amalan keagamaan kita sekarang ini tidak menghasilkan apa-apa, dan mengapa, walaupun kita mengerjakan solat dan puasa, namun kita masih tetap berada dalam cengkaman orang kafir dan menjadi mangsa yang mudah bagi setiap penindas, bukannya menjadi khalifah Tuhan yang mulia. Tetapi bila kita tidak mau menerima kenyataan ini, saya akan memperlihatkan kepada andadf suatu kenyataan yang lebih sangat menyedihkan lagi. Tidak syak lagi, kita pasti menyesali hakikat yang saya nyatakan tadi dan merasakan kepahitannya, tetapi dari seribu orang kaum Muslimin, sembilan ratus sembilan puluh di antaranya, bahkan lebih, tidaklah bersedia untuk mengubah keadaannya melalui pengobatan yang semestinya. Mereka tidak tahan melihat perombakan kembali "jam" Islam ini, yang telah diporak-perkitakan dan dikerumuni oleh komponen yang tidak karuan oleh setiap orang, karena bila perombakan ini dilakukan maka benda-benda kesayangan mereka yang ada di dalamnya pasti terpaksa dikeluarkan. Tidak mungkin bahwa barang kepunyaan orang lain saja yang perlu disingkirkan, sedang benda yang kita senangi tetap dibiarkan saja. Begitu juga bila komponen campuran yang kita masukkan harus dikeluarkan, maka kepunyaan orang lain juga mesti dikeluarkan. Dan ini adalah suatu hal yang sukar untuk ditoleransi oleh kebanyakan orang dengan senang hati.

Itulah sebabnya mengapa mereka semua ingin agar jam ini tetap dibiarkan begitu saja sebagai suatu hiasan dinding yang diperlihatkan kepada orang lain dan dikatakan sebagai sumber mu'jizat. Orang-orang yang mempunyai harapan baik yang lebih besar terhadap jam ini, daripada orang lain, akan suka sekali memutar kuncinya berulang-ulang dan dengan penuh semangat serta membersihkannya dalam keadaan yang sia-sia seperti itu, tetapi mereka juga tidak akan membiarkan komponennya dibereskan dan dipasang terpadu, dan tidak pula mereka menginginkan agar komponen campurannya dibuang.

Saudara-saudara, saya mengharapkan agar saya dapat menyertai anda dalam sikap seperti itu, tetapi saya tidak dapat berbuat demikian karena saya tidak dapat mengabaikan pengetahuan saya. Saya percaya bahwa, apabila kita memikirkan hakikat keadaan ummat Islam yang menyedihkan seperti tersebut di atas, walaupun sekiranya di samping solat lima waktu kita juga mengerjakan solat tahajjud, Isyrak dan solat khusus, membaca Qur'an lima jam sehari, serta berpuasa sunat lima bulan setengah di samping puasa wajib di bulan Ramadhan, semua yang kita kerjakan itu tidak akan ada manfaatnya. Yang mesti kita mengerti ialah bahwa hanya setelah komponen-komponen jam Islam itu
dipasang dengan betul dan terpadu, barulah dapat diputar kuncinya, dan dengan pembersihan dan peminyakan sedikit saja pun ia akan dapat berputar dengan lancar dan memperlihatkan hasil yang dikehendaki. Kalau tidak, sekalipun kita putar kuncinya seumur hidup kita, jam itu tetap tidak akan bisa berputar.