Tuesday 24 March 2015

KEPADA MAHASISWA (1)

Bismillahirahmanirahim


Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, dan para sahabat beliau.

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang
(Al-Qur'an)." (An-Nisa': 174)


MENUJU AMAL

Wahai Ikhwan!

Setiap kali saya berada di tengah banyak orang yang senantiasa mendengarkanku, maka saya memohon kepada Allah dengan sangat agar Dia berkenan mendekatkanku kepada suatu masa, di mana ketika itu kita telah meninggalkan medan kata-kata menuju medan amal, dari medan penentuan strategi dan manhaj menuju medan penerapan dan realisasi Telah sekian lama kita menghabiskan waktu dengan hanya sebagai tukang pidato dan ahli bicara, sementara zaman telah menuntut kita untuk segera mempersembahkan bahkan amal-amal nyata yang profesional dan produktif. Dunia kini
tengah berlomba untuk membangun unsur-unsur kekuatan dan mematangkan persiapan, sementara kita masih berada di dunia kata-kata dari mimpi-mimpi,

"Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."
(As, Shaff" 2-3)

Wahai Ikhwan!

Ikhwan telah menegaskan kepada kalian tentang universalitas, daya jangkau, dan daya sentuh ajaran Islam atas seluruh aspek kehidupan umat, baik yang sedang bangkit, telah mapan, yang baru tumbuh, maupun yang sudah maju. Sebagian mereka memperbincangkan tentang "sikap Islam terhadap nasionalisme". Islam mengingatkan pada kalian bahwa nasionalisme Islam adalah nasionalisme yang paling luas batasnya, yang paling integral eksistensinya, dan paling abadi. Sesungguhnya orang yang paling ekstrim fanatismenya pada tanah air tidak mendapatkan semuanya pada agen-agen nasionalisme fanatik sebagaimana yang didapatkan pada semangat nasionalisme kaum muslimin. Saya tidak perlu memperpanjang penjelasan mengenai hal itu setelah mereka mengungkapnya, akan tetapi saya. hanya akan mengungkap satu hal, yang banyak orang salah paham tentangnya dan besar pula eksesnya. Satu hal itu adalah "Politik dan Islam."


AGAMA DAN POLITIK

Sedikit sekali anda akan menjumpai orang yang berbicara kepada anda tentang politik dan Islam, kecuali anda akan melihat orang tadi memisahkan dengan pemisahan yang sejauh-jauhnya antara politik dan Islam. Ia letakkan setiap makna dari keduanya disisi yang berbeda. Keduanya menurut sebagian besar orang tidak mungkin dapat bertemu dan berintegrasi. Dari pemahaman inilah kemudian sebuah jam'iyah yang berorientasi ke sana dinamakan jam'iyah Islamiyah, bukan Siyasiyah. Di situ yang ada hanya integrasi spiritual keagamaan yang fidak ada unsur politik di dalamnya.

Anda bisa melihat pada pengguliran undang-undang dan sistem yang ada di organisasi-organisasi islam bahwa jam'iyah (organisasi) tidak membahas masalah-masalah politik.

Sebelum saya mengupas teori ini, baik dengan membenarkan atau menyalahkan, saya ingin menekankan dua hal penting:

Pertama: sesungguhnya ada perbedaan yang mendasar antara kepartaian dan politik. Keduanya mungkin bisa bersatu dan mungkin juga berseteru. Mungkin, seseorang disebut politisi dengan segala makna politik yang terkandung di dalamnya, namun ia tidak berinteraksi dengan partai atau bahkan tidak ada kecenderungan ke sana. Mungkin pula ada orang yang berpolitik praktis (terjun dalam kepartaian) namun ia sama sekali tidak mengerti masalah politik. Atau mungkin ada pula orang yang
menggabungkan antara keduanya sehingga ia adalah politisi yang berpolitik praktis atau berpolitik praktis yang politisi pada proporsi yang sama. Ketika saya berbicara tentang politik praktis pada kesempatan ini, maka yang saya kehendaki adalah politik secara umum. Yakni melihat persoalan-persoalan umat baik internal maupun eksternal yang sama sekali tidak terikat dengan hizbiyah
(kepartaian). Ini yang pertama.

Kedua: sesungguhnya orang-orang non muslim, tatkala mereka bodoh tentang Islam ini, atau tatkala mereka dibuat pusing oleh urusan dan kokohnya Islam yang menancap di dalam jiwa para pengikutnya, atau kesiapan berkorban dengan harta dan jiwa demi tegaknya, maka mereka tidak berusaha untuk Melukai jiwa-jiwa kaum muslimin dengan menodai nama Islam, syariat, dan undang-undangnya. Namun mereka berusaha membatasi substansi makna islam pada lingkup sempit Yang menghilangkan semua sisi kekuatan operasional yang ada di dalamnya, Kendati setelah itu yang tersisa bagi kaum muslimin adalah kulit luar dari bentuk dan performa yang sama sekali tidak berguna.

Maka mereka berusaha memberikan pemahaman kepada kaum muslimin bahwa Islam adalah sesuatu sementara masalah sosial adalah sesuatu yang lain. Islam adalah sesuatu dan perundang-undangan adalah sesuatu yang lain. Islam adalah sesuatu suatu dan masalah-masalah ekonomi adalah sesuatu yang lain yang tidak ada hubungannya sama sekali. Islam adalah sesuatu, dan peradaban bukan bagian darinya. Islam adalah sesuatu yang harus berada pada jarak yang jauh dari politik.

Berbicaralah kepadaku atas nama Tuhanmu wahai ikhwan! jika Islam adalah sesuatu yang bukan politik bukan sosial, bukan ekonomi, dan bukan peradaban, lantas apa Islam itu? Apakah ia hanya rakaat-rakaat kosong tanpa kehadiran hati? Apakah ia hanya lafadz-lafadz sebagaimana yang dikatakan Rabi'ah Al-Adawiyah, "Istighfar yang butuh kepada istighfar? " Hanya untuk hal semacam inikah Al-Qur'an itu diturunkan sebagai aturan yang sempurna, jelas, dan rinci? "

Sebagai penjelas bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman," (An-Nahl: 16)

Substansi makna yang merendahkan fikrah Islamiyah dan ruang sempit yang dibatasi oleh makna islam semacam inilah yang diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk mempersempit ruang gerak kaum muslimin di dalamnya dan melecehkan mereka seraya (musuh-musuh itu) mengatakan, "Kami berikan kepada kalian kebebasan beragama. " Padahal Undang-Undang Dasar negara telah menggariskan bahwa agama resmi negara adalah Islam.


ISLAM YANG UTUH

Wahai Ikhwan!

Saya umumkan dari atas mimbar ini dengan penuh keterusterangan, ketegasan, dan kekuatan kata, bahwa Islam itu bukan sebagaimana makna yang dikehendaki para musuh agar umat Islam terkurung dan terikat di dalamnya, islam adalah aqidah dan ibadah, negara dan kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan moral dan material, peradaban dan perundang-undangan. sesungguhnya seorang muslim dengan hukum Islamnya dituntut untuk Memperhatikan semua persoalan umat Barangsiapa yang tidak memperhatikan persoalan kaum muslimin, dia bukan termasuk golongan mereka.

Saya yakin para salafus shalih semoga Allah melimpahkan ridha kepada mereka, tidak memahami Islam selain dengan makna ini. Dengannya mereka berhukum, demi kejayaannya mereka berjihad, di atas kaidah-kaidahnya mereka bergaul dan berinteraksi, serta pada batas-batasnya mereka mengatur setiap urusan dari urusan-urusan kehidupan dunia yang operasional, sebelum nantinya urusan-urusan akhirat yang spiritual. Semoga Allah berkenan memberi rahmat kepada Sang Khalifah Perdana tatkala beliau berkata, "Seandainya tali untaku hilang, tentu aku akan mendapatkannya dalam Kitabullah."

Setelah batasan global dari makna Islam yang syamil dan subtansi makna politik yang tidak terkait dengan kepartaian ini, saya bisa mengatakan secara terus terang bahwa seorang muslim tidak akan sempurna Islamnya. kecuali jika ia seorang politisi, mempunyai jangkauan pandangan yang jauh, dan mempunyai kepedulian yang besar terhadap umatnya. Saya juga bisa katakan bahwa pembatasan dan pembuangan makna ini (pembuangan makna politik dari substansi islam, pent.) sama sekali tidak pernah digariskan oleh Islam. Sesungguhnya setiap jam'iyah islamiyah harus menegaskan pada
garis-garis besar programnya tentang Perhatian dan kepedulian jam'iyah tadi terhadap persoalan-persoalan politik umatnya, Kalau tidak seperti itu, jam'iyah tadi butuh untuk kembali memahami makna islam yang benar.

Wahai Ikhwan!

Biarkan saya. untuk bersama kalian berpanjang lebar dalam menegaskan makna ini, di mana hal itu mungkin sesuatu yang Mengejutkan dan asing di mata mereka-mereka yang terbiasa mendengarkan senandung perpisahan antara Islam dan politik. Mungkin pula setelah penegasan ini, setelah selesainya acara ini, akan ada sebagian orang yang mengatakan, "Sesungguhnya jamaah Ikhwanul Muslimin telah menanggalkan mabda'-mabda'nya telah keluar dari sifat-sifatnya dan menjadi sebuah
jamaah politik, setelah sebelumnya merupakan jamaah keagamaan Kemudian setiap orang yang gemar menduga-duga akan terus melakukan berbagai ta'wil dengan berdasar kepada sebab-sebab perubahan menurut pandangannya itu.

Wahai tuan-tuan, Allah mengetahui bahwa aktifis Ikhwan tidak Pernah melewatkan suatu hari pun untuk tidak menjadi politisi sebagaimana tidak mungkin melalui suatu waktu untuk menjadi ghairul muslimin Dakwah mereka tidak pernah memisahkan antara politik dan agama, dan manusia tidak akan pernah melihat mereka pada suatu saat menjadi pembela hizbiyah.

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya seraya berkata, 'Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amalmu kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." (Al-Qashash:55)

Mustahil Ikhwan meniti jalan yang bukan jalan mereka, atau beramal untuk sebuah fikrah yang bukan fikrah mereka atau mensibghah diri dengan warna yang bukan warna Islam yang hanif.

"Shibghah Allah, dan adakah shibghah yang lebih baik dari pada (shibghah Allah? Dan kami hanya menghambakan diri kepada-Nya." (Al-Baqarah: 138)

No comments:

Post a Comment