Thursday 8 November 2018

PERINTAH KHUSUS UNTUK ZAKAT

TIGA PERINTAH MENGENAI ZAKAT

Dalam Al-Quran, Allah telah mencantumkan tiga perintah mengenai zakat secara terpisah dalam tiga tempat:

1. Dalam Surah Al-Baqarah

“… Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. Dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu…” (Al-Quran, al-Baqarah, 2:267)

2. Dalam Surah Al-An’am dikatakan

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam itu) apabila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin) dan janganlah kamu berlebihan…” (Al-Quran, al-An’am, 6:141)

Kedua-dua ayat di atas berhubungan dengan hasil-hasil bumi dan ulama fiqah, Hanafi, mengatakan bahwa kecuali tanam-tanaman yang tumbuh sendiri seperti kayu-kayuan, rumput dan bambu, maka jenis-jenis tanaman lainnya seperti hasil bumi, sayur-sayuran dan buah-buahan haruslah dibayar zakatnya. Dalam hadis dikatakan bahwa zakat hasil tanaman yang diusahakan dengan kerja manusia, yakni yang menggunakan pengairan, adalah seperduapuluhnya, dan zakat ini wajib dikeluarkan pada saat pemetikan.

3. Selanjutnya, dalam surah at-Taubah dikatakan

"....Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka: 'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu". (Al-Qur'an, at-Taubah, 9:34-3 5)

Selanjutnya dikatakan,

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (Al-Qur'an, at-Taubah, 9:60)

Setelah itu dikatakan,

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka..." (Al-Qur'an, at-Taubah, 9:103)

Dari ketiga ayat ini kita tahu bahwa apabila sebagian dari harta benda yang dikumpulkan dan dikembangkan itu tidak dibelanjakan pada jalan Allah, maka seluruh harta benda itu menjadi tidak suci. Satu-satunya cara untuk mensucikannya adalah dengan mengambil hak Allah daripadanya, dan memberikannya kepada hamba-hambaNya yang berhak menerimanya.

Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa ketika ancaman siksa bagi orang-orang yang mengumpulkan dan menyimpan emas dan perak diwahyukan, kaum Muslimin merasa terkejut dan bingung karena mereka mengira bahwa hal itu berarti tidak satu dirham pun yang boleh disimpan, dan semuanya harus dibelanjakan di jalan Allah. Akhimya sahabat Umar r.a. pergi menemui Nabi saw dan melaporkan kecemasan orang banyak. Rasulullah .saw lalu mengatakan:

"Allah telah mewajibkan zakat kepadamu agar harta bendamu yang selebihnya (yakni yang telah diambil zakatnya) menjadi suci bagimu".

Sebuah hadis yang sama diriwayatkan oleh sahabat Abu Sa'id al-Khudri r.a. yang menyatakan bahwa Rasulullah saw mengatakan kepadanya:

"Apabila kamu telah mengambil zakat dari harta bendamu, maka hutang yang menjadi tanggungamu telah terbayar".

Dalam ayat-ayat tersebut di atas, terkandung perintah-perintah tentang zakat hasil bumi, emas dan perak. Tetapi dari hadis-hadis kita tahu bahwa zakat juga diwajibkah atas barang dagangan, unta, domba dan kambing.

NISAB (UKURAN MINIMALL) BEBERAPA HARTA YANG WAJIB DIZAKATI

Perak : 200 dirham atau 52 ½ tola.
Emas : 7 ½ tola (3 ozs).
Unta : 5 ekor
Kambing : 40 ekor
Lembu : 30 ekor
Barang dagangan : Sama nilai dengan 52 ½ tola perak (21 ozs)
 
Barangsiapa yang memiliki harta benda tersebut di atas dalam waktu satu tahun, maka wajib atasnya untuk mengambil seperempatpuluh untuk zakat. Tentang emas dan perak, ulama-ulama Hanafi mengatakan bahwa bila keduanya secara terpisah tidak mencapai nisab, Tetapi apabila digabungkan boleh mencapai nisab salah satu daripadanya, maka harta gabungan itu wajib dizakati.

ZAKAT PERMATA

Apabila harta itu berbentuk permata, maka menurut sahabat 'Umar dan sahabat Ibn Mas'ud, harta itu wajib dizakati, dan Imam Abu Hanifah sependapat dengan mereka. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa pada suatu ketika Rasulullah saw melihat gelang emas di tangan dua orang wanita. Beliau bertanya kepada mereka:

"Apakah sudah kamu zakati?" salah seorang di antara mereka menjawab: "Belum". Maka Rasulullah berkata: "Maukah kamu memakai gelang api pada hari kiamat sebagai ganti gelangmu itu?"

Demikian juga diriwayatkari oleh Ummu Salamah, bahwa ia mempunyai gelang kaki dari emas, dan ia bertanya kepada Nabi kalau-kalau barang itu termasuk kategori kanz (kekayaan yang dihimpun yang dikutuk Allah dan RasulNya). Rasulullah saw menjawab: "Kalau banyaknya emas di dalamnya sampai nisab dan telah dikeluarkan zakatnya, maka barang itu bukan kanz. "

Dari dua hadis di atas kita ketahui bahwa apabila emas dan perak berbentuk perhiasan, maka tetap saja wajib dizakati seperti halnya kalau berupa uang tunai. Tetapi terhadap permata-permata dan batu-batu berharga, zakat tidaklah wajib diberikan.

MEREKA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT

Ada delapan golongan yang telah dinyatakan oleh al-Qur'an sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Mereka itu ialah:

1. Fuqara (orang-orang melarat)

Mereka adalah orang-orang yang memang mempunyai sedikit uang, tetapi tidak cukup untuk memenuhi keperluan mereka. Hidup mereka sulit, Tetapi mereka tidak meminta-minta kepada siapa pun. Definisi ini diberikan oleh Imam Zuhri, Imam Abu Hanifah, Ibnu Abbas, Hasan Basri, dan ulama-ulama salaf terkemuka yang lain.

2. Masakin (Orang-orang miskin)

Mereka ini adalah orang-orang sengsara yang tidak mempunyai apa-apa untuk memenuhi keperluan mereka. Sahabat 'Umar juga memasukkan ke dalam golongan ini orang-orang yang sebenarnya mampu mencari nafkah tetapi tidak mempunyai pekerjaan.

3. 'Amilin alaiha (orang-orang yang mengumpulkan dan membagi zakat)

Mereka ini adalah orang-orang yang ditunjuk pemerintah Islam untuk mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat. Mereka dibayar dari dana zakat.

4. Muallafatulqulub (orang-orang yang hatinya perlu didekatkan kepada Allah)

Yang dimaksudkan di sini adalah mereka yang mungkin sekali perlu diberi uang untuk memperolehi dukungan dari mereka terhadap Islam atau untuk mencegah mereka agar tidak memusuhi Islam. Termasuk juga dalam hal ini adalah orang-orang yang baru masuk Islam yang perlu digembirakan hatinya. Apabila seseorang kehilangan pekerjaan dan jatuh melarat, karena meninggalkan masyarakatnya yang tidak beriman dan bergabung dengan kaum Muslimin, maka tentu saja mereka wajib mendapat pertolongan. Bahkan seandainya ia kaya, zakat juga boleh diberikan kepadanya agar supaya hatinya bertambah teguh dalam Islam. Pada peristiwa perang Hunain, Rasulullah saw memberikan banyak sekali harta rampasan perang kepada orang-orang yang baru masuk Islam, begitu banyak sehingga setiap orang mendapat bagian seratus ekor unta. Sahabat-sahabat Nabi dari kaum Anshar menyatakan ketidakpuasannya atas tindakan Nabi, untuk itu Nabi berkata:

"Orang-orang ini baru saja memeluk Islam setelah meninggalkan kekafiran. Aku ingin menyenangkan hati mereka". Atas dasar ini Imam Zuhri mendefinisikan Muallafatulqulub sebagai; "Setiap orang Kristian, Yahudi, atau lain-lain yang baru masuk Islam, walaupun ia seorang yang kaya".

5. Fir riqob (untuk membebaskan budak)

Yang dimaksud di sini adalah apabila ada seseorang yang ingin membebaskan diri dari perbudakan, maka ia harus diberi zakat agar ia dapat menebus dirinya kepada tuannya. Dimasa sekarang ini, sistem perbudakan tidak ada. Karena itu, saya kira orang-orang yang menjalani hukuman penjara, karena tidak mampu membayar hutang atau denda yang dikenakan oleh pengadilan, dapat ditolong untuk membebaskan dirinya dengan uang zakat. Ini juga termasuk dalam definisi fir riqob.

6. Al ghorimin (untuk membebaskan seseorang dari belenggu hutang)

Termasuk dalam kategori ini adalah orang-orang yang terbelenggu oleh hutang. Ini tidak berarti bahwa zakat dapat diberikan kepada orang yang mempunyai hutang seratus rupiah sedang ia memiliki uang seribu rupiah. Artinya ialah bahwa zakat dapat diberikan kepada seseorang yang mempunyai hutang yang banyak sehingga setelah membayar hutangnya, hartanya yang tinggal tidak mencapai nisab zakat. Sebaliknya, ulama-ulama fiqh yang termasyhur mengatakan bahwa tidak layak memberikan zakat kepada orang yang terbelenggu hutang karena boros dan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, karena apabila ia diberi zakat, maka ia akan semakin boros dan menuruti kebiasaan buruknya dengan keyakinan, namun ia akan mendapat zakat untuk membebaskan hutangnya.

7. Fi sabilillah (dijalan Allah)

Ini adalah suatu istilah umum yang berhubungan dengan semua pekerjaan dan usaha yang baik. Tetapi secara khusus, berarti menolong suatu usaha untuk meninggikan kalimah Allah. Rasulullah saw menyatakan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang yang kaya untuk mengambil zakat; tetapi apabila ia memerlukan bantuan untuk usaha jihad, maka ia harus diberi zakat, karena mungkin ia cukup kaya untuk memenuhi keperluannya sendiri, tetapi tidak mampu untuk membiayai sendiri keperluan-keperluan usaha jihadnya. Karena itu, ia perlu dibantu dengan zakat.

8. Ibnus sabil (orang yang melakukan perjalanan)

Seseorang yang sedang melakukan perjalanan mungkin mempunyai banyak uang dirumahnya; tetapi apabila ia memerlukan uang dalam perjalanannya, maka ia harus diberi zakat.

KEPADA SIAPA ZAKAT BOLEH DIBERIKAN DAN KEPADA SIAPA TIDAK BOLEH

Sekarang tinggal masalah, di antara delapan kelompok orang-orang yang berhak menerima zakat tersebut di atas, siapa yang harus diberi zakat dan dalam keadaan yang bagaimana, serta siapa yang tidak boleh diberi zakat dalam sesuatu keadaan. Di sini saya jelaskan perincian tentang masalah ini.

1. Tidak seorang pun boleh memberikan zakat kepada ayah atau anaknya sendiri. Juga suami tidak boleh memberikan zakat kepada isterinya, tidak pula isteri kepada suaminya. Semua ulama fiqh sependapat dalam hal ini. Sebagian ulama mengatakan bahwa sanak keluarga dekat yang nafkahnya menjadi tanggungan si pemberi zakat, atau yang termasuk ahli waris menurut syari'at, tidak boleh diberi zakat olehnya. Tetapi sanak-keluarga yang jauh boleh diberi, bahkan lebih berhak daripada yang lain. Tetapi Imam Auza'i mengatakan: Janganlah kamu mencari sanak keluargamu sendiri untuk menerima zakat!

2. Hanya orang Islam yang berhak menerima zakat. Orang-orang yang bukan Islam tidak berhak menerimanya. Definisi zakat sebagaimana tersebut dalam sebuah hadis adalah:

"Diambil dari orang-orang yang kaya di antaramu, dan dibagikan di antara orang-orang yang miskin di antaramu".

Akan tetapi, seorang yang bukan Muslim dapat diberi sedekah dari sedekah umum. Justeru tidaklah baik membeda-bedakan antara seorang Muslim dengan bukan Muslim dalam memberikan sedekah umum. Seseorang, tidak boleh tidak, ditolong hanya karena dia bukan seorang Muslim.

3. Imam Abu Hanifah, Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad mengatakan bahwa zakat dari suatu daerah haruslah dibagikan kepada orang-orang miskin di daerah itu sendiri. Tidaklah baik untuk mengirimkan zakat dari suatu daerah ke daerah lain, kecuali apabila di daerah yang disebut pertama tidak terdapat orang-orang miskin, atau apabila didaerah lain itu terjadi bencana alam yang perlu segera mendapatkan pertolongan, seperti banjir, bahaya kelaparan dan sebagainya. Pendapat yang hampir sama dengan ini dikatakan oleh Imam Malik dan Imam Tsauri. Tetapi ini tidaklah berarti dilarang mengirimkan zakat dari satu tempat ke tempat lain.

4. Beberapa ulama yang lebih awal berpendapat bahwa zakat tidak boleh diterima oleh seseorang yang mempunyai persediaan untuk dua kali makan. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa seseorang yang mepunyai sepuluh rupee, dan menurut ulama yang lain dua belas setengah rupee, tidak boleh menerima zakat. Tetapi Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya berpendapat bahwa barangsiapa yang memiliki kurang dari lima puluh rupee dapat menerima zakat. Ini tidak termasuk harta seperti rumah, perabot rumah tangga, kenderaan dan pelayan. Artinya, sementara memiliki harta benda tersebut, ia hanya memiliki wang kurang dari lima puluh rupee, maka ia berhak menerima zakat. Dalam hal ini, hukum dan pilihan prinsip adalah masalah yang berbeda. Ada perbedaan antara keduanya. Pilihan prinsip maksudnya adalah bahwa Rasulullah mengatakan bahwa apabila seseorang yang mempunyai persediaan cukup untuk makan pagi dan petang masih juga meminta-minta sedekah, berarti dia mengumpulkan api untuk dirinya sendiri. Dalam hadis yang kedua, Rasulullah telah mengatakan: "Adalah lebih baik bila seseorang mencari kayu dan memakan hasil jualannya daripada mengemis ke sana ke mari". Dalam hadis yang ketiga dikatakan bahwa seseorang yang masih mempunyai sesuatu untuk dimakan atau cukup sebagai bekal untuk mencari rezeki tidak boleh menerima zakat. Tetapi ini adalah ajaran untuk menjaga harga diri. Mengenai hukum, perlu diterangkan di sini sampai di mana batas seseorang boleh menerima zakat. Keterangan ini terdapat dalam hadis-hadis lain, seperti, Rasulullah saw mengatakan:

"Seorang pengemis tetap mempunyai hak, walaupun ia datang kepadamu dengan mengendarai kuda".

Seseorang bertanya kepada Rasulullah: "Saya mempunyai sepuluh ringgit (coin); apakah saya miskin?" Nabi menjawab:"Ya".

Suatu ketika dua orang datang kepada Nabi dan meminta zakat. Nabi mengangkat alisnya dan mengamati mereka dengan cermat, lalu berkata:

"Kalau kamu mau mengambilnya, aku akan memberikannya kepadamu. Tetapi dalam zakat ini tidak ada bagian untuk orang yang masih kuat badannya dan masih bisa mencari penghasilan".

Dari hadis-hadis ini jelas barangsiapa memiliki uang di bawah standard nisab zakat, maka ia termasuk kategori pengemis dan dapat diberi zakat. Adalah masalah lain bahwa yang paling berhak menerima zakat adalah orang-orang yang betul-betul memerlukan.

PERLUNYA SISTEM KOLEKTIF DALAM ZAKAT

Saya telah menjelaskan perintah-perintah yang pokok tentang zakat. Tetapi di samping itu semua, ada satu hal penting yang ingin saya bawa ke dalam perhatian anda, dan yang telah dilupakan oleh kaum Muslimin sekarang ini. Hal tersebut adalah bahwa dalam Islam segala sesuatu dilakukan dengan organisasi. Islam tidak menyukai individualisme. Apabila kita menjauhkan diri dari masjid dan mengerjakan solat sendirian, maka secara formal solat kita adalah benar, tetapi syari'at menuntut bahwa solat harus dikerjakan dengan berjama’ah. Sama halnya, memang tidak salah apabila kita memberikan zakat secara sendiri-sendiri. Tetapi bagaimana pun juga harus dilakukan usaha-usaha untuk memusatkan pengumpulan zakat agar supaya pembagiannya dapat dilakukan dengan cara yang sistematik. Al-Qur'an menyebutkan tentang hal ini. Sebagai contoh:

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka..." (Al-Qur'an,at-Taubah, 9:103)

Yakni, Allah memerintahkan kepada Nabi untuk mengumpulkan zakat dari kaum Muslimin. Perintahnya bukanlah agar kaum Muslimin mengambil zakat dari kekayaan mereka dan memberikannya kepada orang-orang miskin secara sendiri-sendiri. Demikian juga, dengan ditetapkannya satu bagian tertentu dalam zakat untuk orang-orang yang mengumpulkannya, dengan jelas menunjukkan cara pengelolaan zakat yang benar, hal ini adalah supaya Imam dari kaum Muslimin dapat menerima simpanan zakat itu secara teratur dan membagi-bagikannya dengan cara sistematik.

Juga, Rasulullah saw mengatakan:

"Aku telah diperintahkan untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya di antaramu dan membagi-bagikannya di antara orang-orang miskin di antaramu".

Rasulullah saw dan para khalifah penggantinya mengelola zakat menurut sistem ini. Zakat dikumpulkan oleh pegawai pemerintah Islam dan dibagi-bagikan dari pusat. Karena pada saat ini tidak ada pengaturan untuk mengumpulkan zakat dan membagi-bagikannya dengan cara sistematik, maka kita dapat melaksanakannya sendiri-sendiri sesuai dengan syari'at. Tetapi ummat Islam wajib memikirkannya secara kolektif untuk menerima dan membagi-bagikan zakat, karena tanpa sistem kolektif yang sistematik maka manfaat-manfaat diwajibkannya zakat akan tidak lengkap.

No comments:

Post a Comment