Friday 23 May 2014

KEPADA APA KAMI MENYERU MANUSIA (4)

MIMPI KEMARIN ADALAH KENYATAN HARI INI

Ungkapan di atas sebenarnya sudah sering didengar oleh kaum Muslimin sejak lama. Begitu seringnya sehingga mungkin ia sudah terasa samar dan absurd. Bahkan ada yang sampai mengatakan, "Mengapa masih ada kelompok baru yang mengungkap kembali idealisme ini. Idealisme yang terbukti tak pernah bisa menjadi kenyataan? Mengapa mereka masih saja berenang di lautan mimpi-mimpi?" Tenanglah wahai saudaraku seiman. Apa yang hari ini tampak samar dan absurd bagi kalian, justru merupakan aksioma yang begitu dekat dengan realita bagi pendahulu-pendahulu kalian. Sungguh, jihad apa pun yang kalian lakukan takkan pernah membuahkan hasil selama ia belum menjadi demikian pada diri kalian. Percayalah padaku, para pendahulu itu telah memahami Al-Qur'an sejak pertama kali ia diturunkan kepada mereka, dan mereka membacanya; sesuatu yang kini kami ceritakan kepada kalian. Saya ingin menegaskan, bahwa Ikhwanul Muslimin hidup dengan aqidah mereka, mengharapkan kebaikan yang banyak dari aqidah itu, rela mati karenanya, dan hanya di sana mereka menemukan segala impian jiwa mereka akan kesenangan, kebahagiaan, kebenaran dan keindahan.

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (AI-Hadid: 16)

Saudaraku, bila kini kalian setuju dengan kami atas prinsip ini, maka ketahuilah bahwa afiliasi (penisbatan nasab) kalian kepada Allah swt. mengharuskan kalian untuk memperhitungkan misi yang dibebankan di atas pundak kalian, bekerja dengan sungguh-sungguh dan berkorban sepenuh hati demi menegakkan misi itu. Nah, maukah kalian melakukan yang demikian itu?

MISI SANG MUSLIM

Allah swt. telah menyimpulkan misi seorang Muslim yang benar dalam satu ayat Al-Qur'an. Kemudian Al-Our'an menyebutnya lagi secara berulang-ulang dalam beberapa ayat. Ayat yang mengisyaratkan tentang misi seorang Muslim dalam hidup adalah :

 "Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu dijalan Allah dengan sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusa, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu kepada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong."
(AI-Hajj: 77-78)

Alangkah jelas pernyataan itu, tak ada kesamaran yang tersisa padanya. Alangkah terang pernyataan itu, seterang fajar, sebenderang cahaya siang. Ia memenuhi ruang pendengaran dan menyusup ke dalam relung hati, tanpa ada yang bisa menghalangi. Demi Allah, sungguh pernyataan itu menyimpan kelezatan yang teramat manis. Belum pernahkah kaum muslimin mendengar panggilan itu, sebelumnya? Atau apakah mereka
telah mendengarnya, tapi ada kunci-kunci yang menutupi ruang hati mereka, hingga mereka tak lagi bisa merenungi, memahami dan menyadarinya? Di sini Allah memerintahkan mereka melakukan ruku' dan sujud serta mendirikan shalat; intisari ibadah, tiang Islam dan simbolnya yang paling menonjol. Allah juga memerintahkan mereka untuk menyembah-Nya dan tidak menjadikan sesuatu pun sebagai sekutu bagi-Nya. Allah juga memerintahkan mereka melakukan kebajikan sepanjang kemampuan mereka. yang dengan itu, secara. otomatis Allah sesungguhnya juga hendak melarang mereka dari melakukan kejahatan. Karena sesungguhnya kebajikan pertama itu adalah meninggalkan kejahatan. Alangkah sederhana, alangkah tepat, alangkah bersahajanya! Di atas semua itu, Allah kelak akan memberikan keselamatan dan kemenangan. Itulah misi individu bagi setiap Muslim; ia harus melaksanakannya baik secara pribadi maupun bersama kelompok.

HAK KEMANUSIAAN

Setelah itu Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, dengan jalan menyebarkan dakwah Islam kepada segenap umat manusia. Bila mereka enggan menerima dakwah Islam dan bersikap tiran serta zalim, maka kita diperintahkan menyebarkan dakwah itu dengan pedang. Dengarlah senandung para penyair :

Kalau manusia menolak hujjah dan bersikap tiran, Perang lebih baik bagi dunia dari perdamaian

MENJAGA KEBENARAN DENGAN KEKUATAN

Alangkah bijak orang yang pernah mengatakan ini, "Kekuatan adalah jalan yang paling aman untuk memunculkan kebenaran. Sungguh suatu keindahan yang sempurna bila suatu saat kekuatan bisa berjalan beriringan dengan kebenaran." Selain menjaga warisan dan tempat-tempat suci Islam, jihad menyebarkan dakwah Islam adalah suatu kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada kaum Muslimin. Kewajiban ini bobotnya sama besar dengan shalat, puasa, zakat, haji, berbuat kebajikan dan meninggalkan kejahatan. Allah mewajibkan hal itu kepada kaum muslimin, dan tidak memaafkan seorang pun -yang memiliki kekuatan dan kemampuan- kalau dia sampai meninggalkannya. Dengarlah, betapa kuat ayat berikut ini menegur dan menasihati,

"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (At-Taubah: 41)

Setelah itu Allah menjelaskan rahasia dan hikmah di balik perintah ini. Allah swt. menjelaskan bahwa Ia telah memilih mereka (orang-orang mukmin) untuk menjadi pemimpin bagi hamba-hamba-Nya, sebagai penjaga syariat-Nya, khalifah di muka bumi-Nya, dan sebagai pewaris dakwah Rasul-Nya. Untuk itulah Allah menurunkan agama, merinci syariat, memudahkan hukum dan menjadikannya senantiasa sesuai dengan setiap
zaman dan tempat, sehingga dunia dapat menerimanya dan manusia dapat menemukan segala impiannya dalam ajaran itu. Allah berfirman :

"Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu jadi saksi atas kamu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia." (Al-Hajj. 78)

Itulah misi sosial yang dibebankan kepada kaum Muslimin; yaitu hendaklah mereka menjadi satu barisan, satu kekuatan, dan menjadi pasukan pembebas yang akan menyelamatkan kemanusiaan dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus.

RAHIB DI MALAM HARI, DAN PENUNGGANG KUDA DI SIANG HARI

Allah juga menjelaskan tentang hubungan antara kewajiban-kewajiban individu semacam shalat dan puasa- dengan kewajiban-kewajiban sosial; bahwa kewajiban pertama adalah sarana menuju terlaksananya kewajiban kedua, dan bahwa aqidah yang benar adalah dasar bagi keduanya. Maka seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial. juga sebaliknya, seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban sosial dengan
alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan berhubungan dengan Allah swt. Sungguh suatu formula kebijakan yang seimbang dan sempurna.

"Dan siapakah yang lebih perkataannya dari perkataan Allah." Wahai kaum muslimin, beribadah kepada Tuhan, berjihad menegakkan agama dan meninggikan-Nya adalah misi kalian dalam kehidupan ini. Jika kalian melaksanakannya dengan baik, niscaya kalian akan memperoleh kemenangan. Tapi jika kalian hanya
melaksanakan sebagiannya atau bahkan melalaikan semuanya, maka biarlah kubacakan ayat berikut ini,

"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya." (Al-Mukminun: 115-116).

Sebagai wujud kepahaman terhadap makna yang diisyaratkan oleh ayat di atas, para sahabat Rasulullah saw. sebagai generasi pilihan Allah- tampil dengan julukan, "Layaknya Rahib-rahib di malam hari, dan penunggang kuda di siang hari." Ketika malam tiba, mereka berdiri di mihrab, hingga larut dalam kekhusukan shalatnya, menggeleng-gelengkan kepala dan menangis tersedu oleh dzikir panjang, seraya bergumam, "Wahai dunia, bukan aku orang yang bisa kau tipu. "Namun, begitu fajar menyingsing dan hari beranjak siang, gaung jihad menggema menyeru para mujahidin, niscaya kau lihat mereka segera melompat ke atas punggung-punggung
kudanya sembari meneriakkan syi'ar-syi'ar kebenaran dengan lantang, sehingga menembus segenap penjuru buana.

Demi Allah, apakah gerangan di balik keserasian yang ajaib, keharmonisan yang sempurna, perpaduan yang spektakuler antara urusan dunia berikut segala pernik perniknya dengan urusan akhirat dan segenap spiritualitasnya ini? Sebagai jawabannya; itulah Islam, yang senantiasa sanggup memadukan semua yang baik dari segala sesuatu. Wahai muslimin, untuk itulah setelah Rasulullah saw. kembali keharibaan Allah, kaum muslimin segera bertebaran di segenap penjuru bumi. Al-Qur'an ada dalam dada mereka, rumah-rumah mereka ibarat pelana-pelana kuda, dan pedang-pedang mereka senantiasa terhunus dalam genggaman. Dari lisan mereka mengalir deras hujjah-hujjah yang terang, menyeru manusia kepada salah satu dari tiga pilihan; Islam, jizyah, atau perang. Siapa yang memilih Islam, maka ia akan menjadi saudara kaum muslimin dengan menyandang hak dan kewajiban yang sama. Siapa yang membayar jizyah -sementara ia tetap dalam kekafirannya, maka ia akan berada di bawah lindungan dan perjanjian dengan kaum muslimin, di mana kaum muslimin akan memenuhi janji dan melaksanakan semua kewajibannya. Tapi bila ia tetap enggan, maka kaum muslimin akan memerangi mereka sampai Allah swt. berkenan memenangkan hamba-hamba-Nya, "Dan Allah tiada menginginkan kecuali menyempurnakan cahaya (agama)-Nya."

Mereka melakukan itu bukan karena ambisi kekuasaan, bukan pula karena semangat ekspansionis. Semua orang tahu kezuhudan mereka terhadap kedudukan dan popularitas. Agama Islam telah mengenyahkan semua kecenderungan menuju ke sana, di mana sekelompok orang menikmati hidup dengan cara mengorbankan sebagian besar manusia yang lain. Dalam Islam, seorang Khalifah tidak berbeda sama sekali dengan rakyat pada umumnya. ia mendapatkan gaji dari Baitul Mal sama seperti gaji yang diberikan kepada
orang lain. Ia sama sekali tidak mendapat lebih banyak dari mereka. Tidak ada yang membedakannya dengan rakyat kecuali wibawa dan kehormatan iman yang dianugerahkan oleh Allah swt. kepadanya.

Mereka tidak melakukan itu karena harta. Mereka bahkan sudah merasa cukup dengan sekerat roti sekedar untuk mengusir lapar, dan seteguk air untuk menghilangkan dahaga. Puasa bagi mereka adalah sebentuk upaya pendekatan kepada Allah. Mereka lebih akrab dengan rasa lapar daripada kekenyangan. Pakaian yang bersih dan sekedar dapat menutup aurat sudah cukup bagi mereka. Kitab Suci di tangan mereka setiap saat senantiasa memberi ingat dari keterjerumusan sebagaimana yang dialami oleh orang-orang kafir,

"Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka." (Muhammad:12)

Sementara itu Nabi mereka juga mengingatkan hal yang sama,

"Celakalah budak dinar. Celakalah budak dirham. Celakalah budak selimut."

Jadi, mereka keluar dari rumah-rumah mereka bukan karena ambisi kekuasaan, bukan juga untuk memburu harta dan popularitas, apalagi karena nafsu imperialisme. Mereka keluar semata-mata untuk menunaikan satu misi suci sebagaimana yang telah diwasiatkan nabi mereka, Muhammad saw. Sebuah amanat yang mengharuskan mereka berjihad dijalan Allah swt.,

"Supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah." (Al-Anfal:39)

No comments:

Post a Comment