Tuesday 28 May 2013

SOLAT

Saudara-saudara sesama Muslim.

Dalam khutbah saya yang telah lalu saya telah menjelaskan kepada anda arti yang
sebenarnya dari 'ibadat. Saya telah menjanjikan untuk menerangkan bagaimana 'ibadat-
'ibadat yang wajib yang biasanya disebut Rukun Islam itu mempersiapkan manusia untuk
melaksanakan 'ibadat yang besar dan sebenarnya itu, yang menjadi tujuan diciptakannya
jin dan manusia. Di antara kelima 'ibadat wajib itu, yang paling besar dan paling penting
adalah solat. Dalam khutbah hari ini saya akan membahas masalah ini saja secara
singkat.


MAKNA KOMPREHENSIF DARI 'IBADAT

Kita semua telah tahu bahwa 'ibadat yang sebenarnya berarti penghambaan, dan
sebagai seorang hamba Allah, kita tidak boleh membebaskan diri dari melayani Allah
dalam waktu dan keadaan apa pun juga. Sebagaimana, halnya kita tidak boleh
mengatakan bahwa kita adalah hamba Allah untuk sekian jam atau sekian menit saja,
dan tidak menjadi hambaNya dalam waktu-waktu yang selebihnya. Maka, kita juga
tidak boleh mengatakan bahwa kita hanya wajib beribadat kepada Allah dalam jangka
waktu sekian, dan dalam waktu selebihnya kita bebas melakukan apa saja yang kita
sukai. Kita harus ingat bahwa kita adalah budak Allah sejak lahir. Allah menciptakan
kita dengan tujuan agar kita menjadi hambaNya saja. Karena itu seluruh hidup kita
haruslah kita habiskan dalam melayani Allah dan tidak boleh ada satu
saat pun di mana kita lengah dalam beribadat kepadaNya. Saya juga telah menjelaskan
bahwa 'ibadat tidaklah berarti melepaskan diri dari pekerjaan sehari-hari dan duduk di
sudut masjid sambil menyebut-nyebut nama Allah. Sebaliknya, arti 'ibadat yang
sebenarnya ialah bahwa apa pun yang kita kerjakan di dunia ini haruslah sesuai dengan
hukum dan aturan Allah. Tidur kita, bangun kita, makan dan minum kita, berjalan
kita pendeknya, setiap yang kita lakukan harus benar-benar menurut aturan yang telah
ditetapkan Allah. Apabila kita sedang berada di rumah bersama isteri dan anak-anak
kita, saudara-saudara dan sanak saudara kita, maka kita harus bersikap terhadap
mereka dengan cara yang ditetapkan Allah. Apabila kita berbincang-bincang dengan
teman-teman kita dan bersantai-santai, kita juga harus selalu ingat bahwa kita adalah
pelayan Allah, dan bukan orang bebas. Apabila kita pergi ke luar rumah mencari nafkah
dan berurusan dengan orang lain, maka juga harus selalu ingat ajaran-ajaran Allah dalam
setiap hal dan setiap pekerjaan, dan tidak boleh sekali-kali melangkahi batas-batas yang
telah ditentukanNya. Apabila di tengah kegelapan malam kita merasa bahwa kita
boleh melakukan dosa yang tidak boleh diketahui oleh seorang pun, maka kita harus
ingat bahwa Allah selalu melihat kita dan bahwa Allahlah yang harus ditakuti dan
bukannya manusia. Apabila kita berada seorang diri di hutan, di mana kita boleh
berbuat kejahatan tanpa diketahui oleh polisi atau disaksikan siapa pun, maka di situ
pun kita juga harus menghentikan niat jahat kita dengan mengingatii Allah dan
mengabaikan keuntungan apa pun yang mungkin kita perolehi dengan risiko kita akan
dibenci Allah.

Sebaliknya, apabila dengan mengikuti kebenaran dan kejujuran, kita melihat bahaya
kerugian yang besar, maka kita juga tidak boleh ragu-ragu dan takut menanggungnya,
karena dengan demikian Allah akan senang kepada kita. Jadi, mengasingkan diri dari
dunia ramai dan duduk di tempat yang sepi sambil menghitung-hitung tasbih sama sekali
bukanlah 'ibadat. Sebaliknya, bila kita melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan duniawi
dengan tetap mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturan Allah, maka itu adalah 'ibadat.
Zikir atau mengingati Allah tidaklah berarti bahwa kita harus menyebut "Allah, Allah"
terus menerus, Tetapi mengingati Allah yang sebenarnya adalah ingat kepada Allah
dalam fikiran walaupun kita sedang terlibat dalam urusan-urusan yang sangat penting dan
mudah melalaikan kita dari ingat kepada Allah. Dalam kehidupan di dunia ini di mana
banyak kesempatan terbuka untuk melanggar hukum dan aturan Allah, di mana godaan-
godaan untuk memperolehi keuntungan yang besar datang bertubi-tubi dan ancaman
kehancuran dan kerugian berat mengepung dari segenap penjuru, kita harus selalu ingat
kepada Allah dan bertabah hati dalam mengikuti hukum dan aturanNya. Inilah zikir atau
mengingati Allah yang sebenamya. Al-Qur'an menyebutkan tentang zikir yang seperti ini
sebagai berikut:

"Apabila telah ditunaikan solat, maka bertebaranlah kamu, di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung".
(Al-Qur'an, al-Jumu'ah, 62:10)

MANFAAT SOLAT

Ingat-ingatlah arti 'ibadat tersebut di atas dan fikirkanlah sifat-sifat bagaimana yang
diperlukan untuk melakukan 'ibadat yang begitu besar itu dan bagaimana solat dapat
menghasilkan sifat-sifat itu dalam diri manusia.

KESADARAN AKAN KEDUDUKAN SEBAGAI BUDAK

Yang pertama-tama diperlukan adalah membuat kita bena-benar merasa bahwa kita
adalah budak Allah, dan bahwa kita harus selalu melayani kehendakNya di setiap saat
dalam hidup kita dan dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Peringatan seperti ini
terus-menerus diperlukan, karena dalam diri manusia bersembunyi satu iblis yang selalu
mempengaruhinya dengan kata-kata: "Kamu adalah budakku". Dan di seluruh dunia ini
terdapat berjuta-juta iblis yang masing-masing mengatakan kepada setiap manusia:
"Kamu adalah budakku". Pengaruh iblis-iblis ini tidak dapat dihancurkan, kecuali bila
manusia setiap hari mengingatkan dirinya bahwa ia bukanlah budak iblis melainkan
budak Allah. Pekerjaan untuk mengingatkan manusia ini dilakukan oleh solat. Setiap
hari, begitu kita bangun di pagi hari, solat mengingatkan kita akan hal itu sebelum kita
mulai mengerjakan pekerjaan kita sehari-hari. Ketika kita sibuk mengerjakan pekerjaan
kita di siang hari, maka tiga kali kita diingatkan oleh solat. Dan ketika kita akan pergi
tidur, peringatan itu diulangi lagi untuk yang terakhir kalinya. Inilah faedah pertama dari
solat, dan berdasarkan hal ini, maka dalam al-Qur'an solat disebut sebagai "pengingat"
yakni pengingatan kepada Tuhan.

RASA BERKEWAJIBAN

Karena dalam setiap langkah dalam hidup kita, kita harus melaksanakan perintah Allah,
maka perlu dikembangkan di dalam diri kita kemampuan untuk mengenali apa yang
wajib(fardh), dan bersamaan dengan itu juga penanaman kebiasaan untuk melaksanakan
kewajiban dengan penuh gairah. Seseorang yang tidak tahu apa yang dinamakan wajib,
sama sekali tidak akan boleh diharapkan untuk mematuhi perintah. Demikian pula halnya
dengan orang yang tahu artinya Tetapi tidak berlatih untuk melaksanakannya, hingga
bahkan setelah tahu apa yang wajib dikerjakannya, ia tidak mempedulikan kewajiban itu.
Orang yang begini jelas tidak boleh diharapkan untuk melaksanakan tugas yang banyak
yang diberikan kepadanya selama dua puluh empat jam siang dan malam.

LATIHAN KEPATUHAN

Orang-orang yang pernah bertugas dalam ketenteraan atau kepolisian pasti tahu,
bagaimana di dalam kedua-dua tugasan ini mereka diajar untuk memahami dan berlatih
menjalankan kewajiban. Selama siang dan malam hari mereka mendengarkan suara
trompet. Perajurit-perajurit diperintahkan berkumpul di suatu tempat di mana mereka
disuruh melakukan perbarisan. Semua ini dilakukan untuk membiasakan mereka untuk
melaksanakan perintah-perintah. Mereka disaring sejak permulaan latihan dan dipecat
apabila terbukti bahwa mereka tidak sesuai untuk suatu tugas, karena malas atau tidak
berdisiplin. Sama halnya, trompet solat juga dibunyikan lima kali dalam sehari, dengan
tujuan agar perajurit-perajurit Allah dengan cepat berkumpul dari segenap penjuru, dan
membuktikan bahwa mereka siap mematuhi perintah-perintah Allah. Seorang Muslim
yang tidak bergerak dari tempatnya ketika mendengar suara adzan, sebenarnya
membuktikan bahwa ia tidak mengerti arti kewajiban, atau kalaupun ia mengerti, ia
adalah seorang yang betul-betul tolol dan tidak berguna, hingga tidak layak untuk
menjadi perajurit dalam tentera Allah.
Karena alasan tersebut di atas itulah, Rasulullah saw berkata. "Sungguh aku ingin sekali
pergi membakar rumah orang-orang yang tetap tinggal di rumah mereka setelah
mendengar suaraan adzan". Dan itu pula sebabnya, dalam sebuah hadis, solat telah
dijadikan garis pemisah antara kufr dan Islam. Pada masa hidup Rasulullah saw dan
Khulafa Ar-rashidin, seseorang tidak dianggap Muslim kecuali bila ia ikut serta solat
berjema’ah dengan penuh semangat, sehingga mereka yang bermalas-malas dicela
sebagai orang-orang munafik:

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk mengerjakan solat mereka berdiri dengan
malas. Mereka bermaksud riya (dengan solat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali sedikit sekali".
(A\-Qura.n, an-Nisa', 4:142)

Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa dalam Islam tidak ada tempat bagi seseorang
yang tidak mengerjakan solat. Karena Islam bukanlah semata-mata kepercayaan,
melainkan juga merupakan ajaran-ajaran yang praktikal. Dengan demikian seorang
Muslim harus mempraktikkan Islam dan memerangi kekufuran dan kejahatan setiap saat
dalam hidupnya. Untuk menjalankan kehidupan praktikal yang ketat seperti ini, seorang
Muslim harus selalu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
Mereka yang tidak memiliki kesungguhan ini adalah sama sekali tidak berguna bagi
Islam. Itulah sebabnya solat telah diwajibkan lima kali dalam sehari, hingga mereka yang
mengaku Islam dapat diuji terus-menerus untuk mengetahui apakah mereka betul-betul
Islam dan gairah dalam melaksanakan perintah-perintah Allah dalam kehidupan praktikal
mereka sehari-hari. Apabila mereka tidak beranjak dari tempatnya ketika mendengar
suara adzan, jelaslah bahwa mereka tidak siap untuk menjalankan kehidupan praktikal
secara Islam. Dengan demikian, iman mereka kepada Allah dan RasulNya tidaklah ada
gunanya. Inilah sebabnya maka dalam Qur'an dikatakan:

"Jadikanlah sabar dan solat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk". (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:45)

artinya, solat itu hanya berat bagi mereka yang tidak bersedia untuk menjalankan
kepatuhan kepada Allah, dan seseorang yang merasa bahwa solat itu berat, ia telah
membuktikan bahwa dirinya tidak sesuai untuk menjadi hamba Allah.

MENIMBULKAN RASA TAKUT KEPADA ALLAH

Faktor ketiga adalah rasa takut yang harus dihidupkan terus menerus dalam hati.
Seseorang tidak akan dapat melaksanakan Islam, kecuali bila ia percaya bahwa Allah
selalu melihatnya setiap saat dan di setiap tempat, bahwa Allah selalu mengetahui per-
buatannya, bahwa Allah selalu melihatnya bahkan dalam kegelapan sekalipun, dan
bahwa Allah selalu menyertainya ketika ia bersendirian sekalipun. Adalah mungkin bagi
seseorang untuk bersembunyi dari seluruh manusia di dunia, Tetapi tidak mungkin untuk
menyembunyikan diri dari Allah. Orang boleh melepaskan diri dari hukuman manusia di
dunia ini, tetapi tidak mungkin ia boleh lepas dari hukuman Allah. Kepercayaan inilah
yang mencegah manusia dari melanggar larangan-larangan Allah. Dengan kekuatan
kepercayaan inilah ia dipaksa untuk menjaga diri agar tidak melanggar batas-batas halal
dan haram yang telah ditetapkan Allah bagi masalah-masalah kehidupan. Apabila
kepercayaan ini melemah, maka seorang Muslim tidak akan boleh menjalankan
kehidupan sebagai seorang Muslim dalam arti yang sebenarnya. Oleh karena itu, Allah
telah mewajibkan solat lima kali sehari-semalam untuk terus memperkuatkan
kepercayaan ini dalam hati orang yang beriman. Allah melukiskan faedah solat, dalam
KitabNya;

"...Sesungguhnya solat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar..."
(Al-Qur'an, al-Ankabut, 29:45)

Dengan sedikit pengartian saja kita sendiri akan boleh memahami alasan di belakang
proses ini, Sebagai contoh, solat dilakukan dalam keadaan bersih dan telah melakukan
wudhu'. Tetapi bila tubuh kita kotor dan kita belum membersihkan diri, atau bila
pakaian kita kotor dan kita belum menggantikan pakaian, atau bila kita belum
berwudhu', tetapi kita mengatakan bahwa kita sudah melakukannya, lalu kita
melaksanakan solat, siapakah yang akan tahu? Tetapi kita tidak pernah melakukan hal
itu. Mengapa? Karena kita yakin bahwa dosa kita itu tidak dapat disembunyikan dari
Allah. Demikian juga apabila bacaan-bacaan yang perlahan-lahan dalam solat tidak kita
baca sama sekali, tidak seorang pun yang akan tahu. Tetapi kita tidak pemah melakukan
hal itu. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Allah Maha Mendengar dan lebih dekat
kepada kita aripada urat darah di leher kita sendiri. Sama halnya, kita melakukan solat
di mana pun kita berada, baik ketika kita berada di hutan sendirian ataupun di rumah,
walaupun tidak ada orang yang melihat kita bersolat, dan tidak pula ada orang yang tahu
bahwa kita belum solat. Tetapi kita melakukannya juga. Mengapa? Karena kita takut
melanggari perintah Allah walaupun secara rahsia, dan karena kita yakin bahwa kita
tidak mungkin boleh bersembunyi dari penglihatan Allah. Dari hal ini boleh difahami
bagaimana solat menanamkan dan menghidupkan dalam hati manusia rasa takut kepada
Allah dan kesadaran bahwa Ia ada di mana-mana, Maha Melihat dan Maha Tahu.
Bagaimana kita boleh melaksanakan 'ibadat dan menghambakan diri kepada Allah
selama dua puluh empat jam siang dan malam, bila rasa takut kepada Allah dan
kepercayaan bahwa Ia selalu melihat kita, tidak dihidupkan terus-menerus dalam hati
kita? Apabila dalam hati kita tidak ada perasaan takut kepada Allah dalam urusan hidup
kita setiap hari di dunia ini, bagaimana mungkin bagi kita untuk mengabdikan diri
kepada kebaikan dan menghindari kejahatan?

KESADARAN AKAN HUKUM ALLAH

Faktor keempat yang sangat perlu dalam beribadat adalah kita harus sadar akan Hukum
Allah sebab bila kita sama sekali tidak tahu tentang hukum, bagaimana kita akan boleh
mengikutinya?Faktor ini juga dipenuhi oleh solat. Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca dalam
solat, dimaksudkan untuk membuat kita tetap mengetahui perintah-perintah dan Hukum
Allah. Khutbah Juma'at juga ditujukan agar kita semua mengetahui ajaran-ajaran Islam.
Salah satu keuntungan solat berjema’ah dan solat Juma'at adalah bahwa orang-orang
yang berilmu dan orang-oranng awam selalu berkumpul di satu tempat, dan dengan
demikian memberikan kesempatan kepada para jema’ah untuk mengetahui perintah-
perintah Allah. Malangnya, kita tidak berusaha untuk mengetahui arti bacaan-bacaan
yang kita baca dalam solat, Demikian pula terhadap khutbah-khutbah yang dibaca di
mimbar-mimbar Juma’at, sehingga kita langsung tidak memperolehi pengetahuan
tentang Islam daripadanya. Dan bila kita berkumpul untuk melakukan solat, orang-orang
yang berilmu di antara kita tidak mengajar apa-apa kepada orang-orang yang bodoh.
Sebaliknya, tidak pula orang-orang yang bodoh di antara kita meminta pengajaran
daripada mereka yang mengetahui. Solat menyediakan kesempatan bagi kita untuk
memperolehi semua keuntungan-keuntungan ini. Apabila kita tidak memperolehi
manfaat daripadanya, bukanlah solat yang harus disalahkan.

PRAKTIK KEBERSAMAAN

Yang kelima adalah seorang Muslim tidak boleh dibiarkan bersendirian saja dalam
kemelut hidup ini. Seluruh kaum Muslimin hams bersatu-padu dan berkumpul, bersama-
sama membentuk suatu masyarakat yang padat dan kuat, dan bekerja-sama saling tolong-
menolong dalam menegakkan sistem 'ibadat kepada Allah yakni dalam melaksanakan
perintah-perintahNya, dalam mengikuti hukum-hukumNya dan menyebarkannya ke
seluruh dunia. Kita tahu bahwa dalam kehidupan di dunia ini, di satu pihak ada orang-
orang Muslim, yakni hamba Allah yang patuh; dan di pihak yang lain terdapat orang-
orang kafir, iaitu orang-orang yang memberontak terhadap Allah. Antara kepatuhan dan
pemberontakan terhadap Allah terjadi pertentangan dan pertarungan yang terus-menerus.
Kaum pemberontak menghancurkan hukum-hukum Allah dan menggantikannya dengan
hukum-hukum syaitan, Apabila masing-masing orang Islam berdiri sendiri-sendiri, ia
tidak akan pernah menang dalam memerangi musuhMusuh Allah itu. Karena itu, perlulah
hamba-hamba Allah yang patuh bersatu-padu menghancurkan musuhMusuh Allah ini
dengan kekuatan persekutuan mereka, dan memastikan tertegaknya hukum Allah. Solat
adalah sarana yang paling ampuh untuk membina kekuatan.kolektif mereka ini. Solat
berjema’ah lima kali sehari, lalu jema’ah Juma'at seminggu sekali, kemudian solat
jema’ah raksasa pada dua hari raya, Aidil Fitri dan Aidil Adha, — semuanya ini bersama-
sama menjadikan ummat Islam bagaikan sebuah tembok yang kuat, dan menanamkan
dalam diri mereka persamaan tujuan, dan persatuan praktikal yang diperlukan untuk
menjadikan mereka tolong-menolong dalam kehidupan praktikal sehari-harian.

Monday 27 May 2013

IBADAT

Saudara-saudara sesama Muslim.


Allah berfirman dalam Kitab SuciNya:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu".
(Al-Qur'an, adz-Dzariyat, 51:56).

Dari ayat ini jelas bahwa tujuan kita lahir dan hidup di dunia ini tiada lain hanya
beribadat kepada Allah. Nah, sekarang kita bisa menyadari betapa pentingnya bagi
kita untuk mengetahui arti 'ibadat apabila kita ingin memenuhi tujuan, untuk apa kita
diciptakan. Sesuatu yang tidak dapat mencapai tujuannya berarti gagal. Apabila seorang
doktor tidak bisa menyembuhkan penyakit pesakitnya, ia dikatakan gagal dalam
pekerjaannya. Apabila seorang petani tidak bisa menanam tanaman yang baik, ia
dikatakan gagal sebagai petani. Sama halnya, apabila kita tidak berhasil mencapai tujuan
hidup kita yang sebenarnya, yakni beribadat kepada Allah, maka berarti seluruh hidup
kita telah gagal. Oleh kerena itu saya mengharapkan kita semua mendengarkan dengan
penuh perhatian dan memahami arti kata 'ibadat dan menyimpannya baik-baik dalam
fikiran kita, karena keberhasilan atau kegagalan kita dalam hidup ini bergantung
padanya.

ARTI 'IBADAT

‘Ibadat berasal dari kata 'abd; artinya adalah "pelayan" dan 'budak". Jadi, 'ibadat berarti
"penghambaan" dan "perbudakan".

Apabila seseorang yang menjadi budak kepada orang lain, melayani tuannya
sebagaimana halnya seorang budak, dan bersikap terhadap orang itu sebagaimana
terhadap seorang tuan atau majikan, maka perbuatan seperti itu disebut penghambaan dan
'ibadat. Berlawanan dengan ini, apabila seseorang yang menjadi budak kepada orang lain
dan juga memperoleh gaji daripadanya, tetapi tidak mau melayaninya sebagaimana
seorang budak terhadap tuannya, maka ia dikatakan tidak patuh dan membangkang, atau
lebih tepat lagi, hal itu dapat dikatakan sebagai pengkhianatan.

Sekarang fikirkanlah bagaimana seharusnya tingkah laku seorang budak terhadap
tuannya.

Kewajiban pertama dari seorang budak adalah memandang tuannya sebagai penguasa
(lord), dan merasa berkewajiban untuk setia kepada orang yang menjadi tuannya,
penunjang hidupnya, pelindung dan penjaganya, dan meyakini sepenuhnya bahwa tidak
seorang pun selain tuannya itu yang layak mendapatkan kesetiaannya.

Kewajiban kedua dari seorang budak ialah selalu patuh pada tuannya, melaksanakan
perintah-perintahnya dengan cermat, jangan sekali-kali enggan melayaninya, dan tidak
mengatakan sesuatu pun atau mendengarkan perkataan dari siapa pun yang bertentangan
dengan kehendak tuannya. Seorang budak dalam setiap saat, situasi dan keadaan, adalah
tetap seorang budak. Ia sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengatakan bahwa ia
akan mematuhi perintah tertentu dari tuannya dan membangkang perintah lainnya, atau
bahwa ia menjadi budak tuannya untuk waktu-waktu tertentu dan bebas dalam waktu-
waktu yang lain.

Kewajiban ketiga dari seorang budak adalah menghormati dan menghargai tuannya. Dia
harus mengikuti cara yang ditentukan oleh tuannya sebagai sikap hormat kepada tuannya.
Dia mestilah selalu hadir untuk memberi hormat pada waktu yang ditentukan oleh
tuannya sebagai bukti bahwa dia benar-benar setia dan patuh kepada tuannya.

Inilah hal-hal yang mutlak yang harus dipenuhi dalam 'ibadat,yaitu pertama, kesetiaan
terhadap tuan dan majikan; kedua, kepatuhan kepadanya; dan ketiga, penghormatan dan
penghargaan terhadapnya. Apa yang dikatakan Allah dalam ayat:
"Tiadalah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu".
Ini berarti bahwa tujuan Allah menciptakan kedua-dua jenis makhluk itu, adalah agar
mereka hanya setia kepada Allah saja dan tidak kepada yang lain, agar mereka hanya
mengikuti perintah-perintah Allah saja dan tidak mendengarkan perintah siapa pun
yang bertentangan dengan perintahNya dan menundukkan kepala dengan hormat dan
penghargaan hanya kepadaNya saja dan tidak kepada yang lain. Ketiga-tiga hal ini
telah dirumuskan Allah dalam satu istilah yang komprehensif, yaitu 'ibadat. Inilah yang
dimaksudkan dalam semua ayat di mana Allah memerintahkan agar manusia beribadat
kepadaNya. Intisari ajaran Rasul saw dan ajaran rasul-rasul lain yang diutus Allah
sebelumnya, adalah:

"...Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. (Al-Qur'an,Yusuf,
12:40)

Yang berarti bahwa hanya ada satu Penguasa yang berdaulat dan kita semua harus
setia, bahwa Penguasa itu adalah Allah; bahwa hanya ada satu hukum yang harus kita
patuhi, yaitu hukum Allah; dan bahwa hanya ada satu Zat yang harus disembah, yaitu
Allah.

AKIBAT PENGARTIAN YANG KELIRU TENTANG 'IBADAT

Jagalah makna 'ibadat tersebut di atas dalam fikiran kita dan jawablah pertanyaan-
pertanyaan saya yang berikut ini.

Apakah yang akan kita katakan mengenai seorang pelayan yang melaksanakan tugas-
tugas yang diberikan oleh tuannya, apabila ia hanya berdiri saja di sepanjang waktu di
hadapan tuannya dengan tangan memeluk tubuh dan terus-menerus menyebut nama
tuannya? Tuannya menyuruh agar ia pergi untuk mengambil suatu barang yang dirampas
oleh si Anu dan si Anu, tetapi ia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya, malah
membongkok-bongkok di hadapan tuannya itu dan memberi hormat kepadanya sepuluh
kali, kemudian berdiri lagi dengan tangan memeluk tubuh. Tuannya menyuruh
membetulkan masalah-masalah dan memberantas kejahatan-kejahatan, tetapi ia sama
sekali tidak bergerak sejengkal pun dari tempatnya, malah bersujud di hadapannya.
Tuannya menyuruh: "Potonglah tangan pencuri-pencuri". Mendengar perintah ini, dengan
masih tetap berdiri di tempatnya, pelayan itu mengulangi perintah tuannya beberapa kali
dengan suara yang sangat merdu: "Potonglah tangan pencuri-pencuri, potonglah tangan
pencuri-pencuri", tetapi tidak sekalipun ia berusaha untuk mendirikan suatu sistem
pemerintahan di mana orang-orang yang mencuri dihukum dengan hukuman potong-
tangan. Dapatkah kita mengatakan bahwa pelayan yang seperti ini benar-benar
menjalankan tugasnya sebagai pelayan? Apabila pelayan-pelayan kita bersikap seperti
ini, saya tidak tahu apa yang kita katakan. Tetapi saya betul-betul merasa heran
bahwa, pelayan-pelayan Allah yang bersikap seperti ini, kita anggap sebagai hamba
Allah yang soleh! Orang yang tidak mempunyai perasaan seperti ini, membaca perintah-
perintah Allah dalam al-Qur'an entah beberapa kali sejak pagi hingga petang, tetapi tidak
pernah beranjak untuk melaksanakan perintah-perintah tersebut. Sebaliknya ia terus-
menerus melakukan 'ibadat sunat demi 'ibadat sunat, menyebut-nyebut nama Allah
dengan menghitung-hitung tasbih dan membaca al-Qur'an dengan suara yang merdu.
Apabila kita melihat orang seperti ini, kita berkata: "Alangkah solehnya orang itu!"
Kebodohan seperti ini timbul karena kita tidak tahu arti yang sebenarnya dari 'ibadat.

Ada lagi seorang pelayan yang lain, yang siang malamnya sibuk melaksanakan tugas-
tugas yang diperintahkan oleh orang-orang lain kepadanya. Ia mentaati perintah-perintah
mereka, dan melaksanakan hukum yang mereka buat, sementara itu ia terus-menerus
mengabaikan perintah-perintah dari tuan yang sebenarnya, dan hanya hadir di
hadapannya pada waktu penghormatan saja dan hanya suka menggoyang-goyangkan
lidah menyebut-nyebut nama tuannya saja. Apabila pelayan kita berbuat seperti ini,
apa yang akan kita lakukan terhadapnya? Tidakkah kita akan melemparkan kembali
penghormatan yang diberikannya kepada kita ke mukanya sendiri? Apabila ia menyebut
kita sebagai tuan dan paduka, tidakkah kita mengejek dan mencaci makinya dengan
kata-kata: "Kamu bohong dan penipu; kamu makan gaji dari saya tetapi perintah orang
lain yang kamu kerjakan. Di mulut, kamu mengakui saya sebagai tuanmu, tetapi
kenyataannya kamu mengerjakan perintah orang lain dan tidak pemah mengerjakan
perintah saya". Ini adalah suatu hal yang jelas dan terang, yang kita semua biasa
memahaminya. Akan tetapi alangkah mengherankan bahwa kita menganggap sebagai
'ibadat perbuatan-perbuatan seperti solat, puasa, zikir, membaca al-Qur'an, haji dan zakat
yang dilakukan oleh orang-orang yang siang malamnya melanggar aturan dan hukum
Allah, yang mengerjakan perintah-perintah orang-orang kafir dan musyrik, dan tidak
pernah mempedulikan perintah-perintah Allah dalam urusan-urusan hidup mereka.
Kebodohan ini juga terjadi karena kita tidak mengerti arti yang sebenarnya dari 'ibadat.

Ambillah contoh seorang pelayan yang lain. Pelayan ini memakai pakaian seragam yang
diberikan oleh tuannya dengan sangat rapi sekali. Ia datang menghadap tuannya dengan
sikap yang paling hormat. Ketika mendengar perintah tuannya, ia membongkok hormat
dan berkata: "Dengan sepenuh hati, saya akan mematuhi perintah tuan", dan memberikan
gambaran seolah-olah ia adalah pelayan yang paling setia. Pada waktu penghormatan, ia
berdiri paling depan dan melebihi orang-orang lain dalam menyebutkan nama tuannya.
Tetapi di lain pihak, pelayan ini mengabdi kepada pemberontak-pemberontak dan
musuhMusuh tuannya sendiri, ikut serta dalam permufakatan yang mereka adakan untuk
menentang tuannya dan bekerjasama dengan mereka dalam usaha untuk menghapuskan
nama tuannya dari muka bumi. Dalam kegelapan malam, ia melakukan pencurian di
rumah tuannya dan di pagi hari menghadap kepadanya seperti seorang pelayan yang
sangat setia. Apa yang akan kita katakan tentang pelayan-pelayan seperti ini? Munafik,
penghianat, dan pembcronak, demikianlah kira-kiranya. Tetapi sebutan apa yang kita
berikan kepada pelayan-pelayan Allah yang berbuat seperti ini? Kita sebut mereka,
ulama, pemimpin-pemimpin agama, kiyai-kiyai, haji, orang-orang soleh dan hamba-
hamba Allah yang taat? Ini disebabkan kita memandang mereka sebagai orang-orang
yang sangat soleh dan taqwa dengan hanya melihat janggut-janggut, serban dan kopiah
mereka, sarung yang mereka pakai dua inci di atas mata-kaki, bekas-bekas sujud pada
dahi mereka, solat mereka yang tidak putus-putus serta untaian biji-biji tasbih mereka
yang besar. Kebodohan ini juga timbul karena kita semua tidak memahami arti ibadat
dan kesolehan.

Kita mengira bahwa berdiri menghadap Qiblat dengan tangan yang diam,
membongkokkan badan dengan tangan diletakkan pada lutut, bersujud dengan tangan
diletakkan di tanah dan membaca beberapa kata-kata yang khusus dan tetap, hanya
beberapa gerakan dan ucapan saja sudah merupakan 'ibadah. Kita mengira bahwa
dengan lapar dan haus dari pagi sampai petang setiap hari dalam Bulan Ramadhan adalah
'ibadat. Kita mengira bahwa membaca beberapa bagian dari surah-surah al-Qur'an
tanpa memahami artinya adalah 'ibadat. Kita mengira bahwa kunjungan ke Makkah
dan berjalan mengelilingi Ka'bah adalah 'ibadat. Pendeknya, yang kita namakan 'ibadat
hanyalah segi-segi lahiriyah dari beberapa perbuatan, dan apabila kita lihat seseorang
mengerjakan perbuatan-perbuatan tersebut dalam bentuk lahirnya, lalu kita mengira
bahwa ia telah melaksanakan 'ibadat kepada Allah dan memenuhi tujuan ayat:

"Dan Aku tidak akan menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu". (Al-Qur'an, adz-Dzariyat, 51:56).

Dan karenanya setelah itu ia bebas melakukan apa saja yang disukainya selama
hidupnya.

'IBADAT ADALAH  PENGHAMBAAN SEUMUR-HIDUP

Akan tetapi kenyataan yang sebenarnya ialah bahwa 'ibadat adalah untuk tujuan apa
kita semua diciptakan, dan yang telah diperintahkanNya kepada kita agar
dilaksanakan, adalah sama sekali berbeda. 'Ibadat yang sebenarnya ialah bahwa kita
mengikuti aturan dan hukum Tuhan dalam hidup kita, dalam setiap langkah dan setiap
keadaan, dan melepaskan diri kita dari ikatan setiap hukum yang bertentangan dengan
hukum Allah. Setiap gerakan yang kita lakukan haruslah selaras dengan garis-garis
yang telah ditentukan Allah bagi kita. Setiap tindakan kita harus sesuai dengan cara
yang telah ditentukan Allah. Dengan demikian, maka hidup kita yang kita tempuhi
dengan cara demikian inilah yang disebut 'ibadat. Dalam hidup yang demikian, maka
tidur kita, bangun kita, makan dan minum kita, bahkan berjalan dan berbicara kita,
semuanya adalah 'ibadat.
Demikian luasnya ruang lingkup 'ibadat ini hingga hubungan seks kita dengan isteri
kita dan ciuman kita kepada anak-anak kita juga adalah 'ibadat. Pekerjaan-pekerjaan-
kita yang umumnya kita sebut sebagai pekerjaan yang bersifat duniawi, sesungguhnya
semuanya adalah pekerjaan-pekerjaan keagamaan dan 'ibadat, asalkan dalam
mengerjakannya kita menjaga diri pada batas-batas yang telah ditentukan Allah, dan
dalam setiap langkah selalu memperhatikan apa yang diperbolehkan Allah dan apa yang
dilarangNya, apa yang halal dan apa yang haram, apa yang diwajibkan dan apa yang
dilarang, perbuatan dan tindakan apa yang membuat Allah suka kepada kita dan
perbuatan serta tindakan mana yang membuatNya tidak senang terhadap kita. Misalnya,
kita bekerja mencari nafkah. Dalam usaha kita ini, kita akan bertemu banyak
kesempatan untuk memperolehi wang haram dengan jalan yang mudah. Oleh karena
karena takut kepada Allah, kita tidak mau mengambil wang yang demikian dan hanya
mencari rezeki yang halal saja, maka waktu yang kita pergunakan untuk mencari
rezeki secara halal itu seluruhnya adalah terhitung sebagai 'ibadat. Dan hasil yang kita
bawa pulang ke rumah, kita makan bersama anak isteri serta mereka yang berhak untuk
memakannya seperti yang telah ditentukan Allah, maka untuk seluruh pekerjaan yang
kita lakukan itu, kita berhak memperolehi pahala dan rahmat Allah. Apabila di tengah
jalan kita menyangkirkan sebuah batu atau paku agar tidak mengenai orang-orang yang
lewat, maka ini juga termasuk 'ibadat. Apabila kita merawat orang sakit atau menuntun
seorang buta atau menolong orang yang sedang kesusahan, maka ini juga termasuk
'ibadat. Apabila ketika bercakap-cakap dengan seseorang, kita menghindar dari dusta,
mengata orang lain, memfitnah dan berbicara kasar serta menyanggung perasaan dan
karena takut kepada Allah, kita hanya mengatakan hal-hal yang benar saja, maka
seluruh waktu yang kita habiskan dengan berbicara secara jujur dan bersih itu akan
terhitung sebagai 'ibadat.

Jadi, 'ibadat yang sebenarnya kepada Allah ialah mengikuti hukum dan aturan-aturan
Allah dan menjalankan hidup yang sesuai dengan perintah-perintahNya sejak dari usia
aqil-baligh sehingga meninggal. 'Ibadat tidak mempunyai waktu-waktu tertentu. Ia harus
dilaksanakan sepanjang waktu. 'Ibadat juga tidak mempunyai satu bentuk yang khas.
Dalam setiap perbuatan dan setiap bentuk pekerjaan, 'ibadat kepada Allah harus
dilaksanakan. Karena kita tidak boleh mengatakan: "Saya hanya menjadi hamba Allah
pada waktu-waktu tertentu, dan tidak menjadi hambaNya pada waktu-waktu yang lain",
maka kita juga tidak boleh mengatakan bahwa pelayanan dan 'ibadat kepada Allah
hanya ditentukan pada waktu-waktu yang tertentu pula dan waktu-waktu yang lain tidak
diperuntukkan untuk itu.

Kita sekarang telah memahami arti 'ibadat dan kenyataan bahwa mengabdi kepada
Allah dan patuh kepadaNya sepanjang hayat dan dalam segala situasi dan keadaan adalah
'ibadat. Sekarang mungkin kita akan bertanya: "Kalau begitu, apakah hal-hal
seperti solat, puasa, haji dan sebagainya itu bukan 'ibadat? Jawabannya ialah: memang,
itu semua juga termasuk 'ibadat. Tetapi tujuan dari ibadat-ibadat seperti ini sebenarnya
adalah untuk mempersiapkan kita untuk melaksanakan 'ibadat besar yang harus kita
laksanakan selama hidup kita dalam segala situasi dan keadaan itu.

Solat mengingatkan kita, lima kali sehari, bahwa kita adalah seorang budak Allah dan
hanya kepadaNya kita harus mengabdi. Zakat menyadarkan kita setiap waktu akan
kenyataan bahwa uang yang kita peroleh adalah pemberian Allah. Janganlah kita
habiskan uang itu hanya untuk keperluan-keperluan jasmani kita saja, tetapi haruslah
kita berikan juga hak Allah. Haji membangkitkan kesan yang sedemikian rupa akan
cinta dan kebesaran Allah dalam hati orang yang melakukannya hingga sekali kesan ini
tertanam dalam hati, maka pengaruhnya tidak akan hilang seumur hidup. Apabila setelah
menjalankan semua 'ibadat ini seluruh hidup kita menjadi pencerminan 'ibadat kepada
Allah, maka tidak syak lagi solat kita adalah solat yang benar, puasa kita adalah puasa
yang benar, zakat kita adalah zakat yang benar, dan haji kita adalah haji yang benar.
Tetapi bila tujuan ini tidak tercapai, maka tidak ada gunanya melakukan ruku', sujud,
puasa, haji, dan zakat itu semua. Pekerjaan-pekerjaan lahiriah ini dapat diumpamakan
sebagai jasad, yang apabila mempunyai ruh dan bergerak serta melakukan pekerjaan, ia
merupakan manusia yang betul-betul hidup. Tetapi bila ia mati, maka ia tidak lebih
hanyalah seperti mayat. Mayat memang mempunyai segala sesuatu seperti kaki
dan tangan, hidung dan mata, tetapi tidak punya ruh. Oleh karena itu kita
menguburkannya dalam tanah. Demikian pula apabila peraturan-peraturan dalam solat
dijalankan, Tetapi rasa takut dan cinta kepada Allah tidak ada, maka ia juga akan menjadi
suatu pekerjaan yang tidak berjiwa dan sia-sia.

Dalam khutbah-khutbah saya yang akan datang saya akan menerangkan kepada kita
secara memdalam bagaimana semua 'ibadat wajib itu menjadi persiapan bagi manusia
untuk melaksanakan 'ibadat yang besar tadi. Saya juga akan menerangkan bahwa bila
kita melakukan 'ibadat-'ibadat itu semua dengan penuh pengartian dan coba untuk
memenuhi tujuan utamanya, maka 'ibadat-'ibadat itu akan membuahkan hasil dan
pengaruh yang besar dalam hidup kita.

Wednesday 22 May 2013

BAHAYANYA TIDAK MEMAHAMI PERBEDAAN ANTARA “DIN” DAN “SYARI’AH”


Sekarang saya ingin memberitahu anda bahaya yang akan melanda masyarakat Islam
karena ketidak fahaman mereka akan perbedaan antara din dan syari'ah.

Di kalangan ummat Islam ada beberapa cara dalam mengerjakan solat. Suatu kelompok
orang Islam meletakkan tangannya di atas dada, sedangkan yang lain meletakkan di
atas pusat atau perutnya. Sekelompok orang lagi mengikut membaca Fatihah ketika
menjadi ma'mum di belakang imam, sementara kelompok yang lain tidak. Satu kelompok
membaca amin dengan kuat, sedangkan kelompok yang lain dengan suara perlahan.
Masing-masing kelompok mengikuti cara masing-masing dengan keyakinan bahwa cara
yang dipakai kelompoknya sendiri itulah yang diajarkan Rasulullah saw, dan untuk
memperkuatkan keyakinannya itu mereka memiliki dalil yang kuat. Oleh karena itu,
semua kelompok adalah tetap merupakan pengikut Nabi saw, walaupun cara-cara solat
mereka berbeda. Tetapi orang-orang yang tidak baik hatinya, yang menganggap masalah-
masalah syari'ah ini sebagai masalah-masalah din menyatakan: perbedaan-perbedaan
dalam cara-cara beribadat itu sebagai perbedaan-perbedaan dalam din. Orang-orang
seperti ini membuat kelompok-kelompok sendiri, memisahkan masjid-masjid mereka dari
masjid-masjid kelompok lain, saling menghina satu sama lain, mengusir orang-orang
Islam dari kelompok lain dari masjid-masjid mereka, melakukan 'perang debat’ dan dalil
dan memecah belah ummat Rasulullah. Bahkan kalau hal ini masih tidak memuaskan
mereka, maka orang-orang yang suka bertengkar ini lalu bermula untuk saling melabel
sebagai kafir, berdosa, atau pembuat bid'ah. Ini boleh terjadi apabila seseorang yang
berprinsip sesuai dengan pemahamannya tentang al-Quran dan Sunnah tidak merasa puas
hanya dengan menjalankan prinsipnya itu untuk dirinya sendiri, tetapi menganggap perlu
untuk memaksa orang lain untuk mengikut pendiriannya itu, dan apabila orang lain
menolaknya, ia mulai melabel mereka kafir dan telah keluar dari din Allah.

Pelbagai mazhab yang kita lihat terdapat di kalangan ummat Islam seperti mazhab
Hanafi, Syafi’i, Ahlul Hadis dan sebagainya, semuanya mengakui al-Quran dan Hadis
dan sebagai pegangan terakhir dan melaksanakan ajaran-ajaran daripadanya sesuai
dengan pemahaman mereka. Mungkin bahwa pemahaman yang dimiliki suatu mazhab
adalah betul dan pemahaman yang lain keliru. Saya sendiri adalah penganut salah satu
mazhab tersebut dan menganggapnya betul, dan saya juga berbincang dengan mereka
yang menentang mazhab saya untuk menerangkan kepada mereka apa yang saya anggap
benar dan membuktikan apa yang saya pandang salah. Tetapi menganggap pendapat
orang lain salah adalah berbeda dengan mengkafirkannya. Setiap orang Islam punyai hak
untuk mengikuti syari'ah menurut pemahamannya sendiri. Apabila sepuluh orang Islam
mengikuti sepuluh cara yang berbeda, mereka semuanya adalah tetap orang Islam selama
mana mereka percaya pada syari’ah Islam. Mereka tetap merupakan satu ummah dan
tiada alasan bagi mereka untuk membentuk kelompok yang terpisah-pisah. Tetapi orang-
orang yang tidak memahami hal ini lalu memecah belahkan masyarakat Islam menjadi
kelompok-kelompok yang terpisah-pisah karena soal-soal yang remeh, saling menyerang,
saling berpisah solat dan masjid, menghentikan saling kawin-mengawini dan saling
berhubungan, dan menubuhkan kelompok-kelompok yang terdiri dari orang-orang yang
sesama golongannya sendiri, dengan cara sedemikian rupa seolah-olah masing-masing
kelompok adalah satu ummat yang berdiri sendiri.

BAHAYA PERPECAHAN

Kita tidak akan dapat menyadari bahaya yang telah menimpa Islam disebabkan oleh
perpecahan ini, dengan hanya menyatakan bahwa kaum Muslimin adalah satu ummah.
Tetapi cobalah buka mata kita untuk melihat kenyataan berikut.

Di Hindustan, ada 80 juta orang Islam. Seandainya masyarakat yang demikian besarnya
ini betul-betul bersatu dan berjuang bahu-membahu untuk menegakkan kalimat Allah,
siapa di dunia ini yang akan berani menganggap ringan terhadap mereka? Tetapi dalam
kenyataannya, karena adanya perpecahan-perpecahan di kalangan ummat, maka ummat
ini telah berpecah-belah menjadi beratus-ratus golongan. Masing-masing golongan saling
membenci, dan karenanya tidak bisa bersatu bahkan dalam keadaan yang paling krisis
sekalipun masing-masing kelompok ummat Islam saling berprasangka melebihi
prasangka orang Yahudi terhadap orang Kristian. Seringkali terjadi seorang anggota
suatu kelompok ummat Islam berpihak kepada orang-orang kafir untuk menghinakan
seorang anggota kelompok ummat Islam yang lain. Dalam keadaan begini, janganlah kita
heran apabila kita melihat ummat Islam dikalahkan dan dikuasai orang lain. Itulah
akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka sendiri. Mereka telah terkena hukuman
yang telah dinyatakan Allah dalam al-Qur'an.

"...atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan)
dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain... " (Al-Qur'an,
alAn'am, 6:65)

Artinya, salah satu hukuman Allah ialah Dia membagi-bagi kita sekalian menjadi
golongan-golongan yang berbeda-beda dan menjadikan golongan yang satu menjadi
musuh golongan yang lain.

Saudara-saudara. Hukuman yang dideritai oleh kaum Muslimin di seluruh Hindustan
tampak paling nyata di Punjab. Di Hindustan, perpecahan antara kaum Muslimin adalah
paling ramai di seluruh negeri, dan karena inilah maka jumlah kita yang majoriti di
Punjab ini tidak memiliki kekuatan apa-apa yang dapat mendatangkan faedah. Apabila
kita menginginkan kesejahteraan, kita mesti membubarkan semua golongan-golongan
yang ada, hidup bersaudara satu sama lain dan menjadi satu ummah yang bersatu. Tidak
ada satu dalil pun dalam syari’ah Allah yang dapat dijadikan dasar untuk menjadikan
mazhab-mazhab Ahlul Hadis, Hanafi, Deobandi, Brelvi, Syi'ah, Sunni dan sebagainya
sebagai ummah-ummah yang terpisah-pisah. Ummah-ummah yang semacam ini adalah
produk dari kejahilan. Allah hanya menjadikan satu ummah saja, yaitu: “Ummah
Muslimah”

Monday 20 May 2013

APAKAH SYARI'AH ITU?


Selanjutnya akan saya terangkan kepada anda apakah syari'ah itu sebenarnya. Syari'ah
berarti cara dan jalan. Apabila kita telah mengakui Allah sebagai yang paling berdaulat
atas diri kita dan menerima penghambaan terhadapNya. Dan apabila kita telah
mengakui bahwa Rasul adalah penguasa dan pemerintah yang nampak di dunia ini,
sebagai wakil dari Tuhan, serta mengakui bahwa Kitab Suci yang dibawa Rasul tersebut,
sebenarnya dikirimkan oleh Allah, maka ini berarti bahwa kita telah memasuki din
Allah. Setelah itu, bagaimana cara kita untuk mengabdi kepada Allah, dan jalan mana
yang harus ditempuh dalam pengabdian kita kepadaNya, itulah yang disebut syari'ah.
Cara dan jalan ini juga ditunjukkan oleh Allah melalui RasulNya yang mengajarkan cara
menyembahNya serta jalan menuju kesucian dan kebersihan. Rasul menunjukkan kepada
kita jalan menuju kebaikan dan kesolehan, cara-cara memberikan hak-hak, cara-cara
melakukan transaksi-transaksi dan urusan-urusan dengan sesama manusia, dan cara hidup
keseluruhannya. Perbedaan antara din dan syari'ah adalah bahwa, din selamanya adalah
satu dan sama, baik dahulu maupun sekarang, maka syari'ah adalah banyak. Sebagian
daripadanya dihapuskan, sebagiannya lagi diganti. Tetapi perubahan-perubahan dalam
syari'ah ini tidaklah mengubah din. Din Nabi Nuh adalah sama dengan din Nabi Ibrahim,
Musa, Isa, Syu'aib, Soleh, Hud, dan Muhammad saw, tetapi syari'ah dari tiap-tiap Rasul
tersebut, berbeda antara satu sama lain. Cara-cara melakukan solat dan puasa dari satu
nabi ke nabi yang lain, ajaran-ajaran tentang halal dan haram, peraturan-peraturan tentang
bersuci dan aturan-aturan perkawinan, perceraian dan pembagian warisan agak
berbeda dari satu syari'ah ke syari'ah yang lain. Tetapi meskipun ada perbedaan-
perbedaan dalam syari'ah ini, namun semuanya adalah sama-sama Muslim, sama ada
pengikut-pengikut Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Isa, pengikut-pengikut Nabi Musa, dan
kita semua ini juga adalah orang-orang Muslim karena din kita adalah satu dan sama. Ini
menunjukkan bahwa din tidak terpengaruh oleh perbedaan-perbedaan dalam peraturan-
peraturan syari'ah. Din tetap sama walaupun cara-cara untuk melaksanakannya berbeda.

SIFAT PERBEDAAN DALAM SYARI'AH

Untuk memahami perbedaan ini, marilah kita umpamakan ada seorang tuan yang
mempunyai banyak pelayan. Seorang pelayan yang tidak mengakui tuannya dengan
semestinya, dan tidak menganggap perintahnya layak untuk ditaati, adalah pelayan yang
pembangkang dan tidak patut disebut pelayan. Sedangkan mereka yag mengakui tuannya
sebagai tuan, merasa berkewajiban menjalankan perintah-perintahnya dan takut untuk
membangkang terhadapnya, adalah layak disebut pelayan. Apabila cara-cara
melaksanakan tugas yang diberikan oleh tuan mereka itu berbeda satu sama lain, maka
hal itu tidaklah mempengaruhi identitas mereka sebagai pelayan. Apabila tuannya
menunjukkan satu cara untuk melayaninya kepada seorang pelayan dan menunjukkan
cara yang lain kepada pelayan yang lain, maka pelayan yang pertama tidak berhak untuk
mengatakan bahwa hanya dia sendirilah pelayan tuannya itu dan pelayan yang kedua itu
bukan. Sama halnya, apabila pemahaman seorang pelayan tentang perintah tuannya
berbeda dengan pemahaman pelayan yang lain, tetapi keduanya melaksanakan perintah
itu sebagaimana menurut pemahaman masing-masing, maka kedua pelayan tersebut
adalah sama-sama mengabdi kepada tuannya dengan pengabdian yang sama. Mungkin
yang satu salah dalam memahami maksud perintah itu sedangkan yang lain dapat
memahaminya dengan betul. Tetapi selama kedua-duanya tetap melaksanakan perintah-
perintah tersebut, maka tidak seorang pun boleh mengatakan kepada pelayan yang salah
faham tersebut bahwa, ia telah membangkang perintah tuannya dan karena itu dipecat
dari jabatannya.
Dari contoh ini kita dapat dengan jelas memahami perbedaan antara din dan syari'ah.
Sebelum kedatangan Rasulullah Muhammad saw, Allah telah mengirim pelbagai syari'ah
melalui pelbagai rasul. Kepada seorang rasul dikirimkan satu macam cara mengabdi
kepada Allah, dan kepada rasul yang lain dikirimkan cara yang lain. Mereka yang
mengabdikan diri kepada Allah menurut cara-cara yang diajarkan oleh rasul-rasul
tersebut adalah orang-orang Islam, walaupun cara-cara pengabdian mereka berbeda satu
sama lain. Kemudian pada waktu Rasulullah Muhammad diutus, Allah memerintahkan:
"Sekarang seluruh cara-cara pengabdian yang telah lalu, Kami hapuskan. Mulai sekarang
siapa saja yang ingin mengabdi kepada Kami haruslah megikuti cara yang telah Kami
ajarkan kepada Rasul Kami yang terakhir". Maka setelah adanya perintah ini, tidak
seorang pun yang boleh mengabdikan kepada Allah menurut cara-cara yang sudah lalu,
karena bila ia tidak mengikuti cara yang baru dan mengikuti cara yang lama, maka
sebenarnya dia tidaklah mentaati perintah Allah, melainkan menuruti kemauannya
sendiri. Karena itu ia dapat dan memang secara otomatik, dipecat dari jawatan sebagai
hamba Allah, atau dalam bahasa agama, ia telah menjadi kafir.

SIFAT PERBEDAAN DALAM MAZHAB FIQH

Hal yang tersebut di atas adalah mengenai pengikut rasul-rasul sebelum Muhammad saw.
Mengenai pengikut-pengikut Rasulullah Muhammad saw sendiri, maka bagian kedua
dari contoh yang tersebut di atas,berlaku bagi mereka. Semua orang yang percaya
bahwa syari'ah yang dikirimkan Allah kepada Rasulullah saw adalah Syari'ah Allah dan
merasa berkewajiban untuk mengikutinya adalah orang-orang Islam. Sekarang, apabila
sebagian orang Islam memahami perintah-perintah dalam syari’ah itu dengan suatu
pengartian dan sebagian orang Islam lain memahaminya dengan pengartian yang
berbeda, maka kedua-dua kelompok orang Islam tersebut tetaplah orang Islam. Walaupun
masing-masing memiliki pengartian yang berbeda tentang perintah-perintah tersebut, dan
menjalankannya dengan cara yang berbeda pula, karena masing-masing yang mengikuti
sesuatu cara berkeyakinan bahwa cara itulah yang diperintahkan oleh Allah. Dalam hal
ini, masing-masing mengatakan bahwa kelompoknya yang sendiri adalah hamba-hamba
Allah yang sebenanrya, sedangkan kelompok yang lain bukan. Paling buruk yang dapat
dikatakanNya adalah bahwa kelompoknya sendirilah yang memiliki pemahaman yang
tepat mengenai perintah Allah, sedangkan kelompok yang lain tidak. Tetapi mereka sama
sekali tidak berhak memecat kelompok yang lain itu dari kedudukan mereka sebagai
orang-orang Islam. Barangsiapa yang berani memecat seorang Islam dari keIslamannya
berarti telah menganggap dirinya sebagai tuhan. Seolah-olah ia berkata: "Sebagaimana
yang engkau ketahui, adalah wajib bagimu mentaati perintah-perintah Allah, demikian
pula wajib bagimu untuk tunduk pada pemahamanku tentang perintah Allah itu. Apabila
kamu tidak mau tunduk, maka aku dengan senangnya akan memecatmu dari
kedudukanmu sebagai hamba Allah. Bayangkan, betapa besarnya hal ini! Oleh karena itu
Rasulullah saw mengatakan: "Barangsiapa dengan semena-mena melabel seorang
Muslim sebagai kafir, maka tuduhannya itu akan berbalik kepada dirinya". Karena Allah
hanya mewajibkan seorang Muslim taat kepada perintahNya saja, si penuduh itu
berkata: "Tidak, kamu juga harus tunduk pada penafsiran dan penilaianku" (yang berarti:
Tuhanmu bukan hanya Tuhan sendiri saja, tetapi aku juga adalah tuhanmu yang kecil).
Dan apabila kamu tidak tunduk kepada perintahku, maka dengan senangnya aku sendiri
akan memecat kedudukanmu sebagai hamba Tuhan, tidak peduli apakah Tuhan
memecatmu atau tidak". Barangsiapa yang sewenang-wenangya berkata seperti ini,
berarti ia telah melibatkan dirinya ke dalam bahaya menjadi seorang kafir, terlepas dari
apakah orang yang dilabelnya itu berubah dari Muslim menjadi kafir atau tidak.

Saudara-saudara!

Saya harap kita semua telah memahami sepenuhnya perbedaan antara din dan syari'ah.
Kita juga tentunya telah mengerti bahwa perbedaan dalam cara mengabdikan diri pada
Allah tidak berarti menyimpang dari din, asalkan orang yang mengikuti cara yang
tertentu itu benar-benar sadar dan yakin bahwa Allah dan RasulNya benar-benar
memerintahkan apa yang dikerjakannya itu, dan untuk menguatkan cara yang
dilakukanya itu ia memiliki bukti yang kukuh dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.

Monday 13 May 2013

ARTI "DIN" DALAM ISLAM


Beberapa arti Din. Arti yang pertama adalah "kehormatan pemerintahan,
negara, kemaharajaan dan kekuasaan". Arti yang kedua sangat bertentangan dengan arti
yang pertama, iaitu: "ketundukan, kepatuhan, perbudakan, penghambaan, dan
penyerahan". Arti ketiga adalah "memperhitungkan, mengadili, memberi ganjaran dan
hukuman atas perbuatan". Ketiga-tiga arti ini dipakai di dalam al-Qur'an.

Allah berfirman :

"Sesungguhnya agama (yang diredhai) di sisi Allah, hanyalah Islam..."
(Al-Qur'an, Ali 'Imran, 3:19)

Ini berarti bahwa bagi Allah yang disebut din adalah ajaran yang membuat manusia
mengakui hanya Allah saja yang menjadi Pemilik Kemuliaan dan Kehormatan, dan
yang tidak membuat manusia bersujud di hadapan siapa pun kecuali Allah. Manusia
harus memandang Allah saja sebagai Majikan, Yang Dipertuan dan Penguasa, dan
manusia tidak boleh menjadi hamba, pelayan dan orang bawahan kepada siapa pun
kecuali Allah. Manusia harus menganggap Allah saja sebagai Pemberi ganjaran dan
hukuman, dan tidak boleh takut kepada siapa pun kecuali Dia serta tidak boleh
menginginkan ganjaran atau menakuti hukuman dari siapa pun kecuali dari Dia. Sebutan
din seperti ini maksudnya adalah agama Islam. Apabila, berlawanan dengan din yang
seperti ini, misalnya, manusia menganggap seorang manusia lain sesamanya sebagai
pemilik kehormatan dan kemuliaan yang sesungguh-sugguhnya, sebagai tuan dan
penguasa yang mutlak, serta pemberi ganjaran dan hukuman yang sebenamya, lalu
tunduk kepadanya dengan sikap yang hina, menghamba kepadanya, mentaati perintah-
perintahnya, menginginkan ganjaran dan takut akan hukuman daripadanya, maka din
seperti ini adalah din yang bathil. Allah tidak akan menerima din yang semacam ini
karena sama-sekali berlawanan dengan realiti. Tiada ada sesuatu pun selain Allah yang
memiliki kehormatan dan kemuliaan di seluruh alam semesta ini, tidak pula ada
kekuasaan dan kerajaan selain kekuasaan dan kerajaanNya. Manusia diciptakan bukan
untuk menjadi pelayan atau budak kepada siapa pun selain Allah, tidak pula ada majikan
yang sebenarnya selain Dia yang mampu memberi ganjaran dan hukuman. Kenyataan ini
telah ditunjukkan dalam dua ayat berikut:

"Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekaii-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi". (Al-Qur'an, Ali 'Imran, 3:85)

Artinya, barangsiapa mengabaikan kedaulatan dan kemaharajaan Tuhan, sebaliknya
mengakui manusia lain sesamanya sebagai majikan dan penguasa, serta menjadi pelayan
dan hambanya, dan menganggapnya sebagai pemberi ganjaran dan hukuman, maka
Tuhan tidak akan menerima dinnya, karena:

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus..."
(Al-Qur'an, al-Bayyinah, 98:5)

Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia supaya menjadi hambaNya semata-
mata, dan Dia telah melarang mereka bersikap hina dan menghamba kcpada siapa pun
selain Dia. Oleh sebab itu, wajiblah manusia memalingkan diri dari sesama makhluk dan
memusatkan perhatian mereka hanya kepada din mereka saja, yaitu kepatuhan dan
penghambaan kepada Allah. Manusia harus mengabdikan diri untuk melayaniNya dengan
sepenuh hati, dan hanya takut dipertanggungjawabkan terhadapNya saja.

"Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-
Nyalah, menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka
maupun. terpaksa, dan hanya kepada Allah mereka dikembalikan".
(AlQur'an, Ali 'Imran, 3:83)

Ini berarti bahwa, apakah manusia mau bersikap hina dan rendah serta melayani
sesama manusia lain - walaupun semua makhluk yang ada di langit dan di bumi menjadi
budak dan pelayan yang patuh kepada Allah semata-mata dan mereka hanya
menyerahkan diri kepada-Nya saja dan mempertanggungjawabkan perbuatan mereka
kepada-Nya saja. Apakah manusia mau membuat rencana sendiri yang bertentangan
dengan rencana seluruh alam semesta yang terdiri dari bumi dan langit.

"Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur'an)
dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-
orang musyrik tidak menyukai". (Al-Qur'an, 9:33)

Ini berarti bahwa Allah telah mengutuskan utusanNya dengan membawa din yang benar
dengan tujuan mengakhiri kedaulatan semua tuhan-tuhan palsu, dan meningkatkan derajat
manusia sedemikian rupa, sehingga mereka tidak lagi menjadi pelayan kepada siapa
pun kecuali Penguasa alam semesta dengan tidak mempedulikan keberatan apa pun yang
diajukan oleh kaum musyrik dan kafir terhadapnya, karena kejahilan mereka.

"Dan peranglah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-
mata bagi Allah..." (Al-Qur'an, al-Anfal, 8:39)

Artinya, kita harus melakukan peperangan, sehingga kejahatan kedaulatan makhluk -
bukan kedaulatan Allah – dapat dilenyapkan, dan hanya hukum Allah saja berlaku di
dunia ini, kedaulatan Allah saja yang diakui dan manusia hanyalah menjadi hamba
Allah semata-mata.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, tentulah kita sekarang bisa memahami arti
din (agama), yakni :

Mengakui hanya Allah saja sebagai Tuhan, Majikan, dan Penguasa.
Taat hanya kepada Allah saja, serta mengabdi hanya kepadaNya saja.
Takut akan dipertanggungjawabkan terhadap Allah, takut pada hukumanNya, dan
sangat mengharapkan ganjaran-Nya.

Oleh karena perintah-perintah Allah hanya disampaikan kepada manusia dalam Kitab
Nya melalui perantaraan Rasul yang membawa Kitab Suci tersebut, maka seseorang yang
mengakui Allah sebagai Tuhan dan Penguasa, boleh dikatakan patuh kepadaNya, apabila
dia juga patuh pada UtusanNya dan melaksanakan perintah-perintah yang diterimanya
melalui Utusan tersebut, sebagaimana tersebut dalam al-Qur'an:

"Wahai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri
yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertaqwa dan
mengadakan kebaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati". (Al-Qur'an, al-Araf, 7:35).

Inilah tepatnya arti yang terkandung dalam din.

ARTI PATUH KEPADA ALLAH DAN RASULULLAH SAW


Saudara-saudara sesama Muslim.

Seruan saya yang berulang-ulang kepada anda, bahwa hanya Allah dan RasulNya
sajalah yang harus dipatuhi, tidak berarti bahwa anda tidak boleh dengar dan patuh
perkataan dari sesiapa pun. Tetapi maksudnya ialah, anda tidak boleh mengikut perkataan
orang begitu saja, tetapi mestilah anda selalu memeriksa apakah orang yang menyuruh
anda melakukan sesuatu itu berdasarkan ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya, atau
bertentangan dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Apabila perkataan orang itu memang
sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka anda harus mengikuti perkataannya,
karena itu berarti anda mengikuti Allah dan, Rasul-Nya. Tetapi apabila perkataannya itu
tidak sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka anda tidak boleh mengikutinya,
karena seorang Muslim tidak boleh mengikuti perkataan sesiapa. pun selain yang datang
dari Allah dan Rasul-Nya.

Anda boleh memahami masalah ini apabila anda ingat bahwa Allah sendiri tidak datang
kepada anda dan menyampaikan perintah-perintahNya. Apa pun perintah-perintahNya
yang hendak disampaikan, telah disampaikan melalui Rasul-Nya. Sedangkan Rasulullah
sendiri telah pulang ke rahmatullah kira-kira seribu empat ratus tahun dahulu. Perintah-
perintah Allah yag disampaikan kepada baginda, tersimpan dalam al-Qur'an dan perintah
dari baginda sendiri yang berdasarkan perintah Allah tersimpan dalam Hadith. Tetapi al-
Qur'an dan Hadith bukanlah seperti manusia yang bisa bergerak ke mana-mana dan
memberikan perintah. Kedua-duanya tidak bisa datang kepada anda dan memberikan
perintah untuk melakukan hal-hal tertentu, dan melarang melakukan hal-hal tertentu.
Dalam hal ini, hanya manusia sajalah yang bisa membantu anda menyesuaikan
tingkah laku anda sesuai dengan ajaran-ajaran al-Qur'an dan Hadith. Oleh sebab itu,
apabila anda sendiri tidak memahami al-Qur'an yang sebenarnya dan tiada ahli-ahli
Hadith yang dekat dengan kehidupan anda, maka tidak ada jalan lain bagi anda selain
mengikuti petunjuk-petunjuk dari orang yang tahu akan kedua-dua sumber tersebut.
Tetapi anda tidak boleh mengikuti perkataannya secara membuta saja, tetapi mestilah
memeriksa apakah perkataannya itu sesuai dengan al-Qur'an dan Hadith atau tidak.
Apabila orang tersebut memberi bimbingan kepada anda berdasarkan, al-Qur'an dan
Hadith, maka wajiblah bagi anda untuk mengikutinya. Tetapi apabila perkataannya tidak
sesuai dengan al-Qur'an dan Hadith, maka anda dilarang untuk mengikutinya.

Sunday 12 May 2013

PETUNJUK YANG BENAR HANYA DARI ALLAH

LG Nexus 4 E960
Akhimya hanya tinggal Allah Yang Maha Mengetahui sajalah yang boleh memberi
petunjuk yang anda perlukan. Tuhan adalah Maha Mengetahui dan Maha Melihat.
Allahlah mengetahui segala rahsia dan hakikat sesuatu. Hanya Dialah yang mampu
memberitahu anda di mana letak keuntungan dan kerugian anda yang sebenarnya,
tindakan apa yang betul-betul benar bagi anda dan tindakan apa yang salah. Di samping
itu Allah juga tidak memerlukan apa-apa pun dari anda atau dari siapa saja. Allah
tidak perlu mengejar keuntungan. Allah sama-sekali tidak perlu (ma’adzallah) untuk
mencari keuntungan dengan jalan menipu. Jadi, petunjuk apa pun yang diberikan oleh Zat
yang Maha Suci dan tidak memerlukan sesuatu itu, tidak akan mengandungi motif
mencari keuntungan diri sendiri, dan sepenuhnya hanya dimaksudkan demi untuk
kepentingan anda sendiri. Allah juga Hakim yang Maha Adil. Tidak ada satu titik
kezaliman pun yang ada padaNya. Dengan demikian, perintah-perintahNya seluruhnya
akan berdasarkan pada kebenaran dan keadilan. Kalau anda mengikuti perintah-
perintahNya, maka anda tidak akan terjerumus melakukan kezaliman kepada diri anda
sendiri maupun orang lain.

BAGAIMANA MEMPEROLEH MANFAAT DARI BIMBINGAN ILAHI?

Terdapat dua hal yang diperlukan untuk boleh memperoleh manfaat dari petunjuk yang
diberikan Allah. Pertama, percaya sepenuhnya kepada Allah dan Rasul-Nya yang
membawa petunjuk itu. Artinya, anda harus betul-betul yakin bahwa petunjuk apa pun
yang diberikan Rasuluilah berdasarkan Wahyu Ilahi adalah mutlak benar, terlepas
anda memahami kebijaksanaan yang ada dibalik petunjuk itu atau tidak.
Kedua, setelah mempercayai petunjuk itu, anda harus segera menurutinya; jika tidak,
anda tidak akan memperoleh hasil apa-apa. Misalkan ada seseorang yang mengatakan
kepada anda bahwa suatu makanan mengandung racun yang mematikan, karena itu
jangan dimakan. Lalu anda berkata: "Kamu pasti benar. Makanan itu tentu mengandung
racun dan bisa mematikan". Tetapi setelah mempercayai hal itu anda memakan
makanan itu.Tentu saja akibatnya akan sama saja dengan apabila anda memakannya
tanpa tahu bahwa makanan itu beracun. jadi, apa gunanya anda mempercayai dan
mengetahui bahwa makanan itu beracun? Anda akan memperoleh manfaat dari
petunjuk Allah apabila anda mematuhi perintah-perintahNya setelah anda
percaya kepadaNya. Anda tidak boleh hanya berkata saja: "Kami percaya dan
membenarkan perintah-perintah yang diberikan Allah”. Anda harus betul-betul
melaksanakannya. Demikian pula, anda tidak boleh hanya berjanji di mulut saja
bahwa anda tidak akan melakukan hal-hal yang telah dilarang oleh Allah, tetapi harus
betul-betul menjahuinya. Itulah sebabnya Allah berulang-ulang menegaskan:

"Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada RasulNya..."
(Al-Qur'an, al-Maidah, 5:92).

....Dan jika kamu taat kepadanya (Rasul), nescaya kamu mendapat petunjuk..."
(Al-Qur'an, an-Nur, 24:54)

"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan
sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah
mengetahui orang-orang yang beransur-ansur pergi di antara kamu dengan
berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintahNya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih".
(Al-Qur'an, an-Nur, 24:63)

Friday 10 May 2013

PATUH KEPADA SELAIN ALLAH ADALAH PENYELEWENGAN

SAMSUNG Galaxy Note 8 - Cream White
Sekarang marilah kita lihat mengapa manusia bisa tersesat dalam kegelapan dengan
mematuhi objek-objek selain Allah, dan mengapa bahwa cahaya kebenaran hanya bisa
diperoleh dengan jalan patuh kepada Allah.

Kita hendaklah mengetahui bahwa hidup kita terikat oleh beribu mata-rantai
hubungan. Hubungan kita yang pertama adalah dengan jasad kita sendiri. Tangan, kaki,
mata, telinga, lidah, otak, hati, perut, semuanya diberikan Allah untuk melayani
kepentinganmu. Kita harus mencari bagaimana caranya menggunakan mereka dengan
baik Dengan apa kita harus mengisi perut kita, dan dengan apa tidak. Pekerjaan apa
yang boleh dikerjakan oleh tangan dan apa yang tidak. Jalan mana yang harus ditempuh
oleh kaki dan jalan mana yang tidak boleh dijalani. Pekerjaan apa yang boleh dikerjakan
oleh mata dan telinga dan pekerjaan apa yang tidak boleh. Untuk pembicaraan yang
bagaimana lidah harus dipakai. Fikiran macam apa yang harus difikirkan oleh otak.
Semua ini harus kita partimbangkan. Kita bisa memanfaatkan pelayan-pelayanmu itu
untuk mengerjakan pekerjaan yang baik ataupun yang buruk. Mereka bisa mengangkat
derajat kita menjadi orang yang mulia dan luhur, tetapi mereka juga bisa memerosokkan
kita ke jurang kehinaan yang lebih rendah daripada binatang.

Selain itu, kita mempunyai ikatan dengan anggota keluarga kita. Kita punya ayah,
ibu, saudara lelaki, saudara perempuan, anak, isteri, dan kerabat-kerabat lain. Dalam hal
ini, kita harus memutuskan bagaimana kita harus berbuat terhadap orang-orang ini.
Apa hak kita terhadap mereka dan apa hak mereka terhadap kita? Kesenangan,
kebahagiaan dan kejayaan kita di dunia ini dan di akhirat nanti bergantung pada tingkah
laku kita yang benar terhadap mereka. Apabila tingkah laku kita salah, dunia akan
menjadi neraka bagi kita, dan tidak hanya di dunia ini saja, tetapi juga di akhirat nanti,
kita harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah.

Seterusnya, kita juga mempunyai hubungan dengan beribu-ribu manusia di dunia ini.
Sebagian dari mereka adalah tetangga kita, sebagian adalah teman-teman dan
sahabat kita, dan sebagian lagi mungkin musuh-musuh kita. Juga banyak di antara
mereka yang merupakan sokongan bagi kita. Kepada sebagian dari mereka, kita
harus memberi sesuatu, dan dari yang lainnya kita harus mengambil sesuatu. Seseorang
yang memberi amanah kepada kita, sesungguhnya dia mempercayai kita, sedangkan
apabila kita mengamanahkan sesuatu kepada orang, kita juga mempercayai orang itu.

Kedudukan kita kadang-kadang lebih tinggi dari sebagian orang, dan sebagian lagi lebih
tinggi kedudukannya dari kita. Pendeknya, kita tidak dapat tidak, mesti terus-menerus
berurusan dengan begitu banyak orang yang tidak boleh kita hitung. Dan kebahagiaan
kita, kehormatan dan nama baik kita di dunia ini, semuanya bergantung pada
kemampuan kita untuk mempertahankan hubungan-hubungan ini atas dasar tingkah laku
yang benar. Dan sama halnya di akhirat nanti, kita bisa memperoleh tempat terhormat
di sisi Allah, hanya apabila kita tidak pernah merampas hak-hak seseorang dan tidak
pernah berlaku zalim terhadap siapapun. Kita akan memperoleh tempat terhormat di
akhirat nanti, apabila di sana tidak ada yang menuntut dan menuduh kita telah
merosakkan kehidupan atau merugikan kehormatan, hidup atau harta-benda seseorang
secara tidak sah. Oleh karena itu kita juga harus memutuskan bagaimana memelihara
hubungan-hubungan yang tidak terhitung banyaknya ini dengan cara yang sepatutnya,
dan menghindarkan perbuatan-perbuatan yang bisa merusak hubungan-hubungan ini.

Sekarang, kita harus ingat bahwa untuk memelihara hubungan yang benar - antara kita
dengan tubuh kita sendiri, dengan anggota-anggota keluarga kita, dan dengan orang-
orang lain - kita memerlukan petunjuk pengetahuan pada setiap langkah. Kita harus
tahu apa yang benar dan apa yang tidak benar dalam setiap tindakan. Apa yang asli dan
apa yang palsu, mana yang adil dan mana yang zalim. Siapa yang mempunyai hak atas
diri kita dan berapa banyak haknya, apa hak kita atas orang lain dan sejauh mana. Di
mana keuntungan dan kerugian yang sebenarnya. Apabila kita berusaha mencari
pengetahuan tentang semua hal ini dalam diri kita sendiri, kita tidak akan
mendapatkannya, karena diri-manusia (nafs) sendiri adalah jahil. Apa lagi yang dipunyai
oleh nafsu itu selain dorongan-dorongan kepuasan jasmani. Nafsu kita akan menyuruh
minum minuman keras, melacur dan mencari uang dengan cara tidak sah, karena hal-hal
itu adalah menyenangkan bagi nafsu. Nafsu akan menggoda kita untuk merampas hak-
hak orang lain dan menahan hak mereka, karena perbuatan seperti itu adalah
menguntungkan bagi diri kita. Nafsu akan mengajak kita memperalat dan mencegah
kita untuk memberikan bantuan kepada orang lain, karena dengan cara ini hidup kita
akan senang sekali. Apabila kita menyerahkan diri kepada nafsu yang jahil dan
menyeleweng itu, tentu ia akan menyeret kita menjadi orang yang hanya mementingkan
diri sendiri, menjadi orang yang rusak akhlak dan hidup kita akan hancur di dunia dan
akhirat nanti.

Hal kedua yang mungkin terjadi dari mengikuti nafsu kita sendiri, adalah kita percaya
pada manusia dan membiarkan mereka menyeret kita ke mana saja mereka kehendaki.
Bahaya yang mungkin terjadi adalah munculnya orang-orang egois yang akan
memperbudakkan kita, atau munculnya orang-orang jahil – yang dia sendiri sudah sesat
– yang akan menyesatkan kita. Atau seorang yang zalim yang mungkin akan
memperalatkan kita yang menggunakan kita untuk melakukan kezaliman terhadap
orang lain. Pendeknya, dengan mempercayakan diri pada orang lain, kita tidak akan
dapat petunjuk pengetahuan yang dapat membimbing kita untuk membedakan mana
yang benar dan mana yang salah, dan kita tidak akan dpat menempuh jalan yang benar
dalam hidup kita di dunia ini.

KESEJAHTERAAN MANUSIA TERLETAK PADA KEPATUHAN TERHADAP ALLAH

SAMSUNG Galaxy Tab 2 7.0 Espresso 8GB Wi-Fi - White
Kenyataan tuntutan Allah kepada manusia agar patuh kepadaNya, adalah dimaksudkan
demi kesejahteraan dan kebaikan manusia itu sendiri. Allah tidaklah sama dengan
penguasa-penguasa di dunia ini. Apabila penguasa-penguasa agar
rakyat patuh kepada mereka, hal itu mereka lakukan adalah demi kepentingan mereka
sendiri. Tetapi Allah tidaklah memerlukan apa pun daripada manusia. Allah tidak
memerlukan pajak dari kita. Allah tidak perlu mendirikan istana, membeli kendaraan,
dan membeli barang mewah dari hasil pajak yang dipungut dari kita. Maha Suci Allah,
Dia tidak memerlukan sesuatu apa pun yang sejenis itu. Karena, segala sesuatu yang ada
di dunia ini adalah milikNya belaka. Allah adalah pemilik semua simpanan kekayaan
yang ada di bumi ini. Allah menuntut kesetiaan manusia kepadaNya hanya karena Dia
menginginkan agar manusia hidup sejahtera. Allah tidak menginginkan makhluk paling
mulia yang diciptakanNya menjadi hamba syaitan atau hamba manusia, atau
menundukkan kepala di hadapan benda-benda atau makhluk-makhluk yang berderajat
rendah. Allah tidak menginginkan mereka yang menjadi wakilNya di bumi ini, meraba-
raba dalam kegelapan, kebodohan dan, sebagaimana binatang, menjadi hamba bagi hawa-
nafsunya sendiri, dan dengan demikian merendahkan derajat dirinya kepada derajat yang
serendah-rendahnya. Karena itu Dia memerintahkan: "Patuhlah kamu kepada Kami.
Berjalanlah terus ke depan dengan membawa obor, cahaya, yang telah Kami kirimkan
kepadamu melalui utusan-utusan Kami. Pasti kalian akan menemui jalan yang lurus, dan
dengan menempuh jalan itu kamu akan memperoleh kedudukan yang terhormat di dunia
ini dan di akhirat nanti".

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan
orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan
mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya". (Al-Qur'an, al-Baqarah 2:256-257)

Thursday 9 May 2013

ORANG ISLAM HANYALAH ORANG YANG SEPENUHNYA MENUNJUKKAN KESETIAAN KEPADA ALLAH

SAMSUNG Galaxy Tab 2 7.0 Espresso 8GB Wi-Fi - White

Terdapat perbedaan antara Islam dan ajaran-ajaran lain. Apabila ajaran-ajaran
lain menuntut dari manusia pengabdian dan pengorbanan diri, sebenarnya mereka tidak
berhak untuk menuntut seperti itu. Tuntutan itu tidak layak mereka ajukan terhadap
manusia. Berbeda halnya, bila Islam yang mengajukan tuntutan itu, karena itu memang
adalah haknya. Ajaran-ajaran lain itu tidak mempunyai alasan yang kukuh untuk
menuntut manusia agar mengorbankan seluruh hidup mereka untuknya. Tetapi jika
tuntutan pengorbanan itu diajukan kepada siapa saja mereka wajib menurut dan
Allah juga semestinya mempunyai hak untuk menuntut seluruh manusia agar
memasrahkan diri kepadaNya, karena apa pun yang ada di langit dan di bumi ini
semuanya adalah milik Allah. Bahkan, manusia sendiri adalah milik Allah. Demikian
juga, segala sesuatu yang ada pada manusia dan yang dimilikinya adalah milik Allah.
Oleh karena itu, adalah sesuai dengan keadilan maupun akal yang sehat bahwa, apa pun
yang menjadi milik Allah haruslah diserahkan kepadaNya saja. Apa saja yang
dikorbankan manusia untuk manusia lain, atau untuk kepentingannya sendiri, atau untuk
memuaskan hawa-nafsunya, adalah merupakan pengkhianatan amanat kecuali apabila hal
itu dilakukan atas perintah Allah dan menurut cara-cara yang telah ditentukanNya.
Sebaliknya, apa saja yang dikorbankan untuk Allah, pada hakikatnya hanyalah
memberikan hak yang memang sudah menjadi milikNya.

Namun umat Islam boleh mengambil pengajaran terhadap sikap orang-orang yang
mengorbankan segala milik mereka untuk kepentingan ajaran-ajaran batil yang mereka
anut serta sembahan-sembahan mereka yang bathil dengan semangat pengorbanan,
pengabdian dan kesetiaan yang tidak ada taranya dalam sejarah. Alangkah anehnya kita
lihat kepada sikap mereka karena semangat pengabdian dan pengorbanan yang begitu
tinggi diperlihatkan oleh manusia terhadap ajaran yang bathil, sementara tiada satu
peratus pun dari semangat seperti itu yang diberikan untuk kebenaran.

MUHASABAH DIRI

Saya ingin mengajak kita semua untuk menilai diri kita masing-masing dengan nilaian
iman dan Islam yang telah dikemukakan pada permulaan bab ini; dan mengukur
kehidupan kita dengan sinaran kriteria tersebut. Bila kita mengakui telah menerima
Islam dan menyatakan iman kepadanya, periksalah apakah benar bahwa hidup dan mati
kita adalah benar-benar untuk Allah saja. Apakah hidup, akal fikiran, tenaga yang ada
pada jiwa dan raga kita, waktu dan usaha-usaha kita, semuanya kita abdikan untuk
memenuhi kehendak Allah? Apakah yang harus kita kerjakan untuk membawa kepada
tercapainya tugas yang telah diberikan Allah kepada ummat Islam? Selanjutnya, apakah
kita telah memberikan seluruh kepatuhan dan pengabdian kita sepenuhnya kepada
Allah? Apakah pelayanan kepada hawa-nafsu dan pengabdian kepada keluarga, saudara-
saudara, handai-taulan, masyarakat dan penguasa negara, telah sepenuhnya terhapus dari
jiwa kita? Sudahkah kita mengukur suka dan benci kita, semuanya bergantung pada
kehendak Allah? Kemudian kita juga harus memeriksa apakah apabila kita mencintai
seseorang, hal itu kita lakukan karena Allah atau tidak,  apakah bila kita membenci
seseorang, juga karena Allah? Apakah dalam cinta dan benci kita tidak mengandung
unsur egoisme? Sekali lagi, kita harus memeriksa apakah tindakan kita, dalam memberi
atau tidak memberi sesuatu kepada seseorang juga, telah kita lakukan karena Allah.
Benarkah bahwa, apa pun yang kita belanjakan untuk kepentingan kita sendiri,
ataupun kita berikan kepada orang lain itu telah ditetapkan Allah, dan bahwa dengan
perbelanjaan dan pemberian itu, bertujuan semata-mata mencari redhaNya? Demikian
juga apabila kita tidak memberikan sesuatu kepada seseorang, apakah hal itu juga karena
Allah melarang kita memberikannya? Bila kita merasakan yang sedemikian itu dalam
diri kita, maka kita harus bersyukur kepada Allah bahwa kita telah dianugerahi
rahmat iman yang sebenar-benarnya dalam diri. Tetapi apabila dalam hal ini kita masih
merasakan suatu kekurangan, maka kita harus memusatkan tekad dan perhatian kita
untuk menghilangkan kekurangan ini, karena kesejahteraan kita di dunia ini dan
keselamatan kita di akhirat nanti, bergantung pada usaha kita untuk menghilangkan
kekurangan dalam iman kita itu. Kita mungkin saja boleh mencapai kejayaan yang
setinggi-tingginya di dunia ini. Tetapi kejayaan kita itu tidak akan dapat menebus
kerugian kita di akhirat, karena kekurangan iman kita itu. Tetapi apabila kita berjaya
menutupi kekurangan iman kita, maka walaupun kita tidak memperoleh apa-apa di
dunia ini, maka ingatlah kita akan tetap berjaya di akhirat nanti.

Kriteria ini ditetapkan bukan dengan maksud agar kita menilai orang lain dengannya,
dan menentukan apakah mereka itu mukmin, kafir atau munafik, tetapi supaya kita
menilai diri kita sendiri, dan setelah mengetahui kekurangan dalam iman kita, kita
segera mencoba menghilangkannya sebelum kita dihadapkan di mahkamah pengadilan
akhirat nanti. Kita tidak perlu penilaian ulama, mufti atau kadi mana pun. Namun yang
penting bagi kita adalah penilaian dari Penguasa Tertinggi, yang mengetahui hal yang
ghaib maupun yang kelihatan. Janganlah kita cepat merasa puas dengan melihat nama
kita tercantum sebagai seorang Islam dalam buku bacaan penduduk kita, tetapi
berusahalah agar nama kita tercatat dalam Buku Catatan Allah sebagai hambanya yang
patuh. Tiada gunanya apabila seluruh manusia di dunia ini memberikan surat keterangan
bahwa kita adalah seorang Islam. Kejayaan kita yang sebenarnya terletak dalam
penilaian yang diberikan oleh Allah, bahwa kita adalah seorang Mukmin, bukannya
seorang munafik, seorang beriman dan bukannya seorang kafir.


Wednesday 8 May 2013

DUA MACAM ORANG ISLAM

SAMSUNG Galaxy Note 8 - Cream White
1. Islam Setengah-setengah

Yang pertama ialah yang menyatakan diri mereka sebagai Islam dan mereka mengaku
beriman kepada Allah dan UtusanNya serta menerima Islam sebagai agama mereka,
tetapi mereka memperlakukan agama mereka itu hanya sebagai suatu bagian dari
keseluruhan hidup mereka. Dari satu segi, pada diri mereka kelihatan ciri-ciri pernyataan
hubungan dengan Islam seperti banyaknya ibadat, pemakaian tasbih, solat, zikir,
perlaksanaan kesucian dalam hal makanan dan sebagian hubungm-hubungan sosial,
dan hal-hal lain yang pada umumnya biasa dikaitkan dengan sikap orang yang warak dan
beragama.  Tetapi dari segi lain, sikap hidup seluruh mereka sama sekali tidak
mencerminkan Islam dan tidak dihubungkan dengan Islam. Bila mereka mencintai
seseorang atau sesuatu, cinta mereka itu adalah karena dorongan hawa nafsu mereka
sendiri dan demi keuntungan serta kesenangan mereka sendiri, atau demi tanahair dan
bangsa juga demi seseorang manusia semata-mata. Bila mereka menyatakan permusuhan
dan melakukan peperangan, maka hal itu mereka lakukan demi kepentingan pribadi dan
duniawi. Masalah perniagaan, isteri dan anak-anak serta keluarga, masyarakat dan teman-
teman sekerja, semuanya ini sebagian besar mereka tidak merujuk ajaran-ajaran agama
dan mereka menyelesaikan masalah ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
duniawi. Sebagai doktor, ahli perniagaan, presiden, tentara dan pemegang suatu jawatan
tertentu, pada mereka semua bidang dan kedudukan mereka adalah bebas dan tiada
hubungan dengan kedudukan mereka sebagai orang-orang Islam. Kemudian orang-orang
seperti ini biasanya akan berkumpul dan bersama-sama mendirikan lembaga-lembaga
kebudayaan, pendidikan dan politik yang dikaitkan dengan Islam untuk menarik minat
orang ramai supaya menyertai mereka. Tetapi sebenarnya semua lembaga-lembaga dan
persatuan seperti itu tiada hubungannya sama sekali dengan Islam.

2. Islam Sepenuhnya

Manakala yang kedua ialah yang meleburkan sepenuh keperibadian dan kehidupan
mereka kepada Islam. Semua kedudukan yang mereka pegang terlebur ke dalam
posisi mereka sebagai Muslim. Peranan mereka sebagai ayah, anak, suami atau isteri,
ahli perniagaan, pemerintah, buruh atau pegawai-pegawai profesional akan
mencerminkan watak sebagai seorang Muslim. Perasaan, keinginan, ideologi, fikiran
dan pendapat-pendapat mereka, kebencian, kecenderungan, kesenangan dan
ketidaksenangan mereka, dari segala segi kepribadian atau sifat mereka semuanya
tunduk dan patuh kepada suruhan dan larangan Allah. Islam secara keseluruhannya
telah mempengaruhi hati dan fikiran serta mata dan telinga mereka, perut dan
bagian-bagian seksual tubuh mereka, kaki dan tangan mereka. Secara umumnya
seluruh jiwa dan raga mereka berpandukan ajaran Islam. Baik cinta ataupun benci
mereka, tidak lepas dari Islam. Bila mereka berkelahi dan berperang, hal itu mereka
lakukan semata-mata demi Islam. Bila mereka memberikan sesuatu kepada orang
lain, itu adalah karena Islam menyuruh mereka berbuat demikian. Bila mereka tidak
memberi sesuatu kepada seseorang juga karena Islam melarang mereka untuk berbuat
demikian. Sikap mereka yang demikian ini tidaklah terbatas pada individu-individu
mereka saja, tetapi juga berlaku dalam kehidupan bersama mereka, yang
seluruhnya didasarkan pada prinsip Islam. Kewujudan mereka berkembang menjadi
suatu masyarakat yang hanya berdasarkan Islam, dan seluruh tingkah laku kolektif
mereka hanya didasarkan pada ajaran-ajaran Islam.

Tuesday 7 May 2013

KRITERIA ISLAM YANG SEBENARNYA

SAMSUNG Galaxy Tab 2 7.0 Espresso 8GB Wi-Fi - White
Saudara-saudara sesama Muslim!

Allah telah mengatakan dalam Kitab SuciNya:

Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)’”. (Al-Qur'an, al-An’am, 6:162-163)

Ayat tersebut di atas dijelaskan oleh Rasulullah saw dengan sabdanya:

“Barangsiapa yang menjalinkan persahabatan karena Allah, menyatakan
permusuhan karena Allah, dan meninggalkan sesuatu karena Allah, maka sesungguhnya
ia telah melengkapkan imannya, yakni menjadi seorang Mukmin yang sempurna”.

Ayat yang saya ambil di atas menunjukkan bahwa apa yang dituntut oleh Islam adalah
bahwa manusia haruslah mempersembahkan seluruh kerjanya, hidup dan matinya
semata-mata untuk Allah dan tidak membagikan hak Allah dalam hal ini dengan yang
lainnya. Artinya, baik kerja, hidup maupun matinya tidak boleh dipersembahkan kepada
siapa pun atau sesuatu pun selain Allah.

Penjelasan yang diberikan Rasulullah di atas, merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang Muslim dalam menjalin hubungan persahabatan ataupun permusuhan dengan
orang lain serta dalam menangani urusan-urusan dunianya. Hal-hal tersebut hendaklah
dilakukan dengan niat semata-mata untuk mencari keredhaan Allah, dan dilakukan
menurut aturan-aturan yang telah digariskanNya. Jika tidak dilakukan sedemikian, iman
tidak dapat dikatakan sempurna, apalagi untuk mencapai derajat spiritual yang tinggi.
Dalam hal ini, kelemahan iman ditunjukkan oleh kelemahan seseorang dalam memenuhi
syarat-syarat yang tersebut di atas. Apabila dalam hal ini seseorang telah menuruti aturan
Allah sepenuhnya, maka barulah imannya boleh dikatakan sempurna.

Kebanyakan orang mengira bahwa kualitas iman yang tersebut di atas hanyalah
diperlukan oleh mereka yang ingin mencapai derajat spiritual yang tinggi, sedangkan
orang kebanyakan tidaklah dituntut untuk memiliki Islam dan iman yang sempurna atau
lengkap. Maksud mereka, tanpa syarat-syarat ini pun, seseorang boleh menjadi seorang
Mukmin dan Muslim. Tetapi pandangan seperti ini adalah pandangan keliru yang timbul,
karena pada umumnya orang tidak membedakan antara Islam KTP dengan Islam yang
sebenarnya menurut pandangan Allah.

Monday 6 May 2013

JALAN MENUJU KEREDHAAN ALLAH

LG Nexus 4 E960
Saudara-saudara!

Dalam al-Qur’an Allah berfirman :

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui” (Al-Qur’an, Ali ‘Imran,3:92).

Ayat ini adalah keperluan dari Islam dan iman. Kebesaran Islam yang sebenarya terletak
pada prinsip bahwa segala apa pun yang kita cintai mestilah kita korbankan untuk
Allah. Kita tentu tahu bahwa dalam semua urusan hidup kita, Allah mengajak kita
kepada suatu arah, sedangkan kita sendiri mengajak ke arah lain. Allah menyuruh kita
mengerjakan suatu perbuatan, tetapi nafs (diri) sendiri membujuk kita agar tidak
mengerjakannya dengan menyatakan bahwa pekerjaan itu akan mendatangkan kesulitan
dan kerugian. Allah melarang kita mengerjakan sesuatu, tetapi nafs membujuk kita untuk
melakukannya dengan mengatakan bahwa pekerjaan itu sangat menyenangkan dan
menguntungkan. Di satu pihak terdapat keredhaan Allah, sedangkan di pihak yang lain
adalah kesenangan dan kepuasan diri. Ringkasnya, dalam setiap langkah kehidupannya,
manusia sentiasa dihadapkan kepada suatu persimpangan jalan. Jalan yang pertama
adalah jalan Islam, dan jalan yang satu lagi adalah jalan kufur dan kemunafikan.
Seseorang yang mengabaikan semua bujukan dunia serta tunduk patuh pada perintah-
perintah Allah adalah orang yang telah memilih jalan Islam. Sebaliknya, seseorang yang
mengetepikan perintah-perintah Allah, dan menuruti segala kemauannya sendiri serta
godaan-godaan dunia, adalah orang yang memilih jalan kufur dan kemunafikan.

Saturday 4 May 2013

BEBERAPA CONTOH KEPATUHAN KEPADA ALLAH


SAMSUNG Galaxy Tab 2 7.0 Espresso 8GB Wi-Fi - White
SAMSUNG Galaxy S4 [i9500] - White SAMSUNG Galaxy Grand [HSMI9082MEB] - White
1. Meninggalkan Minuman Keras

Tentu kita semua telah mendengar betapa meluasnya kebiasaan meminum minuman
keras (khamar) di negeri Arab sebelum kedatangan Islam. Lelaki, perempuan, tua dan
muda, semuanya gemar meminum khamar. Mereka memang sudah terbiasa dengan
minuman tersebut. Mereka mengarang dan menyanyikan lagu-lagu untuk memuji
khamar, dan mereka begitu tergila-gila kepada khamar tersebut. Dan kita semua tahu
juga bahwa sukar sekali berhenti dari meminum minuman keras bila telah ketagih
kepadanya. Seorang pemabuk lebih suka mati daripada berhenti minum. Bila ia tidak
memperoleh khamar, ia merasa lebih sakit dari orang sakit. Tetapi sudahkah kita
mendengar apa yang terjadi ketika larangan minum minuman keras diturunkan oleh
Allah? Ketika mendengar larangan itu, orang Arab yang bersedia mati demi minuman
keras itu, dengan tangan mereka sendiri memecahkan bekas-bekas yang berisi minuman
keras itu. Dan minuman itu mengalir di jalan-jalan dan di lorong-lorong, di kota
Madinah, waktu itu, seperti air hujan. Dalam suatu pertemuan, sekumpulan orang sedang
asyik meminum minuman keras. Ketika mereka mendengar utusan Nabi saw mengatakan
bahwa minuman keras telah dilarang, tangan-tangan mereka berhenti bergerak seketika.
Mereka yang sudah memegang mangkuk minuman itu di bibir, seketika itu juga
menyingkirkannya dari mulut mereka, dan tidak membiarkan setetes pun arak menyentuh
bibir mereka. Inilah kebesaran iman. Inilah yang dinamakan patuh kepada Allah dan
RasulNya.

2. Pengakuan Dosa

Kita tahu juga betapa kerasnya hukuman yang diberikan Islam bagi orang yang berzina -
seratus kali pukulan rotan di punggung yang telanjang; yang membuat orang menggeletar
hanya dengan membayangkannya saja. Dan bila yang berzina adalah orang yang sudah
pernah kawin, maka hukumannya lebih mengerikan: dirajam sampai mati. Mendengar
kata rajam saja orang sudah gementar. Tetapi sudahkah kita mendengar,bagaimana
perilaku orang yang mempunyai iman dalam hatinya? Pada zaman Nabi saw ada seorang
beriman yang telah berzina. Tidak ada saksi, tidak ada seorang pun yang menyeretnya
ke muka pengadilan. Tidak pula ada seorang pun yang melaporkannya kepada polisi.
Hanya ada iman, yang bertakhta dalam hatinya. Dan iman itulah yang mengatakan
kepadanya: “Pergilah kamu menjalani hukuman yang telah disediakan Allah atas
perbuatanmu itu”. Maka pergilah orang itu dengan kemauannya sendiri kepada
Rasulullah saw dan berkata: "Wahai Rasulullah saya telah berzina. Hukumlah saya”.
Mendengar itu, Nabi, memalingkan wajahnya dari orang itu. Tetapi orang itu terus
saja menghadap wajah Rasulullah saw dan mengulangi permintaannya. Rasulullah
kembali memalingkan wajahnya dari orang itu, dan orang itu juga kembali bergerak ke
tempat menghadapi wajah Rasulullah dan kembali mengulangi permintaannya untuk-
ketiga kalinya. Inilah iman. Memang, bagi seseorang yang memiliki iman dalam hatinya,
adalah mudah untuk menjalani hukuman seratus kali libasan pada punggungnya yang
telanjang. Bahkan hukuman rajam pun. Ia segan untuk kembali kehadirat Tuhannya
dengan sifat seorang hamba yang tidak patuh.

3. Pemutusan Hubungan

Kita juga tahu bahwa di dunia ini tidak ada yang lebih dicintai seseorang selain
daripada sanak saudaranya. Terutama sekali, ayah, saudara dan anak adalah terlalu
dicintai sehingga orang bersedia untuk mati karena mereka. Tetapi lihatlah dalam sejarah
Islam, sewaktu terjadi Perang Badar dan Uhud, dan lihatlah siapa yang berperang
melawan siapa? Si ayah berada di barisan tentara Islam dan si anak di dalam barisan
tentara kafir, dan sebaliknya. Seseorang berada di satu pihak dan saudaranya ada di pihak
lainnya. Sanak saudara dan kerabat-kerabat yang dekat saling berhadapan dan bertempur
seakan-akan satu sama lain adalah orang-orang asing. Dan semangat permusuhan ini
menyala bukan karena membela tanah air atau merebut harta benda, bukan pula karena
dendam pribadi. Tetapi perang melawan keluarga dan sanak saudara itu terjadi karena
orang-orang yang beriman berani dan rela membunuh atau terbunuh oleh ayah, anak,
saudara dan keluarga mereka sendiri, demi membela ajaran Allah dan RasulNya.

4. Taobat dari Adat Kebiasaan Lama

Kita juga tahu bahwa Islam telah meruntuhkan dengan saksama semua adat kebiasaan
lama yang berlaku di negeri Arab sebelum kedatangannya. Dosa terbesar yang muncul
dari adat kebiasaan lama ini adalah penyembahan berhala yang telah menjadi amalan
selama ratusan tahun. Islam melarang perbuatan dosa ini bersama-sama dengan minuman
keras, perzinaan, perjudian, pencurian dan perampasan, yang biasa dilakukan sebelum
Islam. Sebelum Islam, kaum wanita biasa bepergian ke luar rumah dengan pakaian
terbuka. Islam menyuruh mereka mengenakan Jilbab. Sebelum Islam datang, kaum
wanita tidak berhak untuk memperoleh harta warisan, kemudian Islam memerintahkan
agar mereka juga diberi bagian. Sebelum Islam, anak-anak angkat diberi kedudukan
yang sama dengan anak-anak kandung, tetapi Islam membatalkan persamaan kedudukan
ini serta mengesahkan perkawinan dengan anak angkat. Pendeknya, tidak ada satu
pun adat lama yang dibiarkan tetap tegak oleh Islam. Tetapi tahukah kita bagaimana
sikap orang-orang yang telah menyatakan iman kepada Allah dan RasulNya? Orang-
orang yang beriman ini menghancurkan berhala-berhala, yang selama ini disembah oleh
mereka dan nenek-moyang mereka, dengan tangan-tangan mereka sendiri. Mereka
mempersembahkan korban-korban tersebut di atas altar-altar pemujaan mereka. Mereka
menghapuskan semua adat kebiasaan keluarga yang telah mereka warisi turun-temurun
selama berabad-abad lamanya. Dengan perintah Allah, mereka menghancurkan benda-
benda yang sebelum itu mereka pkitang suci. Sebaliknya, mereka mengesahkan hal-hal
yang sebelum itu mereka pkitang menjijikkan. Perkara-perkara yang selama berabad-
abad lamanya dipkitang suci, tiba-tiba saja menjadi kotor, dan juga sebaliknya.
Semua amalan-amalan yang pada masa jahiliyyah merupakan sumber keuntungan atau
kesenangan akan dihapuskan setalah datangnya larangan dari Allah. Sebaliknya, semua
perintah-perintah Islam yang membawa kesulitan-kesulitan dan keberatan-keberatan
diterima dengan gembira. Inilah yang disebut iman dan inilah yang dinamakan Islam.
Sekitainya orang-orang Arab pada masa itu berkata: “Kami tidak mau menerima hal itu
karena itu merugikan kami. Kami tidak dapat menghentikan perbuatan ini karena ia
menguntungkan kami. Kami juga akan tetap, mengerjakan perbuatan yang lainnya itu
karena ia adalah warisan budaya nenek-moyang nenek-moyang kami. Juga, kami
menyukai perkara-perkara tertentu yang dilakukan oleh bangsa Romawi dan amalam-
amalan bangsa Iran yang menyenangkan kami”. Pendeknya, sekitainya mereka semua
menolak setiap perkara yang datang dari Islam, kita boleh membayangkan bahwa pasti
tidak ada seorang Muslim pun di dunia sekarang ini.