Wednesday 25 March 2015

KEPADA MAHASISWA (2)


POLITIK INTERNAL

Wahai Ikhwan!

Biarkan saya untuk berpanjang lebar bersama kalian dalam menegaskan makna ini, Saya katakan, kalau yang dikehendaki dari politik adalah makna internalnya seperti mengatur roda Pemerintahan, menjelaskan tugas-tugasnya, merinci hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, mengontrol dan membantu para petinggi agar mereka ditaati jika berbuat baik dan diluruskan, Jika menyimpang sungguh Islam telah memperhatikan sisi ini, telah meletakkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsipnya, merinci hak-hak pemerintahan dan hak-hak yang diperintah (rakyat) menjelaskan sikap-sikap yang
zhalim dan yang dizhalimi, serta Menggariskan batas-batas (hukuman) yang tidak boleh dilanggar dan dilampaui.

Model-model perundang-undangan perdata dan pidana dengan berbagai cabangnva, telah diungkap oleh Islam. Islam -pada semua posisi- telah meletakkan diri pada suatu posisi yang menjadikannya sebagai sumber yang pertama dan rujukan yang paling suci. Tatkala melakukan hal itu, Islam telah menggariskan ushul yang integral, kaidah-kaidah yang umum dan maqashid, yang melingkupi semuanya. Islam mewajibkan manusia untuk merealisasikannya dan membiarkan mereka untuk
melaksanakan rincian sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, serta berijtihad dengan apa yang lebih memungkinkan untuk mendatangkan maslahat bagi mereka.

Islam telah menggariskan dan menegaskan adanya kepemimpinan umat serta mewasiatkan agar setiap muslim mampu menjadi manajer dengan kesempurnaan manajerialnya dalam memantau jalannya roda pemerintahan, memberikan nasehat, kontribusi, dan selalu kritis terhadap setiap hasil perhitungan. Islam telah mewajibkan kepada petinggi pemerintahan agar berbuat bagi kemaslahatan rakyat dalam rangka memapankan yang haq dan membasmi yang batil, maka ia juga mewajibkan kepada rakyat agar mendengar dan taat kepada pemimpin. Jika pemimpin itu dijumpai melakukan penyimpangan, maka wajib bagi mereka untuk meluruskannya sesuai dengan kebenaran yang ada, memberlakukan hukum yang berlaku, dan mengembalikannya kepada kerangka keadian. Ajaran ini sernua bersandar pada kitab Allah dan hadits-hadis Rasulullah saw., kami sama sekali tidak mengada-ada. Berikut adalah firman Allah yang menjelaskan hal itu:

"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab Yang lain itu. Maka putuskan perkara mereka menurut apa Yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengar meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan Yang terang Seandainya Allah
menghendaki niscaya kamu dijadikan satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap Pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya pada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya padamu apa Yang telah kamu perselisihkan itu.
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari Sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya, Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah Yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah Yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang Yang yakin?" (Al-Maidah: 48-50)

Ada puluhan ayat lain yang membahas apa yang kita sebutkan di atas secara gamblang dan rinci.
Perihal penegasan adanya pemimpin umat dan penegasan dengan adanya opini umum yang ada di dalamnya, Rasulullah saw. bersabda,

"Agama itu nasehat." Mereka berkata, "Bagi siapakah wahai Rasulullah!", Rasulullah menjawab, "Bagi Allah dan Rasul-Nya, Kitab-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin, dan kalangan umum
mereka."

Rasulullah saw. juga bersabda,

 "Sesungguhnya jihad Yang paling utama adalah kata-kata yang benar di depan penguasa durjana "
Penghulu para Syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang Yangberdiri di hadapan pemimpin Yang zhalim kemudian menyuruh (melakukan) kebaikan dan mencegahnya (dari perbuaatan Yang keji) lalu sang pemimpin tadi membunuhnya."

Ada ratusan hadits lain Yang menjelaskan dengan rinci tentang pernyataan di atas, menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, mengontrol kerja para petinggi pemerintahan, dan memantau sejauh mana kadar penghargaan mereka terhadap kebenaran dan upaya mereka dalam merealisasikan hukum-hukum Allah.

Nah, apakah Rasulullah saw. ketika memerintah untuk melakukan campur tangan (terhadap urusan pemerintahan), atau pemantauan, atau kontribusi, atau apalah namanya, beliau menjelaskan bahwa amal tersebut bagian dari agama. Ia adalah jihad akbar yang balasannya adalah syahadah udzmah (syahadah vang paling agung). Apakah ketika melakukan itu Keduanya akan bertentangan dengan ajaran Islam, mencampuradukkan politik dengan agama, atau hal itu merupakan karakteristik Islam
yang karenanya Allah swt mengutus Nabi-Nya Muhammad saw.?

Pada saat kita memisahkan hal tersebut dari Islam, itu berarti kita telah memberikan persepsi pada diri kita tentang sebuah Islam yang khusus, tidak sebagaimana yang dibawa Rasulullah saw.
Sungguh substansi integral dari makna Islam yang shahih ini telah bertengger dalam jiwa Para salalfus shalih dari umat ini, telah bersemayam dengan spiritualitas dan intelektualitas mereka, serta terlihat dengan jelas dalam beberapa abad kehidupan, sebelum akhirnya muncul sebuah islam yang terjajah, yang rendah dan hina.

Dari sinilah wahai ikhwan, para sahabat Rasulullah saw. membahas permasalahan sistem pemerintahan, berjihad dalam membela kebenaran, bersedia memanggul beratnya beban dalam kepemimpinan umat, dan memperlihatkan sebuah karakter yang lekat dengan kepribadian mereka, yakni ahli ibadah di malam hari dan tentara berkuda di siang hari. Sampai-sampai Ummul Mukmimm Aisyah berkhutbah di depan khalayak tentang Pernik-Pernik Politik dan mempresentasikannya kepada mereka liku-liku Pemerintahan dengan penjelasan yang memukau disertai argumen yang kuat.

Dari sini pula, maka pasukan tentara yang berani menjebol benteng ketaatan kepada Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, berani memerangi dan melakukan oposisi kepadanya yang di pimpin oleh ibnul Ash'ats dinamakan "Katibatul Fuqaha", karena di dalamnya terdapat Sa'id bin Jubair, Amir Asy-Sya'bi, serta para fuqaha dan ulama dari kalangan tabi'in.

Dari sinilah kita bisa melihat bagaimana sikap para ulama -semoga Allah ridha kepada mereka- dalam memberi nasehat dan kontribusi kepada raja, menghadapi para pemimpin pemerintahan dengan al-haq, yang kisah sebagian mereka tidakkan cukup diungkap di sini, apalagi semuanya.
Masih dari dalam kerangka ini, buku-buku fiqih dulu maupun, sekarang penuh dengan bahasan tentang hukum imarah (kepemimpinan), Syahadah (kesaksian), da'awaa (hukum tuduhan), jual-beli, muamalah, hudud, dan ta'zir (pengasingan). Ini semuanya karena Islam merupakan serangkaian hukum yang bersifat amaliyah (operasional) dan ruhiyah (spiritual). Jika kekuasaan perundang-undangan (baca: Lembaga Legislatif) menggariskan hukum-hukum itu, maka ia siap untuk dijaga (eksistensi hukum tadi) dan dilaksanakan oleh lembaga eksekutif dan yudikatif. Tidak ada gunanya perkataan seorang khatib di atas mimbar setiap Jum'at, "Sesungguhnya khamer, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syetan." (Al-Maidah: 90)
Padahal pada saat yang sama undang-undang negara membolehkan mabuk-mabukan dan para aparat pun tidak segan-segan melindungi para pemabuk, bahkan mengantarkan mereka (ketika mabuk) sampai ke rumah dengan aman.

Oleh karena itulah ajaran Al-Qur'an tidak pernah lepas dari kendali kekuasaan, politik pemerintahan merupakan bagian dari agama, dan di antara kewajiban seorang muslim adalah harus mempunyai kepekaan dalam memberi jalan keluar kepada pemerintah dalam permasalahan politik sebagaimana memberi jalan keluar dalam permasalahan ruhiyah. Inilah sikap Islam terhadap politik internal.

No comments:

Post a Comment