Thursday 25 September 2014

APAKAH KITA PARA AKTIFIS (4)

MEMPERSIAPKAN GENERASI

(Dimuat oleh harian Ikhwanul Muslimin, Edisi XVII, 20 Jumadil Ula 1353 H.)

Pada tulisan yang lalu anda melihat bahwa Jam'iyah lkhwanul Muslimin adalah pelopor dakwah yang produktif di bidang proyek-proyek sosialnya, seperti: pembangunan masjid, sekolah, yayasan, majelis ta'lim, seminar-seminar, ceramah umum, dan forum diskusi. Pendeknya, proyek Ikhwan memadukan antara ucapan dan tindakan.

Namun demikian, masyarakat mujahid, yang menghadapi tantangan persoalan kontemporer dan berada di titik peralihan peradaban, yang ingin membangun masa depannya di atas pondasi yang kokoh, yang berusaha menjamin generasi mudanya dengan kesejahteraan dan kedamaian hidup, yang tengah menuntut kembalinya kebenaran yang terampas dan harga diri yang tercabik, membutuhkan bangunan yang lain dari sekedar bangunan sosial ini. Ia sangat membutuhkan tegaknya bangunan jiwa, bangunan akhlak, dan bangunan pribadi generasi muda dengan mentalitas kepeloporan yang benar untuk dapat mengatasi berbagai tantangan hidup di masa depan.

Generasi muda adalah rahasia kehidupan umat dan sumber mata air kebangkitannya. Sesungguhnya sejarah umat adalah sejarah para tokoh yang dilahirkannya, yang memiliki mentalitas kuat dan hasrat nan membara. Kuat lemahnya umat sesungguhnya diukur dari sejauhmana kemampuan 'rahim' umat itu untuk melahirkan tokoh-tokoh yang memenuhi syarat sebagai pelopor. Saya berkeyakinan dan sejarah membuktikannya, bahwa satu orang pelopor (saja) dapat membangun umat jika ia memiliki karakter kepeloporan yang benar. Sebaliknya, ia mampu menghancurkan umat jika keadaan menuntut ia harus melakukannya.

Sesungguhnya kehidupan umat itu bergerak melalui berbagai tahapan, persis sebagaimana tahapan-tahapan kehidupan yang dilalui oleh seseorang. Ada seseorang yang tumbuh berkembang dalam asuhan orang tua yang bergelimang kemewahan, sehingga ia tidak pernah disibukkan oleh berbagai persoalan hidup. Sementara yang lain tumbuh dalam situasi yang sulit; kedua orang tuanya miskin dan lemah, sehingga ia tidak memiliki harapan akan munculnya benderang fajar kehidupan di masa depan. Ia banyak berhadapan dengan tuntutan hidup yang pelik yang datang dari segala penjuru.
Mahasuci Allah yang telah membagi-bagi nasib dan menciptakan ragam nuansa hidup, kepada umat manusia.

Boleh jadi ada situasi di mana kita hidup di tengah generasi yang tumbuh di tengah berbagai bangsa yang saling bertikai dan menimpakan bencana pada sesamanya, dimana muncul slogan: “Siapa yang kuat, dialah yang menang”. Ada pula situasi di mana kita berhadapan dengan masa peralihan peradaban yang dahsyat, di mana berbagai gelombang pemikiran dan berbagai arus kepentingan
menjungkirbalikkan umat manusia, baik sebagai pribadi, masyarakat, organisasi-organisasi
pemerintahan, dan lainnya. Akal pikiran menjadi kacau balau. jiwa pun terguncang meradang, dan orang yang beraqidah bersih pun kebingungan berhadapan dengan gelombang dahsyat peradabannya. Ia meraba-raba untuk mencari jalan keluar, sementara rambu-rambu kebenaran timbul tenggelam dan cahayanya pun meredup, bahkan nyaris tak bersinar.

Sementara itu di setiap ujung jalan berdiri para propagandis kesesatan yang menyeru manusia menuju kegelapan malam yang pekat. Keadaan yang demikian itu membuat kami tidak menemukan lagi kata-kata untuk menggambarkannya secara lebih tepat selain dari "kacau".

Demikian pula, ada saatnya di mana kita harus menghadapi semua ini dan berjuang untuk menyelamatkan umat dari mara bahaya yang mengepung dari seluruh penjuru.

Sesungguhnya umat yang dilingkupi oleh situasi sebagaimana yang ada sekarang ini, yang hendak bangkit untuk suatu kepentingan sebagaimana kepentingan kami, yang menghadapi berbagai tantangan sebagaimana yang kami hadapi, tidak patut bersantai ria dan berkhayal belaka. Sebaliknya, ia harus menyiapkan dirinya untuk memikul beban perjuangan berat di perjalanan nan panjang, untuk menghadapi pertempuran antara hak dan batil, antara maslahat dan mafsadat, antara pemilik kebenaran dan perampasnya, antara peniti jalan yang lurus dan pengacaunya, antara para da'i yang tulus di satu sisi dari da'i palsu di sisi lainnya. Ia harus memahami bahwa kata "perjuangan" itu identik dengan kata "lelah" dan "sulit". Sebaliknya, kata "santai" tidak pernah sekalipun berdampingan dengan kata "jihad".

Bagi umat, tidak ada bekal yang dapat digunakan untuk menghadapi situasi yang buas ini kecuali hati yang sarat iman, hasrat yang kuat dan kemauan yang keras, sikap murah hati dan kesediaan berkorban, serta kesiapan terjun ke medan juang pada waktunya. Tanpa ini semua, umat akan hancur, perjuangan senantiasa menuai kegagalan, dan nasib tak menentu bakal menimpa generasinya.

Meskipun situasi yang kami hadapi demikian pelik dan berat, sebagaimana anda ketahui, namun jiwa kami tetaplah jiwa yang lembut, sensitif, dan tenang. Demikian lembut dan sensitifnya, sehingga jika kedua pipi ini diterpa hembusan angin sepoi, cukup membuatnya terluka, dan jika ujung jari ini disentuh ujung kain sutera, cukup menjadikannya berdarah. Sedangkan para pemuda dan pemudi kami, sebagai harapan masa depan dan gantungan cita-cita, tetaplah sebagai generasi; yang nasib baik mereka merupakan kebanggaan dan harga diri yang harus diperjuangkan. Meskipun untuk itu
kami harus mengorbankan kemerdekaan, kemuliaan, atau membayar dengan terampasnya. hak-hak umat.

Kalian menyaksikan ironi pada diri para pemuda yang lisannya fasih mengucapkan kata-kata segar dan di guratan wajahnya terbersit air muka yang jernih dan berkilau, menghiba di depan pintu berbagai kantor untuk melamar pekerjaan.

Kalian menyaksikan mereka itu berjuang mati-matian mencari koneksi kepada berbagai pihak untuk melicinkan jalan. Wahai sahabatku, jika mereka telah memperoleh pekerjaan yang mereka impikan itu, apakah anda berpikir bahwa suatu hari mereka akan siap meninggalkannya. demi harga diri atau kehormatannya, meskipun mereka sesungguhnya juga mengalami penderitaan dan penindasan dalam bekerja?

Mentalitas kita -hari-hari ini- sungguh membutuhkan pengobatan yang serius dan penyembuhan yang total. Kita memerlukan pencairan bagi perasaan yang telah keras membeku; kita membutuhkan perbaikan bagi akhlak yang telah rusak binasa; dan kita juga membutuhkan penyadaran atas penyakit bakhil yang telah demikian akut. Cita-cita besar yang menggelayuti akal pikiran para da'i pembaharu di satu sisi, dan problematika yang demikian berat di sisi yang lain, menuntut kita untuk segera memperbaharui mentalitas dan membangun jiwa kembali dengan bentuk bangunan yang bukan sekedar sebagaimana yang pernah kita miliki; yang telah lapuk dimakan usia dan telah lenyap ditelan berbagai tragedi.  Tanpa proses ulang pembaharuan mentalitas dan pembangunan jiwa ini kita tidak mungkin melangkah ke depan walau hanya selangkah.

Jika kalian mengetahui semua ini dan senantiasa sepakat dalam memahami bahwa standar ini adalah standar yang lebih pas dan lebih detail untuk menimbang kadar kebangkitan umat maka ketahuilah bahwa tujuan pertama yang digariskan oleh Ikhwanul Muslimin adalah tarbiyah shahihah, yakni pembinaan umat untuk mengantarkannya menuju kepribadian yang utama dan mentalitas yang luhur.
Pembinaan -untuk membangun jiwa yang dinamis- itu ditegakkan dalam rangka merebut kembali kemuliaan dan kejayaan umat dan untuk memikul beban tanggung jawab di jalan yang mengantarkan kepada tujuan.

Setelah menyimak penjelasan ini, barangkali kalian bertanya, 'Apa saja sarana yang dipergunakan lkhwanul Muslimin untuk memperbaharui mentalitas dan meluruskan akhlak mereka? Apakah Ikhwan pernah mencoba menggunakan sarana tersebut? Dan sejauhmana keberhasilan percobaan itu?"

No comments:

Post a Comment