Wednesday 30 December 2015

Bijak dalam memberi nasihat 1


📝 Ust. DR Wido Supraha

📗1⃣ Bijak dalam Memberi Nasihat

Memberi nasihat merupakan salah satu bentuk metodologi ta’lim.

Memberi nasihat dalam rangka memperbaiki seseorang dari kesalahan (tashhih al-akhta’), adalah kewajiban muslim dan bagian dari manhaj Qur’ani.

Nasihat diberikan pada umumnya bersifat pencegahan, teguran, ataupun pelurusan terhadap suatu kesalahan.

Cara Nabi Saw. dalam memberikan nasihat adalah cara terbijak.

Memahaminya akan memberikan kesadaran atas kelemahan aturan buatan manusia, sehingga mampu menggunakan cara yang terbaik sesuai kondisi, peristiwa, dan output yang diinginkan.

Memberikan nasihat bukanlah pekerjaan sederhana, namun ia menjadi karakter dasar dalam ber-Islam.

Namun tentu dalam pelaksanaannya membutuhkan pemahaman akan prinsip-prinsip dasar.

Terutama mengikhlaskan diri hanya karena Allah dan memahami bahwa berbuat kesalahan adalah tabiat manusia.

Nasihat yang kita berikan hendaknya berdasarkan dalil syar’i dan bukti kesalahan yang dilakukan.

Semakin besar kesalahan saudara kita, tentunya semakin besar pula perhatian kita kepadanya.

Namun penting untuk membedakan antara pelaku kesalahan yang tahu bahwa ia salah dan tidak mengetahui bahwa ia salah, dan baru kemudian membedakan jenis kesalahannya, apakah menyangkut syari’at ataukah pribadi atau apakah termasuk dosa besar ataukah dosa kecil.

Mengetahui maksud baik dari kesalahan yang dibuat seseorang jangan sampai menghalangi upaya kita untuk meluruskannya.

Di dalam memberikan nasihat kita harus adil dan tidak memilih-milih dalam hal menegur satu jenis kesalahan yang sama, namun begitu perlu diperhatikan cara yang digunakan agar tidak menyebabkan kesalahan yang lebih besar.

Dalam hal ini kita pun perlu membedakan antara orang yang bersalah namun memiliki segudang kebaikan sebelumnya, dengan orang yang memang ahli maksiat, dan membedakan antara orang yang melakukan kesalahan berkali-kali dengan orang-orang yang baru sekali melakukannya, atau orang yang melakukan kesalahan secara berturut-turut dengan orang yang jarang melakukannya, atau bahkan membedakan antara orang yang melakukan kesalahan secara terang-terangan dengan orang yang melakukannya secara sembunyi-sembunyi.

Tentunya kekuatan internalisasi agama seseorang mempengaruhi seberapa besar upaya kita untuk meluluhkan hatinya.

Nasihat yang baik adalah nasihat yang dilakukan tanpa membuka aibnya ke publik.

Tatkala memberi nasihat kita harus mempertimbangkan kedudukan dan posisi seseorang.

Menasihati orang yang lebih tua, tentu berbeda dengan menasihati anak kecil yang juga memiliki perbedaan psikologis dalam setiap jenjang usianya.

Menasihati lawan jenis yang bukan mahram pun membutuhkan kehati-hatian.

Upaya kita dalam meluruskan berbagai kesalahan dan memperbaiki dampaknya jangan sampai melupakan kita untuk memberikan terapi atas pokok kesalahannya.

Maka diperlukan kiat-kiat dalam memperbaikinya, di antaranya tidak mengada-ada dalam membuktikan suatu kesalahan, atau tidak perlu memaksa untuk mendapat pengakuan dari pelaku kesalahan atas kesalahannya.

Kita perlu memberi waktu yang cukup baginya untuk memperbaiki diri, dan tidak mengesankan bahwa ia adalah ‘musuh’.

Nabi kita yang mulia memberikan banyak teladan dalam hal memberikan nasihat ini, seperti bersegera setelah melihat suatu kesalahan dan menjelaskan hukumnya dengan jelas, dan berkonsentrasi pada prinsip dasar yang dilanggar, baru kemudian pemahaman akan prinsip tersebut yang diluruskan, dan melanjutkan terapinya dengan mengulang-ulang dalam beberapa kesempatan.

Beliau pun membimbing ke arah pencegahan terjadinya kesalahan.

Untuk hal-hal yang terkait dengan hubungan sesama manusia, Nabi Saw mendesak pelaku kesalahan untuk bersegera meminta maaf, dan mengingatkan keutamaan orang yang diperlakukan salah.

📗2⃣ Siap Menerima Kritik dan Saran

🔹Bersambung🔹

No comments:

Post a Comment