Wednesday 24 October 2018

PUASA DIWAJIBKAN KEPADA SETIAP UMAT

Saudara-saudara sesama Muslim,

Ibadat kedua yang diwajibkan kepada kita oleh Allah ialah puasa. Puasa berarti berhenti dari makan, minum dan hubungan seks pada waktu siang hari. Sebagaimana halnya solat, ibadat ini juga diwajibkan dalam syari'ah kepada semua rasul-rasul. Semua ummat yang telah lalu juga berpuasa seperti halnya ummat Muhammad saw. Tetapi mengenai peraturan-peraturan dalam menjalankannya, jumlah dan jangka masa untuk berpuasa terdapat perbedaan di antara berbagai syari'ah. Bahkan sampai hari ini, kita lihat bahwa puasa tetap dilaksanakan dalam kebanyakan agama dalam suatu bentuk, walaupun para penganutnya telah mengubah bentuknya dengan menambahnya dengan hal-hal ciptaan mereka sendiri. Dalam al-Qur'an telah dinyatakan:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:183)

Dari ayat ini jelas bahwa semua syari'ah yang dikirimkan oleh Allah tidaklah kosong dari kewajiban ibadat puasa ini.

MENGAPA PUASA DIWAJIBKAN?

Marilah kita renungkan apakah kepentingan puasa, hingga Allah mewajibkannya kepada setiap ummat di setiap masa:

1. Tujuan penghambaan seumur hidup kepada Allah

Sudah berkali-kali saya terangkan kepada anda bahwa tujuan Islam yang sebenamya adalah menjadikan seluruh kehidupan manusia menjadi ibadat kepada Allah. Manusia dilahirkan sebagai budak Tuhan, dan perbudakan, yakni penghambaan kepada Tuhan, telah terkandung dalam wataknya yang asli. Karena itu, manusia tidak boleh bebas sedikit pun dari 'ibadat, penghambaan kepada Tuhan dalam fikiran, perkataan dan perbuatan.

Dalam setiap tingkah laku hidupnya manusia harus memeriksa jalan mana yang harus ditempuhnya untuk memperoleh ridha Tuhan, dan jalan mana yang harus dijauhinya agar tidak terkena murka dan kutukanNya. Dengan demikian, prinsip yang harus dipegang oleh seorang Muslim adalah mengikuti jalan yang menuju ridha Allah dan menjauhi jalan yang menuju kemurkaanNya. Seorang Muslim haruslah menempuh cara yang disetujui Allah dan menjauhi cara-cara yang tidak diperkenankanNya. Apabila seluruh hidupnya telah diwarnai dengan warna yang demikian, barulah ia dianggap telah melaksanakan kewajiban penghambaannya kepada Junjungannya dan memenuhi tujuan yang terkandung dalam ayat,

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu".
(Al-Qur'an, adz-Dzariyat,51:56)

2. 'Ibadat: latihan penghambaan

Saya telah menyatakan hal ini sebelumnya, bahwa tujuan yang sebenarnya dari kewajiban-kewajiban agama, seperti solat, haji, puasa, dan zakat yang telah diwajibkan kepada kita, adalah untuk melatih kita untuk menjalankan 'ibadat yang besar. Bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah wajib, tidak berarti apabila kita telah mengerjakan ruku’ dan sujud lima kali sehari, telah menanggung lapar dan haus dari fajar hingga matahari terbenam selama tiga puluh hari di bulan Ramadhan, dan, bila kita kaya, telah memberikan zakat dan menunaikan haji sekali dalam hidup kita telah selesai menunaikan kewajiban kita kepada Allah. Dan juga tidak berarti bahwa setelah melakukan itu semua kita lalu bebas dari penghambaan kepada Allah dan boleh berbuat apa saja yang kita sukai. Padahal, sesungguhnya tujuan yang dasar diwajibkannya kewajiban-kewajiban agama tersebut adalah untuk melatih kita dengan cara yang sedemikian rupa, agar kelak kita mampu mengubah seluruh hidup kita menjadi suatu "ibadat" yang tetap teratur kepada Allah. Nah, marilah sekarang, dengan mengingat tujuan ini, kita lihat bagaiman puasa mempersiapkan manusia untuk melaksanakan "ibadat" yang full-time ini.

3. Puasa adalah "ibadat yang tersembunyi"

Semua kewajiban agama, selain puasa, dilaksanakan dengan suatu perbuatan atau gerakan lahiriyah yang tertentu, yang bisa dilihat oleh mata. Misalnya, dalam solat, ketika duduk, berdiri, ruku' dan sujud, setiap orang bisa melihatnya; dalam haji, orang bepergian jauh bersama-sama dengan puluhan ribu orang lain, orang yang lainnya dapat menyaksikannya. Semua amalan-amalan keagamaan ini tidak dapat disembunyikan. Apabila kita mengerjakannya, orang lain pasti akan tahu; juga bila kita tidak mengerjakannya di depan orang-orang lain, mereka pun akan tahu juga bahwa kita tidak mengerjakannya. Puasa berbeda dengan ini, karena puasa adalah "ibadat" yang tidak nampak secara nyata. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui saja yang tahu bahwa seseorang berpuasa atau tidak. Seseorang mungkin saja ikut sahur bersama-sama orang-orang lain dan tidak makan serta tidak minum apa pun dengan terang-terangan sampai tibanya waktu berbuka, Tetapi apabila dengan diam-diam ia makan atau minum sebelum waktu berbuka, hanya Allah lah yang mengetahui bahwa ia tidak berpuasa. Sedangkan orang lain akan mengira bahwa ia berpuasa, padahal sebenarnya tidak.

4. Puasa: Tes kekuatan iman

Ingat-ingatlah kedudukan puasa dalam fikiran kita, dan renungkanlah betapa kuatnya iman orang yang berpuasa kepada Allah yang Maha Mengetahui akan hal yang ghaib. Ia benar-benar berpuasa, ia tidak makan atau minum apa pun secara sembunyi-sembunyi sebelum waktu berbuka. Dalam cuaca dan musim panas yang keras sekalipun, atau ketika kerongkong mengering karena terasa amat haus, ia tidak minum air setetes pun. Dalam keadaan lapar yang sangat, atau ketika hidup seolah-olah mati layu, ia tidak terfikir untuk makan sedikit pun! Lihatlah betapa kuat keyakinannya bahwa tidak ada satu pun perbuatannya yang tersembunyi dari mata Allah, walaupun mungkin dapat disembunyikan dari seluruh mata dunia! Betapa hatinya dipenuhi rasa takut kepada Allah, sehingga ia mau menghadapi bahaya mati kelaparan demi menjalankan perintah Tuhannya itu, dan tidak mau melakukan sesuatu pun yang dapat membatalkan puasanya!

Betapa dalam keyakinannya akan pahala dan hukuman di akhirat nanti, sehingga selama satu bulan penuh ia berpuasa, dan tidak pernah sedetik pun keraguan akan hidup sesudah mati memasuki hatinya! Sekiranya ia punya keraguan tentang hidup yang akan datang, di mana pahala dan hukuman akan diberikan, pasti ia tidak akan dapat menyelesaikan puasanya. Apabila keraguan timbul, akan sulit bagi seseorang untuk tetap berpegang kepada niatnya untuk tidak makan dan minum apa pun selama menjalankan puasanya.

5. Latihan terus-menerus sebulan penuh

Dengan cara begini, Allah menguji iman seorang Muslim selama sebulan penuh, dalam satu tahun, dan bila ia lulus dalam ujian ini, maka imannya akan menjadi lebih kuat. Jadi, puasa adalah sekaligus cobaan dan latihan. Apabila kita mempercayakan sesuatu kepada seseorang, maka seolah-olah kita menguji kejujurannya. Apabila ia terbukti lulus dalam ujiannya dan tidak mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya, maka kekuatannya untuk menanggung beban amanat akan menjadi lebih kuat, dan ia akan menjadi lebih layak untuk memikul amanat. Sama halnya, Allah menguji iman kita dengan ujian yang keras selama satu bulan penuh, dua belas jam atau empat belas jam dalam sehari. Dan bila kita lulus dalam ujian ini, maka dalam diri kita akan tumbuh dan berkembang kemampuan untuk menahan diri dari dosa-dosa lain, karena takut kepada Allah. Karena itu, dengan menyadari bahwa Allah Maha Mengetahui akan hal-hal yang tersembunyi, haruslah kita menahan diri untuk tidak melanggar hukumNya, walaupun dengan cara rahsia; dan dalam setiap kesempatan kita harus selalu ingat akan suatu hari di mana segala rahsia akan dibongkarkan, dan semua orang akan dibalas kebaikan dan kejahatannya, tanpa mempertimbangkan siapa dia. Inilah makna ayat:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:183)


6. Latihan kepatuhan yang lama

Selanjutnya masih ada kekhususan lain dari puasa. Puasa memaksa seseorang untuk mematuhi perintah syari'ah secara terus-menerus, tanpa berhenti, dalam jangka waktu yang lama. Lamanya waktu untuk mengerjakan solat hanyalah berlangsung beberapa menit saja. Waktu membayar zakat hanyalah sekali dalam setahun. Haji memang memerlukan waktu yang lama, tetapi hal itu hanya diwajibkan satu kali dalam seumur hidup, dan juga hanya bagi orang-orang yang kaya saja. Tetapi puasa berbeda dengan itu semua, karena, puasa adalah suatu latihan untuk mengikuti syari'at Muhammad dalam waktu satu bulan penuh dalam setahun, siang malam. Kita harus bangun pagi-pagi
sebelum fajar untuk makan sahur, berhenti makan dan minum tepat pada waktu yang tertentu, mengerjakan dan tidak mengerjakan pekerjaan ini dan itu selama siang hari, berbuka pada petang hari tepat pada waktu yang tertentu, lalu makan dan istirahat sebentar, terus cepat-cepat bergegas untuk solat tarawih. Dengan cara begini, setiap tahun dalam waktu satu bulan penuh, dari pagi sampai petang hari, dan dari petang hari sampai pagi, seorang Muslim diikat terus-menerus dengan peraturan-peraturan seperti seorang tentara dalam jawatan ketenteraan, kemudian setelah itu ia dilepaskan selama sebelas bulan untuk melaksanakan dan menunjukkan hasil-hasil yang diperolehnya selama latihan tersebut, dan bila temyata ada kekurangan dalam hasil latihannya itu, hal itu akan dapat dihilangkan dalam latihan tahun depannya.

7. Situasi lingkungan yang sangat menunjang untuk latihan

Latihan semacam ini tidaklah akan efektif bila dilakukan terhadap individu-individu secara terpisah-pisah. Dalam ketentaraan, kita lihat bahwa perbarisan tidaklah dikerjakan sendiri-sendiri oleh perajurit. Seluruh perajurit harus bangkit di saat trompet dibunyikan agar mereka terbiasa bekerja bersama-sama sebagai satu pasukan dan saling bantu membantu dalam menjalankan latihan. Apa yang kurang pada diri seorang perajurit dapat dibantu oleh perajurit yang lain. Sama halya, bulan Ramadhan telah dijadikan waktu berpuasa dan semua orang Islam telah diperintah untuk berpuasa bersama-sama. Perintah ini telah mengubah ibadat individual menjadi ibadat yang kolektif. Sebagaimana halnya satu, bila di arab dengan sepuluh ribu maka hasilnya akan menjadi sepuluh ribu,
demikian pula keuntungan moral dan spiritual dari puasa, yang dilakukan satu orang, akan menjadi sejuta kali gkita bila puasa itu dilakukan oleh sejuta orang bersama-sama. Bulan Ramadhan mengisi seluruh suasana dengan semangat kesalehan dan kebajikan. Di dalam lingkungan seluruh bangsa, kesalehan tumbuh dengan subur. Setiap orang tidak hanya mencoba untuk menghindari dosa, tapi juga berusaha membantu saudara-saudaranya yang menemui kesulitan dalam menjalankan puasanya. Setiap orang merasa malu untuk berbuat dosa dalam. berpuasa, sebaliknya semuanya terdorong untuk berbuat sesuatu kebaikan, untuk memberi makan kepada orang miskin, untuk memberi pakaian kepada yang tidak mempunyai pakaian, untuk menolong orang yang sengsara, untuk ikut serta dalam kebaikan-kebaikan yang dilakukan di mana saja, dan mencegah kejahatan yang dilakukan dengan terang-terangan. Suasana kebaikan dan kesalehan yang menyeluruh tercipta dan musim berkembangnya kegiatan bermanfaat pun datanglah, sebagaimana kita lihat pada setiap tanaman, yang tumbuh dengan suburnya di setiap puncak musimnya dan menutupi seluruh kebun dengan kelebatan dan kerimbunannya.

Karena alasan inilah Rasulullah saw mengatakan bahwa:

"Setiap perbuatan manusia memperoleh pahala dari Tuhannya. Satu perbuatan baik, diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat”.

Tetapi Allah mengatakan:

"Puasa itu khusus bagiKu, dan aku memberinya pahala sebanyak yang Aku kehendaki."

Dari hadis ini, kita ketahui bahwa semua perbuatan baik, berkembang pahalanya menurut nisbah niat serta manfaat yang dihasilkannya, tetapi semua perbuatan itu mempunyai batas pahalanya. Akan tetapi dalam hal puasa, perkembangannya tidak terbatas. Bulan Ramadhan adalah musim bagi berkembang suburnya kebaikan dan kesalehan, dan dalam musim ini tidak hanya satu, Tetapi puluhan ribu bahkan puluhan juta orang bersama-sama menyirami kebun kebajikan ini, dan karenanya kebajikan bisa berkembang tidak terbatas. Semakin banyak kita .mengerjakan perbuatan baik dengan niat yang ikhlas di dalam bulan ini, semakin besar pula berkah yang akan kita peroleh, dan meratakan berkahnya kepada saudara-saudara kita yang lain. Dan bila kita memelihara kesan-kesan bulan puasa ini selama sebelas bulan berikutnya, maka kebun kebajikan itu pun akan terus berkembang selama itu pula, dan proses perkembangan ini akan terus berlanjut tidak terbatas. Adalah salah kita sendiri, bila kita membatasinya dengan menghentikan perbuatan baik kita.

DI MANA HASIL IBADAT ITU SEKARANG?

Mendengar uraian tentang hasil-hasil puasa tersebut di atas tadi, kita tentu akan bertanya-tanya: "Di mana hasil puasa itu sekarang? Kita berpuasa, solat serta berdoa, Tetapi hasil yang kita ceritakan tadi tidaklah nampak! Saya sudah mengatakan kepada anda, sebab dari situasi ini, yakni setelah melepaskan komponen-komponen Islam satu dari yang lain, dan menggantinya dengan hal-hal yang baru dan asing bagi Islam, maka kita tidak akan bisa mengharapkan dapat memetik hasil-hasil itu, seperti apabila keseluruhan sistem Islam itu masih utuh dan belum cacat. Di samping itu, sebab yang
kedua adalah karena pandangan kita tentang "ibadat" telah berubah. Sekarang kita meyakini bahwa semata-mata menahan diri dari makan dan minum, dari pagi hingga petang, adalah "ibadat", dan karenanya kita lalu beribadat dengan fikiran dan cara yang demikian pula, kita juga hanya memandang bentuk luar dari berbagai macam penyembahan sebagai "ibadat", dan 99% atau bahkan lebih di antara kita tidak sadar akan ruh "ibadat" yang seharusnya menjiwai setiap tindakan dan perbuatan kita. Itulah sebabnya mengapa ibadat-ibadat yang kita laksanakan itu tidak menghasilkan manfaat yang sepenuhnya, karena sebenarnya dalam Islam segala sesuatu adalah tergantung pada niat, pemahaman dan wawasan (perception).




No comments:

Post a Comment